Puntadewa Masuk Neraka?
Author:editorTembi / Date:26-12-2014 / Puntadewa tersentak hatinya. Ia tidak dapat membayangkan betapa sakit dan sengsara keempat adiknya. Tanpa berpikir panjang, Puntadewa bergegas meninggalkan surga, menuju neraka, tempat adik-adiknya berada.Akhir kehidupan Puntadewa dan keempat adiknya dijalani dengan mendaki alam keabadian yang disimbolkan dengan Gunung Mahameru. Satu per satu keempat adiknya jatuh dan tidak dapat melanjutkan perjalanan, mulai dari Sadewa, Nakula, disusul Harjuna dan kemudian Bimasena.
Ketika sampai di sebuah gapura nan indah, tinggallah Putadewa seorang diri diikuti oleh anjing kesayangannya. Puntadewa berniat memasuki pintu tersebut, namun penjaga gerbang tidak memperbolehkan anjingnya ikut masuk. Puntadewa besikeras untuk membawa anjingnya, karena baginya anjing tersebut telah berjasa memberi petunjuk jalan. Ketegangan diantara keduanya terjadi. Pada saat itulah, anjing tersebut berubah wujud menjadi Batara Darma, ayah Puntadewa.
Peristiwa itu merupakan gambaran sebuah pendadaran kesetiaan yang terakhir bagi Puntadewa. Batara Darma tersenyum puas. Selama mendampingi anaknya, ia merasakan bahwa Puntadewa selalu berhasil dalam memerangi musuh batin yang menghalangi panggilan darma. Sebagai upah di akhir hidupnya, Batara Darma menggandeng Puntadewa melangkah masuk di surga keabadian.
Dalam gandengan Batara Darma, Puntadewa mengikuti langkah sang penjaga gerbang yang tak lain adalah Batara Indra. Mereka berjalan melalui padang rumput hijau segar dipenuhi taman aneka bunga nan asri. Tak beberapa lama sampailah mereka di sebuah pintu gerbang berukir indah, memancarkan cahaya berkilau. Tiba-tiba pintu itu terbuka dengan sendirinya. Tanpa mengalami kesulitan Puntadewa masuk ke dalamnya.
“Betapa indahnya surga, lebih indah dari yang aku dibayangkan. Belum pernah aku merasakan kebahagiaan seperti saat ini.” Oleh dipenuhi dengan kebahagiaan yang sempurna, maka decak kagum dan pujian penuh syukur hampir tak pernah berhenti terucap dari mulut Puntadewa. Pada saat yang membahagiakan itu, Puntadewa teringat keempat adiknya, teringat akan sumpahnya untuk bersama-sama merasakan pahit manisnya kehidupan. Maka dicarinya keempat adiknya diantara orang-orang yang ada, namun tidak diketemukan.
Tiba-tiba mata Puntadewa terbelalak melihat beberapa orang yang sedang melintas di depannya. Benarkah itu Duryudana, Dursasana dan para Kurawa lainnya? Mengapa mereka yang berperilaku tidak terpuji berada di tempat ini? Benarkah tempat ini adalah surga kebahagiaan nan abadi? Jika benar, mengapa masih ada perasaan tidak mengenakan, sehingga mengurangi kebahagiaanku. Perasaanku mengatakan, bahwa tempat ini bukan surga yang sebenarnya. Ada surga sejati yang abadi, surga kebahagiaan kekal dan tak berubah-ubah. Pasti keempat adikku berada di sana. Aku akan menyusul mereka.
“Jangan lakukan itu, Puntadewa”
“Mengapa Hyang Indra”
“Tempatmu di sini Puntadewa. di surga.”
“Berada di surga bersama Para Kurawa?”
“Itu adalah urusan Hyang Padha Wenang, manusia hanya sekadar manjalani”
“Aku mengerti Hyang Indra. Bukankah surga adalah wujud kelimpahan rahmat yang dianugerahkan ketika manusia telah ‘menyelesaikan’ tugasnya sesuai dengan panggilan darma.”
“Itu Benar Puntadewa, dan engkau telah mendapatkan surga itu. Tetapi mengapa rahmat itu akan kau tinggalkan.?”
“Aku ingin setia akan sumpahku, seperti halnya aku setia akan panggilan darma.”
“Tetapi Puntadewa, engkau tidak boleh menemui keempat adikmu.”
“Mengapa Hyang Indra?”
“Mereka ada di neraka.”
“Di neraka?!”
Puntadewa tersentak hatinya. Ia tidak dapat membayangkan betapa sakit dan sengsara keempat adiknya. Tanpa berpikir panjang, Puntadewa bergegas meninggalkan surga, menuju neraka, tempat adik-adiknya berada.
Karena belum tahu jalannya, Puntadewa memohon kepada Hyang Darma menjadi penunjuk jalan. Dalam sekejab, mereka telah sampai di jalan setapak, dengan jurang menganga di kanan-kiri. Di jurang-jurang itulah tampak pemandangan yang mengenaskan dan mengerikan. Banyak orang terpanggang dalam kobaran nyala api abadi. Mereka menggeliat kesakitan tanpa dapat berbuat sesuatu. Ketika Puntadewa dan Bhatara Darma lewat di jalan setapak itu, mereka berebut minta tolong dengan tangan terjulur, agar dientaskan dari jurang yang dipenuhi nyala api abadi.
Puntadewa tidak dapat membendung air matanya, tatkala melihat diantara kerumunan orang-orang yang minta tolong tersebut terdapat Bimasena, Harjuna, Nakula dan Sadewa. Nalurinya sebagai saudara tua terusik. Puntadewa menjulurkan tangannya hendak menolong keempat adiknya. Namun niat itu tidak pernah kesampaian. Jurang itu berada jauh di bawah dari jangkauan tangannya. Niat Puntadewa telah bulat, ia ingin berada di antara keempat adiknya. Maka kemudian ia meloncat turun di jurang api abadi. Api neraka. Apa yang dilakukan Puntadewa merupakan wujud kesetiaan abadi. Kesetiaan yang senantiasa dipelihara, diperjuangkan dan bahkan butuh pengorbanan. Puntadewa percaya, dalam kesetiaan yang demikian, ia tetap selalu ada di garis rahmat-Nya, walaupun harus dibakar oleh panasnya api.
Melihat kejadian itu, Batara Indra dan Batara Darma kebingungan. Mereka tidak tahu apa yang mesti dilakukan. Tugas mereka adalah untuk mengantar Puntadewa ke dalam surga. Tetapi yang terjadi kemudian bahwa Puntadewa memaksakan diri masuk ke neraka. Maka segera mereka menghadap Hyang Pada Wenang, melaporkan apa yang telah terjadi.
“Ampun Hyang Pada Wenang, kami berdua siap menerima murkaMu, karena tidak dapat mencegah ketika Puntadewa meloncat ke api neraka.”
“Aku tidak akan murka. Itu semua memang berada dalam rencanaku. Aku sendirilah yang telah mengujinya. Dan ia telah selesai dan lulus. Puntadewa sungguh ‘manusia sempurna. Surga abadi aku anugerahkan kepadanya.”
Bersamaan dengan Sabda Hyang Pada Wenang, tempat Puntadewa berada berubah menjadi surga abadi. Semua bersorak penuh syukur. Puntadewa telah menyelamatkan banyak orang. Dalam waktu yang bersamaan, tempat Duryudana berada, berubah menjadi lautan api abadi. Semua orang berteriak kepanasan. Duryudana telah menyengsarakan banyak orang.
Herjaka HS
Ensiklopedi Figur WayangLatest News
- 30-12-14
Outbond SMKN 6 Yogya
Selama dua hari beturut-turut pada Senin-Selasa, 15-16 Desember 2014, siswa-siswi SMKN 6 Yogyakarta melaksanakan outbond di Tembi Rumah Budaya.... more » - 30-12-14
Keistimewaan Yogya M
Dalam diskusi ini, para pembicara melihat bahwa keistimewaan yang diributkan bukan hanya persoalan kesenian, lebih dari itu bagaimana kebudayaan... more » - 30-12-14
Numerology Tahun 201
Untuk tahun 2015 ini hasil penjumlahan angka = 8. Jika dikaitkan dengan peri kehidupan di bumi Nusantara ini, secara kosmologis angka 8 menjadi... more » - 29-12-14
Sega Bancakan dan Es
Sega Bancakan sangat kental bernuansa Jawa, dengan komponen utama sega abang (nasi merah), ayam kampung, kuah areh, yang dilengkapi dengan krupuk... more » - 29-12-14
Macapatan Malam Rabu
Saat melakukan perjalanan dari Jawa hingga sampai Negara Ngesam (daerah Suriah) Nabi Isa berhenti di suatu jalan. Di tempat tersebut Ia mendapatkan... more » - 29-12-14
Spirit dari Kedunggu
Ons Untoro, pegiat budaya dari Yogyakarta dan dikenal sebagai penyair yang aktif menulis puisi sejak akhir 1970-an diminta memberikan pidato... more » - 27-12-14
Menyimak Gending-gen
RM Palen Suwanda Nuryakusuma mulai menulis dan menyusungendhing-gendhing karawitan sejak berusia 23 tahun. Gendhing karya pertamanya adalah... more » - 27-12-14
Aneka Warangka Keris
Masyarakat Jawa yang kurang kenal dekat dengan dunia keris biasanya hanya tahu bahwa sarung keris namanya warangka. Padahal sebenarnya setiap bagian... more » - 27-12-14
Orang Sabtu Paing Ku
Orang Sabtu Paing kurang perhitungan atau kelewat berani, suka pamer, sombong dan panas hati, bergaya sok kaya, kurang rendah hati, jika bertengkar... more » - 26-12-14
Voice of Asmat, Perp
Pertunjukan musik akustik dibawakan sekelompok anak muda berbakat, yaitu Putri Soesilo, Aji Setyo, Dika Chasmala, dan Alwin. Mereka memadukan rasa... more »