ROTI KOLMBENG RIWAYATMU KINI
Orang Jawa sering sulit membedakan antara kue dan roti. Makanan yang terbuat dari tepung terigu atau sejenisnya yang proses pembuatannya dengan cara dioven, dikukus, dipanggang, bahkan digoreng sering dinamakan roti. Lebih-lebih jika bentuk atau wujud makanan tersebut mendekati kering, empuk/kapes-kapes (seperti roti tawar), dan tidak terlalu berminyak. Sementara jenis makanan dari bahan terigu atau tepung yang berwujud keras, berminyak, lengket, dan basah lebih sering dikatakan atau disebut sebagai kue. Tepatnya, orang Jawa menyebutnya sebagai panganan. Demikian pula dengan jenis makanan yang dinamakan Kolmbeng. Kolmbeng oleh orang Jawa dinamakan roti karena bagi orang Jawa lebih Kolmbeng lebih memiliki ciri-ciri seperti roti. Jadi, Kolmbeng dinamakan sebagai roti.
Roti Kolmbeng merupakan jenis roti atau kue yang pernah populer di tahun 1970-an. Pada masa itu banyak pengusaha kue-kue yang memproduksi jenis kue atau roti ini. Umumnya roti ini diproduksi oleh unit-unit produksi skala rumah tangga. Akan tetapi seiring perjalanan waktu jenis roti ini mulai pudar bahkan nyaris hilang kepopulerannya. Sekalipun demikian, satu dua pengusaha atau pengrajin roti jenis ini masih ada yang terus berproduksi. Salah satu pengusaha Roti Kolmbeng yang berproduksi sejak 1972 hingga sekarang adalah Saryono Wikamto (72).
Mula-mula Saryono Wikamto menekuni profesi sebagai tukang jahit. Akan tetapi usaha ini mengalami kegagalan. Bahkan ia terpaksa menjual mesin jahitnya. Sementara itu istrinya berjualan aneka kue dan menjajakannya dengan cara berkeliling. Salah satu jenis kue yang dijajakannya adalah Kue atau Roti Kolmbeng tersebut. Suatu ketika pengusaha Roti Kolmbeng tersebut meninggal. Ny. Saryono Wikamto pun muncul gagasannya untuk memproduksi sendiri Roti Kolmbeng.
Mulailah suami-istri tersebut memproduksi Roti Kolmbeng. Lambat laun usahanya bertambah maju. Roti Kolmbeng produksinya disukai banyak orang. Saat itu, kira-kira tahun 1972-1978 Roti Kolmbeng yang diproduksi keluarga Saryono Wikamto mengalami zaman keemasan. Saat itu dalam sekali produksi Roti Kolmbeng bisa menghabiskan 400 butir telur. Masa itu sangat jauh berbeda dengan saat sekarang. Untuk saat ini dalam sekali produksi hanya membutuhkan 90 butir telur. Itu pun tidak setiap hari berproduksi sebab semuanya memang tergantung pada pesanan atau permintaan pasar.
Salah satu keunggulan dari produksi Roti Kolmbeng dari keluarga Saryono Wikamto adalah karena roti produksinya tidak menggunakan bahan pengawet maupun bahwan pewarna. Ramuan yang digunakan di antaranya adalah tepung tapioka, tepung terigu, telur, gula pasir, cengkeh, kapulaga, kayu manis, dan kacang kenari. Rasa dari roti yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang sekitar 8 Cm, lebar 4 Cm, dan tebal 2,5 Cm ini memang campuran antara rasa manis, gurih dengan aroma khas rempah-rempah. Bila digigit roti ini terasa empuk dan dan nuansa sedikit krispi di bagian permukaannya. Empuk dari roti ini terasa agak kering. Jadi berbeda dengan empuknya roti jenis bolu yang cenderung terasa empuk namun lembab atau bahkan mendekati juicy.
Roti Kolmbeng bila digigit terasa empuk dan kering serta sedikit memadat jika telah ditekan antargigi. Jadi, tidak dengan segera cair atau hancur di antara dua gigi yang menekan (mengunyah). Aroma rempahnya yang kuat menjadikan roti ini menjadi memiliki ciri khasnya yang unik. Kini jenis roti ini kian unik karena mulai sulit didapatkan di pasar atau kior-kios umum. Jadi, orang-orang yang merindukan kenikmatan dan keunikan roti yang pernah sangat populer di tahun 1970-an itu harus rela memburunya di pasar-pasar desa atau langsung ke pusat produksinya yang masih bertahan. Salah satunya di Beluran Kring II, Kalurahan Sidomoyo, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman. Tepatnya di sisi selatan Selokan Mataram, Jalan Munggur.
Mungkin nama Kolmbeng terasa asing atau ”kemlondo” di telinga orang. Menurut Saryono Wikamtoi nama Kolmbeng ini terjadi karena pada suatu ketika ada Wong Londo datang ke sebuah desa. Di desa tersebut Wong Londo tadi disuguhi roti. Londo tersebut bertanya kepada tuan rumah.
“Ini roti apa namanya ?”
“Ini roti kala emben, Tuan.” (Maksudnya roti tempo hari).
”Oh, roti kolombeng ya ?”
”Iya. Roti kolo emben Tuan.”
”Good, good. Enak sekali rasa roti kolmbeng ini.”
Berdasarkan hal itu maka roti itu pun dikenal dengan nama Roti Kolmbeng, yang menurut morfologinya berasal dari kata kala emben (kemarin, lampau, tempo hari).
a.sartono
Artikel Lainnya :
- SEDULUR TUNGGAL BANYU(19/07)
- 15 Januari 2011, Denmas Bekel(15/01)
- Ragam Seni Di Yogya(13/02)
- DERMAGA WISATA GLAGAH, KULON PROGO OBWIS LAIN DI JOGJA(09/11)
- 4 Januari 2011, Bothekan - NGGAJAH ELAR(04/01)
- LURAH-LURAHAN-1 (DOLANAN ANAK TRADISIONAL-25)(02/02)
- 16 Februari 2010, Ensiklopedi - DHUL-DHULAN(16/02)
- Yogyakarta Tidak Bebas Banjir(07/01)
- 5 Mei 2010, Kabar Anyar - MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK(05/05)
- 18 Desember 2010, Jaringan Museum - BARAHMUS DIY BAKTI SOSIAL KE MUSEUM ULLEN SENTALU KALIURANG(18/12)