Layar Terkembang, 33 Tahun Perjalanan Bentara Budaya Yogyakarta

21 Sep 2015

Kelahiran BBY bisa dikatakan serba kebetulan. Mungkin juga dalam perjalanannya apa yang dinamakan kebetulan itu terus terjadi. Keberadaan BBY dimulai dari adanya bangunan bekas Toko Buku Gramedia yang semula akan disewakan.

Manembah Hangesti Songing Budi. Demikian surya sengkalan yang digunakan untuk menandai kelahiran Bentara Budaya Yogyakarta pada 26 September 1982. Dengan demikian, BBY genap berusia 33 tahun pada bulan September 2015. Untuk itu dihelatlah pameran seni rupa retrospeksi dengan tema “Layar Terkembang” yang dilangsungkan mulai 12-19 September 2015.

Kelahiran BBY bisa dikatakan serba kebetulan. Mungkin juga dalam perjalanannya apa yang dinamakan kebetulan itu terus terjadi. Keberadaan BBY dimulai dari adanya bangunan bekas Toko Buku Gramedia yang semula akan disewakan. Namun Rama GP. Sindhunata SJ yang kala itu masih berusia 31 tahun dan menjadi wartawan Kompas mengusulkan agar gedung itu bisa digunakan untuk gedung kesenian dan pameran. Usul yang didukung para seniman, budayawan, jurnalis, dan masyarakat ini disetujui oleh Jakob Oetama selaku pimpinan Kelompok Kompas Gramedia.

Usulan tersebut berangkat dari rasa keprihatinan yang terjadi di kalangan seniman terutama seniman yang digolongkan sebagai termajinalkan yang sepertinya kekurangan tempat untuk dapat mengekspresikan daya kreativitas dan gagasan mereka. Pada awal berdirinya BBY tersebut Jakob Oetama berpesan kepada para wartawan waktu itu agar jika nanti gedung pameran tersebut sudah terlaksana, maka apa yang dilihat pengunjung pameran yang jumlahnya seratus atau dua ratus orang dapat diapresiasi juga oleh ratusan ribu pembaca Kompas di seluruh Indonesia.

Sejak tahun 1982-1991 BBY menempati gedung di Jl. Jenderal Sudirman 56 Yogyakarta. Tahun 1993 BBY di Jl. Suroto 2 secara resmi dibuka. Mulai tahun 1990- 2000-an seni rupa modern berkembang dengan pesat. Seiring dengan hal itu banyak galeri baru bermunculan. BBY akhirnya mengambil kebijakan untuk fokus pada seni tradisi dan seniman modern yang berada di jalur konvensional. Namun bukan berarti BBY menolak seni kontemporer. Bahkan yang postmo sekalipun tidak ditolak oleh BBY.

Kesan lawasan (kuno) bagi BBY muncul karena cukup seringnya BBY menggelar pameran senirupa yang bertema demikian, sungguhpun kegiatan tersebut hanya merupakan 25 persen dari keseluruhan kegiatan yang dilaksanakan BBY. Kesan lawasan melekat pada BBY mungkin karena acara lawasan dari BBY dianggap unik atau jarang ditemui pada pameran di galeri-galeri seni rupa lain sehingga orang akan selalu mengingatnya. Untuk itu pameran Retrospeksi 33 Tahun Perjalanan Bentara Budaya Yogyakarta dengan tema Layar Terkembang ini juga menyuguhkan sekian banyak tema lawasan yang pernah dipamerkannya di masa lalu. Orang seperti digiring untuk bernostalgia. Digiring untuk retrospeksi.

Pameran lawasan menjadi salah satu pilihan penting dalam kegiatan BBY dengan suatu alasan bahwa seni lawasan jarang diperhatikan oleh pemerintah, bahkan oleh museum sekalipun. Kedua, dengan pameran lawasan ini BBY sekaligus telah membuat dokumentasi tentang seni lawasan. Hal demikian ternyata memilik banyak manfaat untuk studi lebih lanjut, perunutan sejarah, dan sebagainya. Dengan diangkatnya seni/benda lawasan, maka benda yang telah dilupakan kembali terbit dan bersinar sehingga generasi muda mendapatakan wawasan dan pengetahuan serta mengerti benang merah antara benda-benda kuno dengan yang modern. Di antaranya adalah bahwa munculnya flashdisk mungkin bisa dilacak dari adanya kaset, piringan hitam, floppydisk, dan sebagainya.

Munculnya Bentara Budaya Yogyakarta akhirnya juga menginspirasi bagi didirikannya bentara-bentara budaya yang lain seperti Bentara Budaya Jakarta (1986), Bentara Budaya Surakarta (2009), dan Bentara Budaya (2012). Istilah bentara sendiri berarti utusan. Sebagai utusan budaya, Bentara Budaya menampung dan mewakili wahana budaya bangsa dari berbagai kalangan, latar belakang, dan cakrawala yang mungkin berbeda.

Bentara Budaya berupaya menampilkan bentuk dan karya cipta budaya yang mungkin pernah mentradisi ataupun bentuk-bentuk kesenian massa yang pernah populer dan merakyat. Juga karya-karya baru yang seolah tak mendapat tempat dan tak layak tampil di sebuah gedung terhormat. Sebagai titik temu antara aspirasi yang pernah ada dengan aspirasi yang sedang tumbuh, untuk itu Bentara Budaya siap bekerja sama dengan siapa saja. Dengan tema Layar Terkembang, bahtera Bentara Budaya terus mengarungi samudera. Selamat berulang tahun !

Naskah dan foto: asartono

Para awak Bentara Budaya Yogyakarta berfoto bersama dengan para seniman, budaywan, jurnalis dalam pembukaan Pameran Retrospeksi Layar Terkembang, 33 Tahun Bentara Budaya Yogyakarta 1982-2015, difoto: Sabtu malam, 12 September 2015, foto: a.sartono Suasana pembukaan Pameran Retrospeksi Layar Terkembang, 33 Tahun Bentara Budaya Yogyakarta 1982-2015, difoto: Sabtu malam, 12 September 2015, foto: a.sartono Mooi Indie, salah satu pameran lawasan di BBY tentang keelokan Nusantara masa lalu, difoto: Sabtu malam, 12 September 2015, foto: a.sartono Wayang rumput karya Pak Gepuk, benda seni yang nyaris punah, difoto: Sabtu malam, 12 September 2015, foto: a.sartono Berburu Celeng, lukisan karya Djoko Pekik yang dikenal sebagai lukisan 1 milyar, berkibar dari Bentara Budaya Yogyakarta, difoto: Sabtu malam, 12 September 2015, foto: a.sartono Berita BUDAYA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 26-09-15

    Jika Pengin Mengenal

    Sebelum menjadi Monumen Pers Nasional, bangunan ini semula adalah Gedung Sasonosuko atau Sositet Mangkunegaran. Gedung ini didirikan oleh KGPAA... more »
  • 26-09-15

    Penampakan Benteng V

    Benteng Vredeburg dibangun pada zaman pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I atas permintaan pemerintah Belanda melalui Gubernur dan Direktur Pantai... more »
  • 26-09-15

    Naga Dina Selasa Leg

    Selasa Legi, 29 September 2015, kalender Jawa tanggal 15, bulan Besar, tahun 1948 Ehe, hari taliwangke, tidak baik untuk berbagai macam keperluan.... more »
  • 25-09-15

    Macapatan Malam Rabu

    Bagi paguyuban karawitan ‘amatiran’ yang ada di kampung-kampung, kesempatan berpentas merupakan saat yang menyenangkan, oleh karenanya mereka ingin... more »
  • 25-09-15

    Tempolong, Tempat Lu

    Selain sebagai tempat ludah, fungsi tempolong pada zaman dahulu juga sebagai tempat untuk peletakan atau tatakan kembar mayang. Kembar mayang adalah... more »
  • 25-09-15

    Mahasiswa/i ACICIS M

    Ketegangan segera tampak di wajah mereka. Tungku dengan bahan bakar kayu bisa dipastikan selalu menghasilkan kepulan asap yang mengganggu pandangan... more »
  • 23-09-15

    Masjid Pura Paku Ala

    Masjid Pura Paku Alam seluas 144 meter persegi, dengan 4 buah serambi seluas 438 meter persegi. Masjid ini berbentuk segi empat. Ruangan masjid hanya... more »
  • 23-09-15

    Mengenal Orang Jawa

    Masyarakat Jawa dianggap sebagai masyarakat yang penuh dengan sopan santun, ramah tamah, jarang berterus terang, sangat menjaga perasaan orang lain... more »
  • 22-09-15

    Siswa Singapore Inte

    Umumnya para peserta kegiatan budaya kali ini antusias belajar budaya. Seperti ketika mereka berlatih gamelan, banyak yang serius. Saking seriusnya,... more »
  • 22-09-15

    Lukisan Kaca Kontemp

    Media kaca dipilih Rina karena sangat menantang kreativitas. Selain itu, ada keunikan teknik di dalamnya. Lukisan kaca memiliki kesan puitik karena... more »