Siswi ACICIS Ogah Menangkap Belut

07 Apr 2016 “Ada yang tahu apa itu gula pasir ?” demikian salah satu pertanyaan yang dilontarkan pendamping 10 siswa-siswi ACICIS (Australian Consortium for ‘In Country’ Indonesia Studies) yang mengambil paket wisata budaya di Tembi Rumah Budaya, Selasa, 5 April 2016. Pertanyaan itu tidak serta merta dapat segera dijawab oleh mereka, yang tengah belajar tentang kebudayaan dan bahasa Indonesia.

“Kalian nanti diminta untuk membeli bahan-bahan untuk memasak. Selain itu, kalian juga diminta untuk membeli buah. Berikan contoh nama buah dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia.”

“Apel,” jawab salah satu dari mereka. Ada pula yang menjawab pisang, nanas, dan lain-lain. Untuk hal demikian mungkin pertanyaan itu tidak terlalu sulit. Namun ketika ada perintah untuk mencairkan gula pasir dengan air hangat yang ditulis dalam bahasa Indonesia mereka belum bisa menangkap maknanya.

Memang demikianlah yang namanya belajar. Harus mengalami proses tahap demi tahap. Belajar bahasa dengan praktek langsung pada penutur asli bahasa tersebut memang bisa menjadikan orang yang belajar lebih mengerti dan memahami akan banyak varian bahasa, rasa, dan suasana bahasa yang sedang mereka pelajari. Demikianlah yang ditempuh ACICIS yang telah beberapa kali mengambil paket wisata budaya di Tembi Rumah Budaya. Untuk kali ini mereka mengambil paket wisata budaya Onteling, Memasak Caranggesing, Belanja di Pasar Tradisional, Menangkap Belut, dan Memasak Ayam Goreng Kalasan.

Onteling bagi mereka tampaknya menjadi pengalaman yang menyenangkan. Terbukti mereka begitu gembira dan tampak menikmati benar kegiatan itu. Pengalaman belanja di pasar tradisional pun tampaknya akan memberi kesan mendalam pada mereka karena dengan bekal penguasaan bahasa Indonesia yang terbatas mereka harus melakukan transaksi, tawar-menawar dengan pedagang lokal yang juga minim perbendaharaan bahasa Indonesianya. Bisa kebayang kekacauan komunikasinya.

Kegiatan menangkap belut di sawah ternyata hanya diikuti oleh para siswa sementara para siswi memilih tidak ikut menangkap karena ada perasaan takut sekaligus geli. Sungguh pun demikian, para siswi itu menikmati ekspresi dari teman cowok mereka yang sedang berupaya menangkap belut. Ekspresi antara takut, geli, dan gembira yang dipancarkan oleh para siswa itu tampak menjadi satu. Bisa dikatakan sebagai seru.

Memasak Ayam Goreng Kalasan mungkin menjadi salah satu aktivitas yang sangat dinikmati, tidak saja oleh para siswi, namun juga oleh para siswa. Mungkin aktivitas memasak memang bukan didominasi lagi oleh kaum hawa. Ada begitu banyak pria yang sangat piawai dalam urusan masak-memasak. Jadi, sesungguhnya memang tidak ada pembedaan jenis kelamin untuk urusan masak-memasak ini. Hanya saja, secara umum wanita memang lebih banyak bergerak di sisi domestik sehingga merekalah yang akhirnya seperti mendapatkan label tentang pekerjaan memasak dan urusan rumah tangga lain.

Antusiasme untuk memasak tersebut mungkin juga dipicu oleh rasa lapar yang mulai mengganggu konsentrasi mereka. Maklum hari memang telah menginjak siang. Perut mulai menagih untuk diisi. Memasak ayam goreng ala Ayamg Goreng Kalasan memang membangkitkan nafsu makan. Apa boleh buat. Semangat untuk memasak dengan enak, cantik, dan cepat matang pun seperti mendera. Sama dengan deraan rasa lapar yang tidak bisa dielakkan. Selamat. Kapan ke Tembi lagi ?

Naskah dan foto:a.sartono

Wah, susah juga nangkap belut, difoto: Selasa, 4 April 2016, foto: a.sartono Onteling sambil bergaya, difoto: Selasa, 4 April 2016, foto: a.sartono Jangan bilang-bilang, kita lagi belanja di pasar tradisional, difoto: Selasa, 4 April 2016, foto: a.sartono Inilah hasil memasak kita, difoto: Selasa, 4 April 2016, foto: a.sartono Hasil memasakku lebih bagus kan ? difoto: Selasa, 4 April 2016, foto: a.sartono Persiapan memasak caranggesing, cukup menyulitkan ?, difoto: Selasa, 4 April 2016, foto: a.sartono EDUKASI

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 13-04-16

    Denmas Bekel 13 Apri

    Denmas Bekel 13 April 2016 more »
  • 13-04-16

    Pameran Keramik Tiga

    Pameran keramik di Tirana House yang berakhir pada 5 April lalu bisa dikatakan sebagai penegasan atas lahirnya sarjana perupa. Perupa yang dihasilkan... more »
  • 13-04-16

    Iqbal, Puisi dan Bio

    Penyair muda penuh bakat ini namanya Iqbal H Saputra, yang biasa dipanggil Iqbal. Lahir di Belitong, 8 November 1989, dan kini tinggal di Yogya.... more »
  • 12-04-16

    Eksplorasi Tanpa Beb

    Berkesenian sejatinya adalah sebuah proses. Penegasan pada proses ini berulang kali disampaikan sejumlah seniman terkemuka, baik sastrawan, pemain... more »
  • 12-04-16

    Bercermin dari Kehan

    Memasuki ruang pamer di Museum Perjuangan Yogyakarta, pertama-tama koleksi yang dihadirkan adalah replika kapal layar VOC, hasil rempah-rempah, dan... more »
  • 12-04-16

    Pameran Seni Rupa Tr

    Tropis: Keragaman Nusantara, itulah tema yang diambil dalam pameran seni rupa bersama angkatan 2014 Pasca-Sarjana ISI Yogyakarta. Pameran... more »
  • 11-04-16

    Sang Anak Pun ikut U

    Dalam pengertian umum foto sering ditempatkan sebagai kesaksian atas satu peristiwa. Lewat foto kita diminta percaya bahwa peristiwa itu benar... more »
  • 11-04-16

    Kesaksian Tentang Le

    Konon letusannya terdengar berkali-kali sampai terdengar di Prambanan. Pagi harinya terjadi hujan abu dan berlangsung selama dua hari. Ketebalannya... more »
  • 10-04-16

    Yoni Karanggede sete

    Yoni di situs Karanggede terletak di Kring Karanggede, Pedukuhan Ngireng-ireng, Kalurahan Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Propinsi... more »
  • 09-04-16

    Kamis Wage Pekan Ini

    Pranatamangsa masuk mangsa Kasepuluh (10), umurnya 24 hari, mulai 26 Maret s/d 18 April. Musim padi tua, burung-burung sedang membuat sarang. Ternak-... more »