- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Yogyakarta-tempo-doeloe»PENGHISAP CANDU DI MASA LALU
28 Apr 2009 08:45:00Djogdja Tempo Doeloe
PENGHISAP CANDU DI MASA LALU
Candu bagi masyarakat Jawa masa lalu, khususnya pada abad-abad ke tujuh belas kemari merupakan barang yang tidak asing lagi. Hal tersebut terjadi karena Belanda menjadikan candu sebagai komoditas dagang untuk dimonopoli dan dijadikan objek pajak. Masuknya candu di Jawa ini dapat dengan segera menjadi bahan yang banyak dicari orang. Hal demikian terjadi karena peredaran candu di Jawa waktu itu relatif sangat mudah. Selain itu, candu juga menjadi barang yang menunjukkan gaya hidup elitis atau modern di masa itu. Pendeknya, hampir selalu disuguhkan dalam perjamuan-perjamuan orang-orang besar (kaya). Gaya hidup yang demikian menular juga pada masyarakat biasa. Artinya masyarakat biasa pun bisa mengkonsumsi candu meskipun dalam kualitas dan jumlah yang rendah. Meluasnya peredaran candu ini ditegaskan dengan sebuah laporan yang menyatakan bahwa satu di antara 20 orang Jawa adalah penghisap candu. Hanya saja di daerah Banten dan Pasundan peredaran candu relatif lebih sedikit. Hal ini dikarenakan oleh pengaruh kuatnya agama Islam di wilayah itu.
Peredaran candu di Jawa menggelembungkan pundi-pundi para pengedar, pengolah, dan saudagar-saudagar candu yang hampir 90 prosen dikuasai oleh pihak kolonial Belanda dan imigran-imigran Cina.
Gambar di samping ini menunjukkan bagaimana suasana orang yang tergantung atau kecanduan candu. Kedua orang dalam gambar tersebut kelihatan memegang alat penghisap candu yang di Jawa dikenal dengan nama bedudan. Cara menggunakan alat tersebut adalah dengan meletakkan keping atau butiran candu ke dalam sebuah wadah kecil di ujung tangkai bedudan. Candu tersebut kemudian dibakar. Sedangkan wadah kecil menyerupaibentuk kuali seukuran gelas sloki tersebut mempunyai lubang di bagian bawahnya yang langsung berhubungan dengan lubang pada tangkai bedudan. Melalui lubang tersebut asap hasil pembakaran candu kemudain dihisap seperti orang mengisap asap rokok. Selang beberapa detik kemudian orang yang menghisap candu pun akan merasakan efeknya yang konon seperti fly.
Banyak orang beranggapan bahwa dengan menghisap candu orang akan merasa lebih bugar, semangat, dan percaya diri. Kecuali itu orang juga akan mendapatkan fantasi-fantasi khayali di dalam pikiran dan perasaannya sehingga ia akan merasakan sebuah pengalaman kejiwaan yang luar biasa yang tidak mungkin didapatkannya di alam sadar dan sehat tanpa candu. Hal-hal demikianlah yang membuat orang kemudian kencanduan candu.
Umumnya orang pecandu candu akan segera menurun kualitas kesehatan tubuhnya. Ia menjadi pemalas, kurus, kotor, dan relatif tidak terurus lagi kondisi tubuhnya. Efek yang sama juga terjadi pada jenis candu gaya baru yang beredar di sekitar kita sekarang yang dikenal dengan nama narkoba dengan berbagai jenis atau variannya.
Gambar di atas menunjukkan bagaimana kondisi tubuh penghisap candu. Kondisi atau gambaran semacam itu relatif mudah disaksikan di Jawa (termasuk Yogyakarta) pada masa lalu, khususnya pada zaman Belanda bergiat memonopoli perdagangan serta mengkolonisasi wilayah nusantara.
a.sartono
sumber: James R. Rush, 2000, Opium to Java, Yogyakarta: Mata Bangsa. Majalah Kadjawen Edisi 12 Maret 1930, Tahun V, halaman 327
Artikel Lainnya :
- AYAM BAKAR BANTUL AYAM RESTO(15/08)
- PROTES SOSIAL DI INDONESIA(30/04)
- Folklor Jawa. Macam, Bentuk dan Nilainya(19/01)
- 4 Januari 2011, Kabar Anyar - PITUTUR LUHUR LELUHUR DAN KIDUNG MALAM : LAUNCHING DUA BUKU TERBITAN Tembi RUMAH BUDAYA(04/01)
- 25 Nopember 2010, Primbon - Watak Dasar Bayi(25/11)
- MURAL DI SEPANJANG MALIOBORO, PEMANDANGAN BARU(02/12)
- 9 Maret 2011, Kabar Anyar - ILMU HUMANIORA PENTING DI ERA GLOBALISASI(09/03)
- Kedjawen(17/12)
- 31 Januari 2011, Kuliner - SGPC KULON SELOKAN(31/01)
- Baju dari Kertas Semen Ala Jazz Pasay(13/06)