Siswi ACICIS Masak Gulai Ikan
Author:editorTembi / Date:24-09-2014 / Ketika mereka memasak dengan tungku, gerabah dan bahan bakar kayu bakar tampak raut wajah kekhawatiran yang dalam pada mereka. Tampak mereka takut pada suhu panas yang keluar dari dandang atau tempat mengukus.
Acara memasak apalagi masakan asing ternyata cukup mendebarkan
Sebanyak 18 siswa ACICIS (Australian Consortium for ‘In Country’ Indonesia Studies) plus pendamping pada Minggu, 21 September 2014 kembali mengikuti paket budaya di Tembi Rumah Budaya. Ada pun paket yang mereka pilih adalah ontheling, memasak carang gesing dengan tungku, belanja ke pasar tradisional dan memasak gulai ikan.
Sebelum melakukan kegiatan mereka diterima di Pendapa Yudanegaran, Tembi Rumah Budaya. Di tempat inilah mereka diberi pengarahan agar dalam mengikuti program tersebut di atas dapat berjalan lancar. Di pendapa itu pula mereka diuji oleh pendamping untuk menerjemahkan nama-nama bahan dan bumbu yang akan digunakan untuk memasak. Terpaksalah mereka browsing ke Mbah Google dulu.
Ternyata tidak mudah membungkus dengan daun pisang
Ontheling menjelajahi dusun di seputaran Kelurahan Timbulharjo tampaknya membuat mereka senang. Seperti biasa, orang-orang dusun menyambut dan menyapa mereka dengan senyum lebar Tidak jarang anak-anak menyapa mereka, “Mister-mister, halo, selamat pagi. Good morning.” Sapaan ini mereka sambut pula dengan gembira. Lambaian tangan dari penduduk yang dilewati rute ontheling membuat rombongan ACICIS yang mengikuti paket budaya di Tembi ini seperti mendapatkan penerimaan atau sambutan yang demikian tulus. Tidak saja dari karyawan Tembi, namun juga seluruh warga Timbulharjo, Kecamatan Sewon.
Rasa nyaman dan aman menjadi sangat penting dalam dunia wisata semacam itu. Yogyakarta telah memiliki modal dasar untuk itu. Keramahan, ketulusan, penerimaan terhadap kehadiran orang lain (asing) sejauh tidak menimbulkan gangguan, kerusakan, dan kerugian tidak pernah menjadi persoalan. Hal ini sesungguhnya juga menjadi watak dasar suku-suku bangsa di Nusantara, termasuk Jawa.
Bersuka ria bersama dalam ontheling
“Wah, wah, Landane teka maneh. Sing saiki cilik-cilik. Iki saka Ostrali (Australia) pa Mas ?” (Wah, wah, bulenya datang lagi. Yang sekarang kecil-kecil (remaja). Ini dari Australia lagi apa Mas ?” Sambut pedagang pasar tradisional Pasar Kepek, Timbulharjo, Sewon, Bantul begitu mereka melihat kedatangan rombongan ACICIS yang akan belanja di tempat itu.
Transaksi pun segera terjadi dengan segala kekikukannya mengingat siswa-siswi ACICIS memang belum fasih berbahasa Indonesia. Sementara pedagang di pasar tradisional yang mayoritas merupakan wanita paruh baya ke atas juga tidak mampu berbahasa Inggris.
“Sakarepmu Nok, aku ora mudheng basamu. Pokoke regane buah iki rong ewu. Kowe dha muni apa sakarepmu. Pokoke rong ewu !” (Sekehendakmulah, neng, aku tidak mengerti bahasamu. Pokoknya harga buah ini dua ribu. Kamu pada bicara apa terserah. Pokoknya dua ribu !”)
Demikianlah beberapa penggal dialog antara pedagang pasar tradisional dan siswa-siswi ACICIS. Sekalipun dengan bahasa isyarat toh akhirnya transaksi juga terjadi. Kesalahan yang beberapa kali terjadi antara rombongan ACICIS tahun 2014 dan tahun-tahun sebelumnya adalah persoalan buah kelapa. Mereka tampak masih kesulitan membedakan buah kelapa muda yang disantap sebagai buah dan buah kelapa tua yang digunakan untuk bumbu dapur. Mereka menganggap semuanya sama saja.
Seribu boleh ?” tanya siswi ACICIS di Pasar Kepek
Ketika mereka memasak dengan tungku, gerabah dan bahan bakar kayu bakar tampak raut wajah kekhawatiran yang dalam pada mereka. Tampak mereka takut pada suhu panas yang keluar dari dandang atau tempat mengukus. Mereka juga tampak agak ngeri dengan kepulan asap yang ditimbulkan oleh proses pembakaran kayu bakar untuk memanasi masakan.
Mereka juga bingung sekaligus penasaran ketika harus mencicip gulai ikan yang mereka olah. Mereka tidak tahu bagaimana rasa gule ikan yang pas. Semua kebingungan itu bukan halangan bagi mereka untuk mengerti dan memahami. Justru semuanya itu menantang mereka untuk menaklukkan dan melaluinya dengan gembira. Paket budaya yang diselenggarakan Tembimemang dibuat untuk melayani dan menyenangkan tamu. Mengajak mereka belajar bersama sambil bermain dan bersenang-senang.
Naskah dan foto: A. Sartono
KunjunganLatest News
- 24-12-14
Rumah Kebangsaan. Da
KRT Jayadipura adalah salah satu tokoh gerakan kebangsaan. Karena itu, tidak heran apabila dalem Jayadipuran sering dipakai untuk pertemuan atau... more » - 24-12-14
Cuplikan dari Festiv
Kirab atau pawai ini merupakan awal atau pembukaan Festival Seni Budaya Klasik yang diselenggarakan oleh Pura Paku Alaman pada tanggal 17-20 Desember... more » - 23-12-14
Gladhen Tembang Maca
Pada Gladhen 22 ini tembang yang dipakai untuk belajar adalah tembang Asmarandana yang dilagukan dengan notasi Slobok. Sedangkan teks tembang,... more » - 23-12-14
Pembacaan Puisi untu
Jalan menuju Desa Kedunggubah sedikit terjal, dan terasa agak terpencil, jauh dari pusat kota. Jalann menuju desa bukan hanya berlubang, tetapi juga... more » - 23-12-14
Pameran Tunggal Visu
Bulan Desember 2014 ini Ong ditantang untuk berpameran tunggal oleh Bentara Budaya Yogyakarta, yang sempat membuat dirinya ragu-ragu, antara meng-iya... more » - 22-12-14
Ini Buku Akutansi Za
Perpustakaan Tembi, yang terbuka untuk umum, menyimpan buku kuno ini yang berisi tentang pengantar ilmu dagang. Istilah sekarang akuntansi. Buku... more » - 22-12-14
“Kecubung Pengasihan
Perkumpulan Seni Nusantara Baca (PSBN) menggarap cerpen karya Danarto itu menjadi sebuah pertujukan, yang memadukan antara musik, alunan dan... more » - 22-12-14
Tangis Gandrik dalam
Lakon Tangis yang merupakan naskah karya almarhum Heru Kesawa Murti yang berjudul Tangis, memang menyuguhkan kritik sosial tentang pusaran tipu-tipu... more » - 20-12-14
Denmas Bekel 20 Dese
more » - 20-12-14
Sothil, Teman Setia
Sothil sendiri dalam proses menggoreng berfungsi untuk membolak-balik lauk yang digoreng agak matangnya merata dan tentu saja agar tidak gosong.... more »