Misteri Perempuan Angga Yuniar
Author:editorTembi / Date:18-07-2014 / Cara dan konsep visualiasi karya-karya Angga ini menunjukkan kepekaannya terhadap perempuan. Ia menyadari kemisteriusan perempuan, dan mencoba memahami dan mengupas lapisannya dengan kaca mata seorang pria. Hasilnya adalah karya-karya empatik yang menarik.
‘Just Thanks’, oil on canvas, 60 cm x 80 cm
Setidaknya pada awal Juli ini banyak pameran seni rupa sebagai tugas akhir mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang digelar, baik program S1 maupun S2, baik di dalam maupun di luar kampus. Di antaranya adalah pameran peserta Program Pascasarjana ISI Yogyakarta, Angga Yuniar Santosa, yang mengangkat tema ‘Merekam Sisi Gelap pada Dualisme Sifat Perempuan’.
Agaknya karena kegelapan ini, nyaris tidak ada senyum pada perempuan-perempuan yang muncul dalam lukisan Angga. Kecuali pada karya ‘Just Thanks’. Itu pun senyum tertahan. Seakan ada beban yang tak terungkapkan. Jika dicermati lagi, jari-jarinya tidak terbungkus daging tapi berupa organ cyborg. Di sekelilingnya lubang-lubang bertebaran. Lubang yang mengundang rasa tidak nyaman.
Ikon lubang banyak muncul dalam lukisan-lukisan Angga. Bahkan lubang divisualisasikan bukan dengan sekadar menggambarkannya tapi melubangi kanvasnya sehingga terbentuk lubang riil yang lebih menajamkan kesan ketidaknyaman tadi. Menurut Angga, dalam diri perempuan ada bagian-bagian yang “dilubangi” karena aturan atau pandangan dari masyarakat. Hal-hal yang dianggap tidak pantas atau tabu dihilangkan dengan melubangi dan membuangnya, meninggalkan lubang-lubang yang menganga di sana sini. Dan rasanya pasti sakit.
’Women Binary Opposition’, hardboard, oil on canvas, 150 cm x 200 cm
Sedangkan ikon cyborg mengesankan hal yang serba mekanik. Dalam hal ini, kata Angga, rasa cenderung dikesampingkan. Demikian pula perempuan dalam dunia patriarkal yang banyak menghambat pengekspresian rasa perempuan. Akibatnya perempuan lebih banyak menyimpan perasaaan, dan melakukan hal-hal yang dipaksakan kepadanya meski mungkin tidak sesuai dengan keinginan dan harapannya.
Yang tak kalah menarik, Angga memberi hardboard di permukaan kanvas. Bahkan ada yang sampai tiga lapis hardboard. Lapisan-lapisan yang kian menguatkan kemisteriusan perempuan, sekaligus menjelaskan sisi gelap dalam tajuk pameran Angga. Sisi gelap bukanlah bermakna negatif tapi lebih pada bagian yang misterius, yang sulit dikenali atau dipahami. Menurut Angga, lapisan-lapisan hardboard ini tidak begitu kelihatan jika dilihat dari jauh sehingga seperti lukisan dua dimensi. Setelah dari dekat barulah terlihat elemen tiga dimensinya, terlihat riilnya. Demikian pula kemisteriusan perempuan.
Ikon lainnya adalah air dan ombak. Ada dua lukisan yang menonjol dalam konteks ini. Lukisan ketidakberdayaan pada ‘Swept Away’ dimana seorang perempuan terhanyut arus meski tangannya mencekal batu dengan sekuat tenaga. Wajahnya yang menengadah nampak lelah.
’Aesthetic Plastic Surgery’, oil on canvas, 70 cm x 100 cm
Sebaliknya, lukisan ‘I Gave All for You’ menyiratkan kekuatan perempuan. Seorang perempuan berdiri dengan anggun sementara ombak di belakang siap menerjangnya. Ombak yang tingginya melebihi kepala. Angga menguatkan ancaman itu dengan membingkai lukisan ini dalam kanvas segi tiga yang mengerucut ke bawah dan memajangnya di sudut tembok.
Menurut Angga, kanvas ini memang sengaja dibuat segi tiga karena pertimbangan perspektif di sudut pertemuan dua sisi tembok. Hasil akhirnya adalah menguatnya kesan tentang perempuan yang tersudut atau disudutkan.
Toh Angga memberinya sebuah mahkota ratu di kepalanya sebagai tanda bahwa ia perempuan yang dihormati. Pusarnya juga dilengkapi sebuah elemen mesin yang bersambung kabel yang menyiratkan kekuatannya, seakan membuatnya tak terhempas saat ombak menghantamnya.
Cara dan konsep visualiasi karya-karya Angga ini menunjukkan kepekaannya terhadap perempuan. Ia menyadari kemisteriusan perempuan, dan mencoba memahami dan mengupas lapisannya dengan kaca mata seorang pria. Hasilnya adalah karya-karya empatik yang menarik.
Bersama Angga, berpameran pula Adrew Adelano Wibowo, yang juga memamerkan karya-karya tugas akhirnya sebagai peserta Program Pascasarjana ISI Yogyakarta. Tema pamerannya ‘Imajinasi Pisang Sebagai Simbol dalam Penciptaan Seni Lukis’.
‘Time Traveler’, hardboard, oil on canvas, 70 cm x 100 cm
Meski lukisan keduanya sama-sama realis simbolik namun karya Angga terasa lebih padat, berat dan suram, sedangkan karya Adel lebih ringan dan cerah. Meski sama-sama melakukan pencangkokan ikon, karya Angga lebih fokus pada detail ikon perempuannya sedangkan karya Adel lebih cair dan fleksibel pada metamorfosis bentukan pisangnya. Ikon pisang Adel dengan leluasa dapat menjadi pistol atau tanduk kambing, maupun bersambungan dengan keris, lipstik, atau tube cat.
Pameran mereka berdua ini diselenggarakan pada minggu pertama Juli 2014 di Galeri Independent Art Space & Management (IAM). Selain visualisasinya menarik, konsepnya juga kuat.
Naskah dan foto:Barata
Berita budayaLatest News
- 19-07-14
Orang Wuku Medhangku
Orang wuku Medhangkungan pandai bicara, mantap pendiriannya, penuh syukur, besar rasa kebersamaannya. Ia juga hemat dan pandai mengatur ekonomi.... more » - 19-07-14
I Gusti Ngurah Rai P
Pada pertempuran 20 November 1946 itu, akhirnya I Gusti Ngurah Rai bersama dengan teman-temannya yang berjumlah 1.372 orang, gugur di medan perang... more » - 19-07-14
KURSUS MACAPAT DURMA
Pada bagian ini, serat Centhini mengisahkan kehidupan warok di daerah sekitar Ponorogo. Yaitu kebiasaan para warok memamerkan kesaktian di hadapan... more » - 19-07-14
Richard Irwin Meyer,
Sejak memutuskan untuk menjadi seniman Indonesia, ia meninggalkan posisi sebelumnya sebagai art historian. Hal tersebut dilakukan karena ia sudah... more » - 18-07-14
Rendang Jawa Ala Maj
Resep masakan tradisional Jawa di majalah ini ditulis oleh Pujirah dalam rubrik “Jagading Wanita”. Isi Majalah Kajawen tersebut sekitar 90 % ditulis... more » - 18-07-14
Misteri Perempuan An
Cara dan konsep visualiasi karya-karya Angga ini menunjukkan kepekaannya terhadap perempuan. Ia menyadari kemisteriusan perempuan, dan mencoba... more » - 18-07-14
Rainforest Music Fes
Hentakan kaki yang keras, tepukan tubuh yang berirama ditambah nyanyian keras menjadi kekuatan tarian perang suku Maori, Selandia Baru. Juluran lidah... more » - 17-07-14
Ada Banyak Keris Tan
Pada zaman Mataram Islam banyak terdapat empu-empu pembuat keris yang ampuh dan terkenal, antara lain Arya Japan, Ki Guling, Ki Nom, Ki Legi, Ki... more » - 17-07-14
Maraknya Tapis Lampu
Judul : Maraknya Tapis Lampung: Dahulu dan Kini The Splendor of Lampung Tapis: Then and Now Penulis : Judi Achjadi, Benny Gratha Penerbit :... more » - 17-07-14
Tiba Musim Hujan di
Pameran yang diberi tajuk ‘Threesome’ ini menampilkan tiga perupa dari generasi yang sama, lahir tahun 1980-an. Pada usia 30-an tahun, mereka tampil... more »