Kyai Sorogeni Diyakini Sebagai Abdi Dalam Pangeran Mangkubumi
Author:editorTembi / Date:20-01-2015 / Kedatangan Kyai dan Nyai Sorogeni di wilayah Banaran ini dengan maksud untuk mendita (hidup layaknya seperti pendeta), yakni meninggalkan urusan duniawi, terutama kekuasaan dan kepangkatan. Saat Kyai dan Nyai Sorogeni masuk ke Banaran tempat tersebut masih berupa hutan. Mereka berdua mulai membabat hutan dan mendirikan pemukiman.
Nisan Kyai dan Nyai Sorogeni di Sentolo, Kulon Progo terbuat dari semen cor
Makam Kyai dan Nyai Sorogeni terletak di Dusun Sorogenen, Kelurahan Banaran, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi ini dapat dijangkau melalui Perempatan Wirobrajan-masuk ke Jl Raya Wates ke arah barat hingga sampai pertigaan Markas Brimob Sentolo. Dari pertigaan ini ambil jalan ke arah kanan (utara). Setelah sampai di sebuah rumah sakit Tipe D Banguncipto Sentolo (Autis Center), ambil arah ke kiri masuk ke arah perbukitan. Jarak lokasi makam dengan pertigaan ini kurang lebih 2,5 kilometer.
Makam Kyai dan Nyai Sorogeni berada di puncak sebuah bukit di Dusun Sorogenen, Kelurahan Banaran. Bukit ini juga dinamakan Bukit atau Gunung Banar. Istilah banar sendiri menurut sumber setempat berarti semilir dan terang. Pada kenyataannya setiap orang yang berada di Gunung Banar umumnya memang akan merasakan angin semilir dan suasana yang terang. Barangkali oleh karena suasana dan kondisi yang demikian itulah yang menarik minat Kyai dan Nyai Banar bermukim di Banaran ini.
Pintu cungkup makam Kyai dan Nyai Sorogeni
Makam Kyai Sorogenen selain diberi penanda berupa dua batu nisan juga dilengkapi dengan cungkup dan bangunan lain yang digunakan untuk upacara serta parkir. Bangunan yang digunakan untuk upacara, istirahat para peziarah, dan parkir berbentuk huruf L. Ukuran bangunan ini panjang keseluruhannya sekitar 10 m, lebar 3,5 meter dan tingginya sekitar 3 m. Bangunan ini dibuat dengan setengah terbuka (dinding hanya dibuat setengah dari ketinggian keseluruhan bangunan).
Ukuran panjang cungkup sekitar 4 m, tinggi 2,5 m, dan lebar 3 m. Sedangkan ukuran panjang batu nisannya sekitar 135 cm, tinggi 65 cm, dan lebarnya 88 cm. Ukuran batu nisan Kyai dan Nyai Sorogeni sama. Hal yang membedakan hanyalah peletakannya dan gaya jirat nisannya. Gaya jirat nisan Kyai Sorogeni lebih meruncing sementara gaya jirat nisan Nyai Sorogeni lebih menumpul. Nisan Nyai Sorogeni berada di sisi timur dari nisan Kyai Sorogeni. Sedangkan lebar pintu cungkup sekitar 75 cm dan tingginya sekitar 1,50 m.
Menurut sumber setempat, yakni Sudi Haryono (50) yang menempati rumah tidak jauh dari lokasi makam, Kyai dan Nyai Sorogeni dulu merupakan abdi dalem Pangeran Mangkubumi yang kelak di kemudian hari bergelar Sultan Hamengku Buwana I (1755-1792).
Pemandangan indah dilihat dari atas Bukit Banaran, Sentolo, Kulon Progo
Kedatangan Kyai dan Nyai Sorogeni di wilayah Banaran ini dengan maksud untuk mendita (hidup layaknya seperti pendeta), yakni meninggalkan urusan duniawi, terutama kekuasaan dan kepangkatan. Saat Kyai dan Nyai Sorogeni masuk ke Banaran tempat tersebut masih berupa hutan. Mereka berdua mulai membabat hutan dan mendirikan pemukiman. Oleh karena itu mereka berdualah yang kemudian dipercayai sebagai pembuka wilayah tersebut. Untuk mengenang jasa mereka, maka dusun tempat pertama kali ia bermukim dan kemudian hingga kini berkembang, dinamakan Dusun Sorogenen.
Ada dugaan bahwa nama Sorogeni berasal dari dua istilah soro yang mungkin berasal dari kata sura ‘berani’ dan geni ‘api’. Jadi, secara harfiah dapat diartikan bahwa sorogeni adalah jabatan atau pekerjaan yang berkaitan erat dengan urusan api. Dalam dunia keprajuritan atau militer pekerjaan yang berkaitan dengan istilah itu adalah bidang persenjataan api. Boleh jadi sorogeni ini mempunyai pekerjaan sebagai pemegang senapan atau meriam. Jadi, Kyai Sorogeni kemungkinan besar berasal dari kesatuan senapan bregada prajurit Sultan Hamengku Buwana I.
Istilah sorogeni mungkin juga berasal dari kata soroh (memberikan) dan geni (api). Dari istilah ini kemungkinan besar Kyai Sorogoni memang bertugas memberikan api atau menyediakan senjata api (meriam, senapan, dan sejenisnya).
Jalan yang telah dibangun cukup baik untuk menuju lokasi
makam Kyai dan Nyai Sorogeni
Warga di Sorogenen dan sekitarnya pun sampai sekarang tidak melupakan jasa-jasa Kyai dan Nyai Sorogeni ini. Oleh karenanya di tempat ini secara berkala selalu diadakan upacara caos dahar dan merti desa. Hal ini biasanya dilakukan pada hari Selasa Pon pada masa habis panen. Dalam upacara ini akan dibagikan makanan kepada para pengunjung. Makanan tersebut biasanya berupa tumpeng, urap, dan yang tidak boleh ketinggalan adalah ingkung ayam. Ingkung ayam ini dalam setiap kali upacara bisa mencapai jumlah ratusan ekor.
Naskah dan foto: A.Sartono
Ensiklopedi SitusLatest News
- 20-01-15
Kyai Sorogeni Diyaki
Kedatangan Kyai dan Nyai Sorogeni di wilayah Banaran ini dengan maksud untuk mendita (hidup layaknya seperti pendeta), yakni meninggalkan... more » - 20-01-15
Kamus Jawa-Belanda,
Salah satu koleksi buku lama di Perpustakaan Tembi adalah buku tentang kamus bahasa Jawa-Belanda, dan sebaliknya. Buku terbitan tahun 1931 ini masih... more » - 20-01-15
Maria Pratiwi Jatuh
Maria menjadi harpanis muda Indonesia yang berhasil mencapai sertifikat skor tertinggi dari Royal School of Music dari tahun 2008 sampai 2011. Selain... more » - 19-01-15
50 Years of Blessing
Avip Priatna adalah salah satu konduktor yang sejak 1995 telah berkontribusi membawa harum nama Indonesia dengan memenangkan beragam kompetisi paduan... more » - 19-01-15
Asean Youth Center,
Sebuah ruang yang diharapkan bisa menginspirasi dan mengembangkan kreativitas generasi muda sedang dibangun, rencananya akan ada 100 Asean Youth... more » - 19-01-15
Ludruk Budhi Wijaya,
Selain sebagai pengungkapan suasana kehidupan masyarakat, ludruk juga dapat berfungsi sebagai penyaluran kritik sosial, dan sekaligus sebagai hiburan... more » - 19-01-15
Prajurit Keraton Kas
Kesatuan prajurit Keraton Kasultanan Yogyakarta yang lain adalah Dhaeng. Struktur prajurit ini terdiri atas dua orang panji yakni Panji Parentah dan... more » - 17-01-15
Mengenang 100 Hari,
Sejumlah teman Bakdi Sumanto, termasuk murid-muridnya akan membacakan karya-karya Bakdi Sumanto baik berupa puisi maupun cerpen. Bahan-bahan yang... more » - 17-01-15
Kisah Pujangga Walmi
Usman Effendi, dalam buku ini tidak hanya menulis tentang kisah Rama dan Sita saja, tetapi juga latar belakang pujangga Walmiki menciptakan epos... more » - 17-01-15
Menjelajah ke Museum
Museum Radya Pustaka Surakarta termasuk salah satu tempat wisata budaya yang sudah lama ada. Museum ini berdiri pada 28 Oktober 1890 atau hampir... more »