Keistimewaan Yogya Menuju Indonesia
Author:editorTembi / Date:30-12-2014 / Dalam diskusi ini, para pembicara melihat bahwa keistimewaan yang diributkan bukan hanya persoalan kesenian, lebih dari itu bagaimana kebudayaan dalam keistimewaan menuju Indonesia.
St Sunardi
Satu diskusi kebudayaan dengan tema ‘Mengelaborasi Substansi dan Peta Jalan Kebudayaan dalam Konteks Keistimewaan DIY’, diselenggarakan Swara Nusa Institute, Selasa 23 Desember 2014 di ruang diskusi Pusat Studi Asia Pasifik (PSAP) UGM di kompleks Bulaksumur, Yogyakarta. Narasumber diskusi adalah Prof.Dr. PM Laksono, kepala PSAP UGM, St Sunardi PhD, pengajar Universitas Sanata Dharma dan Dr.Fersijana Adeney-Rosakota, pengajar di Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta.
Dalam diskusi ini, para pembicara melihat bahwa keistimewaan yang diributkan bukan hanya persoalan kesenian, lebih dari itu bagaimana kebudayaan dalam keistimewaan menuju Indonesia.
“Tahta untuk rakyat yang kita kenal selama ini, dalam konteks keistimewaan, bukan hanya dipersempit dengan persoalan dana yang tidak seberapa besar, yang lebih penting dari itu membawa (kebudayaan) Yogya menuju Indonesia,” kata PM Laksono
St Sunardi melihat dari sisi yang lain. Untuk menghindarkan praktik budaya dari dominasi manajemen yang dingin, demikian kata Sunardi, kita perlu membangun paradigma pengembangan budaya di DIY. Paradigma tersebut bisa dibangun melalui tiga aspek dasar, historis, politis dan kontemporer.
Dijelaskan oleh Sunardi, karena dari segi historis keistimewaan erat kaitannya dengan kesejarahan termasuk dalam bidang budaya, dengan demikian bentuk-bentuk dan praktik-praktik budaya yang terkait dengan hal ini harus mendapatkan perhatian khusus.
Secara politis, kata Sunardi, keistimewaan merupakan hasil politis baik internal (DIY) maupun nasional. Maksdudnya, lanjut Sunardi, keistimewaan merupakan hasil dari proses saling pengakuan sehingga akhirnya menghasilkan bentuknya seperi sekarang ini.
“Saling pengakuan itu perlu juga dicerminkan lewat proses budaya, sehingga kebhinekaan bukan hanya diadopsi begitu saja dari masa lalu, melainkan juga dari dinamika masyarakat sekarang,” kata Sunardi.
PM Laksono
Dari sisi kotemporer, demikian Sunardi, konteks keistimewaan bidang budaya sebaiknya dengan konteks masyarakat sekarang yang sedang memandang masa lalu dan menatap masa depan.
“kebudayaan tidak lain dan tidak bukan adalah kisah manusia yang sedang menyejarah. Itulah yang saya sebut sebagai aspek kontemporer,” kata Sunardi.
Dari sisi yang lain, Sunardi juga melihat budaya sebagai obyek manajemen. Tiga jenis manajemen saling tarik ulur. Ketiga jenis manajemen itu ialah, manajemen berbasis masyarakat, manajemen berbasis perusahaan dan manajemen pemerintahan atau birokasi.
“Sekarang ini yang paling dominan manajemen perusahaan,” ujar Sunardi.
Dijelaskan oleh Sunardi, kemampuan manajemen perusahaan barangkali memang diperlukan untuk bidang-bidang yang lebih dekat dengan dunia komersial daripada kultural.
Dari apa yang disampaikan St.Sunardi, ada hal yang menarik ketika dia menyampaikan model berpikir konsentris. Model-model lingkaran konsentris ini membagi bidang-bidang seni ke dalam sejumlah lingkaran, dan lingkaran-lingkaran tersebut tersusun secara konsentris.
Lingkaran pusat, yang menjadi dasar terdiri dari sejumlah bidang seni yang mempunyai bobot kultural, seperti sastra, musik, seni pertunjukan dan seni rupa. Pada lingkaran kedua sudah mulai mendekati sifat komersial, tetapi tidak meninggalkan pusat lingkaran.
Suasana diskusi
“Kalau kita melihat film yang berada di lingkaran kedua, pasti tak ada menariknya jika film tersebut tak ada sastra di dalamnya, tak menyertakan musik, juga tak ada dramaturginya seperti dalam seni pertunjukan,’ kata Sunardi.
Dalam diskusi ini disepakati bahwa kita tidak boleh terjebak pada dana, yang lebih penting adalah bagaimana memaknai keistimewaan, yang dalam istilah terletak pada kata is, sehingga menyangkut danais, yang lebih dipentingkan is-nya.
“Sekarang ini, kita bisa melihat, bahwa yang istimewa adalah yang tidak menerima dana dari danais,” kata Sunardi sambil berkelakar.
Naskah dan foto: Ons Untoro
Berita budayaLatest News
- 30-12-14
Outbond SMKN 6 Yogya
Selama dua hari beturut-turut pada Senin-Selasa, 15-16 Desember 2014, siswa-siswi SMKN 6 Yogyakarta melaksanakan outbond di Tembi Rumah Budaya.... more » - 30-12-14
Keistimewaan Yogya M
Dalam diskusi ini, para pembicara melihat bahwa keistimewaan yang diributkan bukan hanya persoalan kesenian, lebih dari itu bagaimana kebudayaan... more » - 30-12-14
Numerology Tahun 201
Untuk tahun 2015 ini hasil penjumlahan angka = 8. Jika dikaitkan dengan peri kehidupan di bumi Nusantara ini, secara kosmologis angka 8 menjadi... more » - 29-12-14
Sega Bancakan dan Es
Sega Bancakan sangat kental bernuansa Jawa, dengan komponen utama sega abang (nasi merah), ayam kampung, kuah areh, yang dilengkapi dengan krupuk... more » - 29-12-14
Macapatan Malam Rabu
Saat melakukan perjalanan dari Jawa hingga sampai Negara Ngesam (daerah Suriah) Nabi Isa berhenti di suatu jalan. Di tempat tersebut Ia mendapatkan... more » - 29-12-14
Spirit dari Kedunggu
Ons Untoro, pegiat budaya dari Yogyakarta dan dikenal sebagai penyair yang aktif menulis puisi sejak akhir 1970-an diminta memberikan pidato... more » - 27-12-14
Menyimak Gending-gen
RM Palen Suwanda Nuryakusuma mulai menulis dan menyusungendhing-gendhing karawitan sejak berusia 23 tahun. Gendhing karya pertamanya adalah... more » - 27-12-14
Aneka Warangka Keris
Masyarakat Jawa yang kurang kenal dekat dengan dunia keris biasanya hanya tahu bahwa sarung keris namanya warangka. Padahal sebenarnya setiap bagian... more » - 27-12-14
Orang Sabtu Paing Ku
Orang Sabtu Paing kurang perhitungan atau kelewat berani, suka pamer, sombong dan panas hati, bergaya sok kaya, kurang rendah hati, jika bertengkar... more » - 26-12-14
Voice of Asmat, Perp
Pertunjukan musik akustik dibawakan sekelompok anak muda berbakat, yaitu Putri Soesilo, Aji Setyo, Dika Chasmala, dan Alwin. Mereka memadukan rasa... more »