Grobag Beralih Fungsi dari Alat Angkut Menjadi Media Promosi Wisata

Author:editorTembi / Date:10-09-2014 / Setidaknya di DIY, sudah ada 2 kabupaten yang mempromosikan grobag sebagai alat promosi pariwisata, dengan menggelar festival grobag, yaitu Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Grobag di sini lebih berperanan sebagai media promosi wisata bukan sebagai alat angkut barang.

Alat Angkut Tradisional di Jalan Adisucipto Solo, sumber foto: www.sragenpos.com
Grobag ditarik kuda untuk mengangkut batu bata

Masyarakat Jawa dahulu menyebutnya dengan istilah grobag. Saat ini kata tersebut telah mengalami perubahan, dan lebih sering dituliskan menjadi “grobak” atau “gerobak”. Dalam bahasa Indonesia, disebut dengan pedati. Sementara, istilah grobag ternyata juga pernah ditulis dalam Kamus Jawa bernama “Baoesastra Djawa” tahun 1939 karangan WJS Poerwadarminta. Dalam kamus tersebut pada halaman 165 dijelaskan bahwa grobag, mempunyai salah satu arti, yaitu alat angkut menggunakan 2 roda ditarik orang atau hewan (sapi, kerbau, atau lainnya) yang digunakan untuk mengangkut barang.

Festival Grobag Sapi Bantul Ekspo 2014, sumber foto: Suwandi/Tembi
Grobag-Grobag model baru untuk promosi pariwisata

Dalam perkembangannya, alat angkut grobag terus mengalami perubahan fisik. Artinya, tidak hanya pedati yang dilengkapi dengan roda dan penarik saja, tetapi juga dilengkapi dengan penyekat dinding bambu di kanan kiri dan atap peneduh. Dinding bambu dan peneduh atap pun tidak sekedar polos, tetapi juga dicat dengan warna-warni.

Pada masa penjajahan kolonial, ketika sistem tanam paksa diterapkan oleh Belanda di tahun 1830-an, grobag termasuk salah satu alat angkut tradisional yang vital dan sangat sering digunakan oleh masyarakat Jawa untuk mengangkut komoditas perkebunan yang dikehendaki oleh Belanda, seperti tebu, padi, palawija, kapas, cengkih, karet, jati, dan lainnya. Ketika itu grobag sebagai alat angkut utama bagi masyarakat.

Grobag terus digunakan oleh masyarakat Jawa untuk mengangkut barang hingga zaman revolusi perjuangan. Bahkan tidak jarang, grobag difungsikan sebagai alat angkut untuk menyelundupkan komoditas yang diperlukan oleh para pejuang Indonesia. Sehingga grobag termasuk alat angkut yang mempunyai peranan penting dalam perjuangan bangsa Indonesia.

Festival Grobag Sapi Bantul Ekspo 2014, sumber foto: Suwandi/Tembi
Grobag-grobag mengangkut finalis Miss Bantul

Hingga pada masa kini, di mana era alat angkut atau transportasi sudah mengalami perkembangan yang pesat, grobag masih dipakai oleh sebagian kelompok masyarakat Jawa untuk mengangkut barang. Misalkan, di daerah Solo, grobag masih dipakai untuk mengangkut bata bata merah. Di berbagai pelosok desa di Jawa, masih dijumpai sebagian kecil petani menggunakan grobag untuk mengangkut komoditas pertanian, seperti gabah, rumput, atau lainnya.

Namun di sisi lain, oleh sekelompok masyarakat Jawa pula, saat ini grobag lebih difungsikan sebagai alat promosi pariwisata. Setidaknya di DIY, sudah ada 2 kabupaten yang mempromosikan grobag sebagai alat promosi pariwisata, dengan menggelar festival grobag, yaitu Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Grobag di sini lebih berperanan sebagai media promosi wisata bukan sebagai alat angkut barang.

Kabupaten Sleman, setidaknya sudah beberapa kali mengadakan festival grobag rutin setiap tahun. Sementara Kabupaten Bantul baru menyelenggarakan festival grobag pertama kali, yakni saat gelar Bantul Ekspo 2014, pada 15—25 Agustus lalu. Ada lebih dari 25 grobag yang mengikuti festival grobag. Uniknya, grobag-grobag itu untuk mengangkut orang, yaitu para finalis Miss Bantul. Selain itu, bentuk-bentuk grobag itu juga ukurannya lebih kecil jika dibandingkan dengan grobag lawas, dan desainnya sangat menarik.

Festival Grobag Sapi Bantul Ekspo 2014, sumber foto: Suwandi/Tembi
Grobag dalam acara Bantul Ekspo 2014

Pada festival grobag dalam Bantul Ekspo 2014 itu, menempuh rute dari Lapangan Trirenggo Bantul sampai Pasar Seni Gabusan, tempat digelarnya Ekspo Bantul 2014. Selain itu, pada even Bantul Ekspo tersebut juga diciptakan klonthong raksasa berukuran 1 meter x 1 meter yang kemudian masuk rekor MURI sebagai klonthong terbesar di Indonesia. Klonthong raksasa itu dibuat oleh perajin Suadmaji. Klonthong biasanya kita kenal sebagai kalung sapi atau kerbau untuk penarik grobag. Dinamakan klonthong, karena bunyinya klonthong-klonthong.

Naskah dan foto: Suwandi

Berita budaya

Latest News

  • 12-09-14

    Hj Sri Surya Widati

    Selesai meluncurkan antologi puisi, Hj Sri Surya Widati membacakan satu puisi pendek karya Joko Piunrbo berjudul ‘Parangtritis’ sambil diiringi musik... more »
  • 12-09-14

    Denmas Bekel 12 Sept

    more »
  • 12-09-14

    Malam Ini Pentas Way

    Pada Jumat 12 September 2014 pukul 20.00, Paguyuban Dalang Muda Sukra Kasih dan Tembi Rumah Budaya kembali menggelar pementasan wayang kulit semalam... more »
  • 11-09-14

    Symphonic Tales Of I

    Album ini menjadi unik karena lagu-lagu daerah tersebut dimainkan bersama Orchester der Kuturen Germany dan vokal dari Tompi. Tercatat ada 10 buah... more »
  • 11-09-14

    Fombi bersama Duo Ba

    Duo Bajo kembali berbagi obrolan musikal melalui idiom musik Nusantara melalui medley lagu daerah. Mereka sangat pandai membungkus lagu suwe ora jamu... more »
  • 11-09-14

    Kali Ini Spesial Par

    Tumisan ini juga sehat mengingat jipang atau labu siam memiliki khasiat menyehatkan jantung dan pembuluh darah, menetralkan racun dalam darah,... more »
  • 10-09-14

    Malam ini di Tembi M

    Sastra Bulan Purnama yang diselenggarakan Tembi Rumah Budayasudah memasuki usia 3 tahun atau edisi 36. Pada edisi ini, yang akan diselenggarakan... more »
  • 10-09-14

    Grobag Beralih Fungs

    Setidaknya di DIY, sudah ada 2 kabupaten yang mempromosikan grobag sebagai alat promosi pariwisata, dengan menggelar festival grobag, yaitu Kabupaten... more »
  • 10-09-14

    Wisata Karyawan Temb

    Bergembira bersama di luar kompleks Tembi bersama seluruh karyawan dan keluarga tentu merupakan kesempatan yang langka. Untuk itu, kesempatan semacam... more »
  • 10-09-14

    Perang Kolonial Bela

    Judul : Perang Kolonial Belanda di Aceh. The Dutch Colonial War in Acheh  Penulis : Teuku Ibrahim Alfian, dkk (editor)  Penerbit :... more »