Patung Prajurit Patangpuluh Sebagai Penanda Kampung Patangpuluhan

Author:editorTembi / Date:07-06-2014 / Kesatuan/bregada prajurit ini mula-mula dibentuk pada zaman pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I (1755-1792). Jumlah personilnya 40 orang. Oleh karenanya diberi nama prajurit Patangpuluh. Ciri khas dari nama prajurit ini selalu disertai kata himo (awan/kabut).

Patung Prajurit Patangpuluh dalam formasi membawa tombak, difoto: Selasa, 3 Juni 2014, foto: a.sartono
Patung prajurit Patangpuluh dengan senjata tombak

Ada banyak kampung di Kota Yogyakarta yang asal muasalnya dari toponim. Baik toponim itu menyangkut pekerjaan atau profesi maupun yang berasal nama orang ataupun gelar. Beberapa nama kampung tersebut berasal dari nama kesatuan-kesatuan prajurit keraton Kasultanan Yogyakarta di masa lalu.

Nama-nama kampung tersebut di antaranya adalah Bugisan, Patangpuluhan, Ketanggungan, Wirobrajan, Daengan, Nyutran, Prawirotaman, Surakarsan, Mantrijeron, Jagakaryan, dan sebagainya. Di sebagian dari kampung-kampung itu dipasang patung atau arca prajurit sesuai dengan nama kampungnya. Hal ini merupakan wujud kebanggaan warga kampung pada identitas kampung mereka yang bersejarah.

Kampung Patangpuluhan bahkan secara lebih spesifik memasang dua buah patung di sebuah perempatan besar di wilayahnya. Satu patung diletakkan di sisi timur selatan perempatan. Sedangkan satu patung lainnya diletakkan di sisi barat-selatan perempatan. Selain itu ada patung serupa yang diletakkan di dekat Pasar Legi. Patung yang dibuat seukuran manusia biasa atau seukuran prajurit sesungguhnya itu juga dilengkapi teks di bagian bawah atau asana dari patung tersebut.

Teks tersebut menjadi penjelas tentang apa dan siapa sesungguhnya prajurit Patangpuluh itu. Dalam teks disebutkan bahwa prajurit Patangpuluh memiliki senjata (tombak) sebagai identitas kesatuannya yang disebut Tombak Kanjeng Kyai Trisula.

Patung Prajurit Patangpuluh dalam formasi membawa tombak, difoto: Selasa, 3 Juni 2014, foto: a.sartono
Patung prajurit Patangpuluh dengan senjata senapan

Kesatuan ini juga dilengkapi dengan bendera yang dinamakan Cakragora yang dalam bahasa Sansekerta dapat diartikan sebagai senjata berbentuk roda bergerigi yang sangat dahsyat. Sedangkan alat musik yang digunakan oleh kesatuan ini adalah terompet, seruling, dan tambur (genderang).

Kesatuan ini mempunyai lagu mars yang disebut Bulu-bulu sebagai iringan untuk langkah cepat dan gembira. Sedangkan senjata yang digunakan oleh prajurit ini adalah senapan dan tombak di samping tentu saja, keris yang merupakan senjata yang tidak pernah ditinggalkan oleh prajurit Jawa.

Patung Prajurit Patangpuluh dalam formasi membawa tombak, difoto: Selasa, 3 Juni 2014, foto: a.sartono
Dipasang di pinggir perempatan Patangpuluhan Yogyakarta

Sedangkan seragam dari prajurit Patangpuluh adalah topi Pacul Gowang (Songkok), destar Wulung, sikepan Luwik Kemiri, rompi merah, lontong merah, celana atas merah bawah putih, kaus kaki hitam, sepatu lars hitam.

Kesatuan/bregada prajurit ini mula-mula dibentuk pada zaman pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I (1755-1792). Jumlah personilnya 40 orang. Oleh karenanya diberi nama prajurit Patangpuluh. Ciri khas dari nama prajurit ini selalu disertai kata himo (awan/kabut).

Dalam perkembangannya jumlah 40 orang tidak lagi menjadi jumlah baku. Hal ini terbukti dengan adanya 4 orang perwira berpangkat Panji Parentah (2 orang) dan Panji Andhahan (2 orang), 8 orang bintara berpangkat sersan, dan 72 orang prajurit pembawa tombak dan senjata api (senapan), serta satu orang pembawa bendera.

Ke Yogya yuk ..!

Naskah dan foto: A. Sartono
 

Yogyakarta Yogyamu

Latest News

  • 26-12-14

    Voice of Asmat, Perp

    Pertunjukan musik akustik dibawakan sekelompok anak muda berbakat, yaitu Putri Soesilo, Aji Setyo, Dika Chasmala, dan Alwin. Mereka memadukan rasa... more »
  • 26-12-14

    Puntadewa Masuk Nera

    Puntadewa tersentak hatinya. Ia tidak dapat membayangkan betapa sakit dan sengsara keempat adiknya. Tanpa berpikir panjang, Puntadewa bergegas... more »
  • 24-12-14

    Rumah Kebangsaan. Da

    KRT Jayadipura adalah salah satu tokoh gerakan kebangsaan. Karena itu, tidak heran apabila dalem Jayadipuran sering dipakai untuk pertemuan atau... more »
  • 24-12-14

    Cuplikan dari Festiv

    Kirab atau pawai ini merupakan awal atau pembukaan Festival Seni Budaya Klasik yang diselenggarakan oleh Pura Paku Alaman pada tanggal 17-20 Desember... more »
  • 23-12-14

    Gladhen Tembang Maca

    Pada Gladhen 22 ini tembang yang dipakai untuk belajar adalah tembang Asmarandana yang dilagukan dengan notasi Slobok. Sedangkan teks tembang,... more »
  • 23-12-14

    Pembacaan Puisi untu

    Jalan menuju Desa Kedunggubah sedikit terjal, dan terasa agak terpencil, jauh dari pusat kota. Jalann menuju desa bukan hanya berlubang, tetapi juga... more »
  • 23-12-14

    Pameran Tunggal Visu

    Bulan Desember 2014 ini Ong ditantang untuk berpameran tunggal oleh Bentara Budaya Yogyakarta, yang sempat membuat dirinya ragu-ragu, antara meng-iya... more »
  • 22-12-14

    Ini Buku Akutansi Za

    Perpustakaan Tembi, yang terbuka untuk umum, menyimpan buku kuno ini yang berisi tentang pengantar ilmu dagang. Istilah sekarang akuntansi. Buku... more »
  • 22-12-14

    “Kecubung Pengasihan

    Perkumpulan Seni Nusantara Baca (PSBN) menggarap cerpen karya Danarto itu menjadi sebuah pertujukan, yang memadukan antara musik, alunan dan... more »
  • 22-12-14

    Tangis Gandrik dalam

    Lakon Tangis yang merupakan naskah karya almarhum Heru Kesawa Murti yang berjudul Tangis, memang menyuguhkan kritik sosial tentang pusaran tipu-tipu... more »