Dalang Muda Mainkan Wayang Golek, yang Jarang Dipentaskan di Jawa
Author:editorTembi / Date:28-06-2014 / Malam itu Ki Gondo Suharno, yang sekaligus menjadi ketua Sukra Kasih, mementaskan lakon “Jayengrana Kalajaya”. Iringan gending dengan syair-syair Islami menegaskan nuansa wayang bersyiar Islam.
Dewi Muninggar dan Jayengrana dalam adegan gandrung/percintaan
Tidak seperti biasanya, Kamis malam, 19 Juni 2014, kelompok dalang muda Sukra Kasih mementaskan wayang golek, bukan wayang kulit, di Pendapa Yudanegaran, Tembi Rumah Budaya. Hal ini memang disengaja sebagai bentuk variasi sekaligus menunjukkan potensi dalang muda Yogyakarta yang tidak hanya piawai dalam pementasan wayang kulit. Malam itu Ki Gondo Suharno SSn, yang sekaligus menjadi ketua Sukra Kasih mementaskan lakon “Jayengrana Kalajaya”.
Latar pementasan wayang golek di Pendapa Yudanegaran malam itu kelihatan berbeda. Pada saka guru terpasang layar yang bisa digulung dan dibentang seperti layar pada tonil ketoprak. Sementara di sisi depan dalang langsung menghadap penonton (sekalipun sosok tubuh dalang dibuat tidak kelihatan dari tempat duduk penonton karena diberi tabir). Latar yang menjadi kelengkapan pementasan ini kelihatan menjadi integral dengan keseluruhan isi cerita dan tuntutan pagelaran yang padu.
Adegan perang Jayengrana membanting raja Kuparman
Layar di sisi belakang yang juga berfungsi sebagai kelir memunculkan adegan bayang-bayang untuk menguatkan isi cerita yang dimainkan dalang. Sekaligus menambah kesan artistik dan kembara imajinasi penonton. Selain itu, layar ini juga bisa dengan segera berubah fungsi menjadi setting lain (pemandangan, gunung, dan sebagainya).
Keterampilan memainkan boneka atau golek wayang tampak demikian dikuasai Ki Gondo Suharno. Ia memainkan gerak-gerak goleknya berupa adegan bantingan, lontaran, sirkelan atau sapuan kaki, naik kuda, menari, dan sebagainya, terlihat hidup. Lebih-lebih dengan pengisian suara yang pas sesuai karakter tokohnya. Penonton pun terpikat.
Manajemen pengadeganan yang cukup rapi sehingga tidak terkesan bertele-tele dan membuang waktu menunjukkan bagaimana sang dalang cukup cermat mengatur sebuah pementasan berdurasi semalam suntuk itu. Demikian pun iringan gending dengan syair-syair Islami menegaskan nuansa wayang bersyiar Islam.
Adegan perang dengan menggunakan senjata oleh para pengikut raja
Lakon “Jayengrana Kalajaya” mengambil cerita menak (Serat Menak) yang ditengarai disadur dari kitab kepustakaan Persia, Qissai Emir Hamza yang diperkirakan disusun pada abad ke-8 Masehi. Lakon ini mengisahkan Wong Agung Jayengrana (Amir Ambyah/Amir Hamzah) yang menaklukkan banyak negara di tanah Arab serta menyebarkan agama Islam di wilayah itu. Negara-negara yang ditaklukkan Jayengrana di antaranya adalah negara Medayin yang memerintahkan pembunuhan bayi laki-laki yang diramalkan akan menyamai atau menyaingi raja Medayin, Prabu Nusirwan.
Dalam perjalanan hidupnya, Wong Agung Jayengrana selalu didampingi oleh Umar Maya (Omar bin Umayah), dan Jiweng (siji dieweng-eweng/satu dibawa kesana-kemari) dan kemudian memperoleh banyak pengikut, seperti Umar Madi, Harya Maktal. Selain menaklukkan Medayin, ketiganya bekerja sama menaklukkan negara-negara kafir lain seperti Ngalbari, Kohkarib, Kobarsi, Yahman, Kebar, dan lain-lain.
Model simpingan (penataan wayang untuk pementasan) wayang golek
Setelah dapat menaklukkan Medayin dan menyunting putri dari Prabu Nusirwan yang bernama Dewi Muninggar, maka Jayengrana kemudian mendapat mandat untuk memimpin Medayin. Dari sinilah Jayengrana semakin memperluas syiar Islam. Ada cukup banyak halangan untuk itu, termasuk halangan dari Patih Bestak (patih Medayin) namun Jayengrana dapat mengatasinya. Oleh karena keberhasilan dan kejayaannya maka ia diberi gelar Wong Agung Jayengrana/Wong Agung Menak/Sultan Sayidina Ambyah.
Nonton yuk ..!
A. Sartono
Foto: A. Barata
Latest News
- 01-07-14
Kapi Kingkin, Seekor
Yuyu Kingkin merupakan ‘anak pujan’ dari Batara Rekatatama dan dititipkan kepada Sugriwa, raja kera kerajaan Goa Kiskenda. Sebelumnya ia tidak... more » - 01-07-14
Sastra Ambyar dalam
Suara saling saut terdengar mengomentari pembacaan puisi, bahkan pembaca bisa ikut komentar menimpali. Kisah sastra ambyar ini menjadi terasa unik,... more » - 01-07-14
Pameran Teks dan Fot
Pameran itu dilaksanakan untuk memperingati kemerdekaan RI yang ke-69. Materi pameran diambil dari beberapa penerbitan seperti Harian Merdeka yang... more » - 30-06-14
Batik Kontemporer. T
Judul : Batik Kontemporer. Teknik Batik sebagai Media Transformasi Budaya Penulis : Lucky Wijayanti, Benny Gratha Penerbit :... more » - 30-06-14
Sekolah Gajahwong, S
Orangtua siswa sebagian besar berprofesi pemulung dan buruh. Menurut koordinator pendidikan Sekolah Gajahwong, Faiz Fakhrudin, sekolah ini didirikan... more » - 30-06-14
Rekaman Video Tsunam
Selain koleksi film tsunami Aceh, Museum Penerangan Jakarta juga memamerkan koleksi unik, berupa mesin ketik manual beraksara Jawa. Mesin ketik ini... more » - 30-06-14
Denmas Bekel 30 Juni
more » - 28-06-14
Hari Keberuntungan O
Dewa yang menaungi Wuku Kuruwelut adalah Batara Wisnu yang menggambarkan terang pandangannya serta berwawasan luas dan bijaksana. Orang Kuruwelut... more » - 28-06-14
Sajian Spesial Menu
Paket menu ketiga dinamakan Takjil Kurma Ramadan, yang punya variasi isi lebih banyak. Paket ini berisi satu mangkuk jenang monte, dua butir kurma,... more » - 28-06-14
Mas Cebolang Kaget I
Setelah mengenal lebih dekat dengan para wanita yang ditinggal para lelakinya, Mas Cebolang ingin mengetahui seperti apa kehidupan para lelaki yang... more »