Lagu Puisi dari Untung Basuki di Tembi

Author:editortembi / Date:25-04-2014 / Di Yogya, Untung memang dikenal sebagai seniman yang konsisten dengan lagu puisi. Sudah 40-an tahun ia bergulat dengan lagu puisi. Selain dikenal sebagai pelantun lagu puisi, Untung dikenal sebagai aktor teater dari Bengkel Teater.

Untung Basuki bersama seorang penyanyi dan seorang pemain gitar tempil melagukan puisi karya penyair muda dalam acara Sastra Bulan Purnama di Amphytheater Tembi Rumah Budaya, foto: Totok Barata
Untung Basuki dan kelompoknya

Untung Basuki kembali mengalunkan lagu puisi. Kali ini ia melengkapi penampilan lima penyair dalam Sastra Bulan Purnama edisi ke-31, yang diselenggarakan Rabu, 16 April 2014 di Amphytheater  Tembi Rumah Budaya. Untung tampil ditemani satu orang penyanyi wanita dan seorang pemain gitar.

Pada penampilan ini, Untung Basuki membawakan puisi dari beberapa penyair, dua diantaranya penyair muda yang telah tiada, ialah Angger Jati Wijaya dan Hari Leo.

Penampilan Untung Basuki, yang membawakan 4 lagu puisi, diletakkan di tengah, setelah tiga penyair tampil membacakan puisi karyanya. Penampilan untung selain sebagai jeda, sekaligus untuk menghadirkan suasana agar tidak monoton.

Melihat gitar yang dimainkan oleh Untung Basuki, bisa dipastikan bahwa gitar itu sudah cukup lama. Terlihat warna gitarnya juga sudah ‘berubah’. Gitar tersebut oleh Untung Basuki dibawa kemana-mana. Ya, memang gitar yang sudah tua.

Di Yogya, Untung memang dikenal sebagai seniman yang konsisten dengan lagu puisi. Sudah 40-an tahun ia bergulat dengan lagu puisi. Selain dikenal sebagai pelantun lagu puisi, Untung dikenal sebagai aktor teater dari Bengkel Teater. Sejak Bengkel Teater pimpinan Rendra masih mangkal di Kampung Ketanggungan, Yogyakarta, Untung Basuki sudah aktif di situ, dan ketika Bengkel Teater di Jakarta, Untung juga berada di Jakarta.

Selain ikut Bengkel Teater, Untung Basuki juga aktif di Sanggarbambu, yang didirikan pada 1 April 1959. Di sanggar ini berhimpun banyak seniman, perupa, teaterawan, sastrawan-penyair dan pemerhati budaya. Melalui Sanggarbambu inilah, lagu puisi Untung Basuki dikenal luas di kalangan seniman di Yogyakarta.

Pada pertengahan tahun 1970-an, Untung Basuki bersama Sanggarbambu membuat pementasan teater, yang diberi label drama dan lagu dengan judul ‘Di Luar Rumah’. Dalam pertunjukan ini satu kisah drama dipadu dengan lagu-lagu puisi, yang digarap oleh Untung Basuki.

Pada Sastra Bulan Purnama edisi ke-31, sebelum closing, Untung Basuki kembali tampil, membawakan lagu puisi legendaris yang sudah sejak tahun 1970-an ia nyanyikan. Oleh para penyair Yogya khususnya, dan seniman umumnya, lagu-lagu tersebut dikenal.

Untung Basuki bersama Uni Yuta menyanyikan lagu-lagu legendaris dalam acara Sastra Bulan Purnama di Amphytheter Tembi Rumah Budaya, foto: Totok Barata
Untung Basuki dan Uni Yuta

Seorang penyanyi, yang pada 30-an tahun yang lalu ikut menyanyikan lagu-lagu puisi Untung Basuki, yang hadir dalam acara Sastra Bulan Purnama dan ikut membacakan puisi karya Dwi Ningsih, Uni Yuta namanya, diminta untuk menyanyikan lagu-lagu puisi bersama Untung Basuki.

“Waduh, sudah banyak yang lupa syair lagunya, karena sudah 30-an tahun yang lalu, ketika saya masih muda belia ikut mas Untung, tetapi mudah-mudahan masih ada sisa ingatan akan lagu-lagu itu,” kata Uni Yuta sambil berdiri di samping Untung Basuki,

Maka mengalunlah beberapa lagu, yang dinyanyikan duet Untung Basuki dan Uni Yuta, seperti lagu berjudul ‘Gadis Manisku’, “Kususuri Sungai’ dan beberapa judul lagu puisi lainnya. Lagu-lagu yang dinyanyikan itu, pada tahun 1970-an sampai 1990-an, seringkali dinyanyikan dalam acara-acara bersama dengan seniman.

Lagu-lagu itu masih terus dinyanyikan Untung Basuki, sembari mengajak anak-anak muda untuk ikut tampil ‘menggantikan’ para penyanyi, salah satunya Uni Yuta, yang sudah tidak lagi aktif.

Bagi Untung Basuki, lagu puisi tak ada habisnya.

Nonton yuk ..!

Ons Untoro 
Foto: Totok Barata

Bale Karya Pertunjukan Seni

Latest News

  • 30-04-14

    Surabaya di Akhir Ta

    Judul : Surabaya di Akhir Tahun 1945  Penulis : H. Mohammad Moestadji, BA  Penerbit : CV. Agung Karya Perkasa, 2003, Yogyakarta... more »
  • 30-04-14

    Awas! Selfie Bisa Se

    Namun, wabah selfie tersebut membawa efek yang kurang baik, jika dilakukan secara berlebihan. Tercatat di beberapa negara di dunia, termasuk... more »
  • 30-04-14

    Antidot dari SMA Neg

    Pameran tersebut juga dimaksudkan untuk ajang belajar saling bersosialisasi dan berorganisasi. Tema Antidot diangkat dengan alasan untuk mencari... more »
  • 29-04-14

    Dinding, Ingatan dan

    Empat orang arsitek yakni Aditya Novali, Eko Prawoto, Iswanto Hartoni dan Titin Yulia, merespon dinding sebagai basis karyanya, yang dipamerkan pada... more »
  • 29-04-14

    Langgar Duwur Jagala

    Langgar duwur bisa diartikan sebagai surau yang berada di bangunan atas rumah. Bentuknya seperti bangunan yang ditempelkan pada bangunan induk (rumah... more »
  • 29-04-14

    Ora Polo Ora Uteg

    Peribahasa ini sebenarnya terkesan kasar. Umumnya peribahasa ini hanya digunakan terhadap orang yang sudah tidak bisa diberi nasihat, karena orang... more »
  • 28-04-14

    Brieven, Kotak Surat

    Gedung atau bangunan zaman Belanda memang pada umumnya mempunyai kotak surat macam itu. Pada perkembangan zaman selanjutnya, kotak surat-surat tak... more »
  • 28-04-14

    Balasrewu Dipenuhi N

    Ada dua hal yang menyebabkan seorang ksatria titisan Dewa Wisnu dan titisan Dewa Darma berubah menjadi Balasrewu, yaitu karena marah besar dan atau... more »
  • 28-04-14

    Pameran Karya Syahna

    Bagi Syahnagra kesenian adalah kemerdekaan, kebahagiaan, kebebasan/kemerdekaan, dan keindahan. Idealisme berkesenian baginya demikian penting karena... more »
  • 28-04-14

    Mahasiswa Australia

    Ketika mereka masuk ke pasar tradisional berlantai tanah dengan atap lapak berupa seng dan aneka kain yang letaknya relatif rendah terpaksalah mereka... more »