Dik Doank
Tidak Cinta Negara Lebih Suka Ada di Neraka

Dik Doank Tidak Cinta Negara Lebih Suka Ada di Neraka

Di era 80-an kita pernah punya cerita “Catatan si Boy”. Cerita film yang diangkat dari cerita seri yang mengudara di Radio Prambors Jakarta. Tokoh dalam cerita ini menggambarkan sosok pemuda kaya yang ganteng, pintar, jago berantem, disukai banyak wanita tapi berhati mulia. Sosok si Boy seperti muncul ketika kita berhadapan dan berbicara mengenai prinsip hidup dari seorang Raden Rizky Mulyawan Hayang Denada Kusuma atau yang lebih dikenal dengan nama Dik Doank. Artis yang memulai karirnya di dunia hiburan sebagai penyanyi ini memang seperti si Boy, sama-sama ganteng tapi bedanya ia tidak merasa jagoan, tidak merasa kaya dan tidak pernah terdengar gonta-ganti pacar tapi seperti si Boy, ia berhati mulia.

Kemuliaan Dik Doank terlihat pada kegiatannya dalam memberi pendidikan bagi anak-anak yang tidak mampu. Kegiatan ini ia mulai tahun 1993. Empat tahun sebelum iaDik Doank Tidak Cinta Negara Lebih Suka Ada di Nerakadikenal sebagai penyanyi pada tahun 1997 ketika ia meluncurkan album pertama dengan hits “Pulang” (Dik Doang telah menghasilkan 3 album sampai dengan tahun 2004, album ketiganya berjudul 180 derajat yang isinya juga bertema sosial). Sekolah alam yang ia kelola terinspirasi dari perenungan akan proses perjalanan hidup mencari jati dirinya.

Dengan rendah hati ia bercerita, “Gue ngerasa dilahirkan bukan sebagai anak yang cerdas, tapi gue heran kenapa gue selalu survive”. Hasil perenungannya membuatnya berkesimpulan bahwa pendidikan formal pada umumnya, ada ketidakseimbangan antara ilmu yang sifatnya matematis dan sains dengan pendidikan seni budaya. Ia melihat kecerdasan menghitung tanpa iman membuat orang selalu berhitung saat memberi atau berbuat untuk orang lain. “Orang jadi mikir dapat apa, selalu ada pamrih.” Menurutnya, berbeda dengan orang bodoh tapi imannya baik. Ia tidak akan pernah berpikir apa imbalannya jika berbuat baik untuk orang lain. “Sikap ini bisa tumbuh jika sedari kecil orang mendapat pendidikan seni dan budaya.

Belajar Seni adalah belajar mengolah rasa dan rasa itu adalah keindaDik Doank Tidak Cinta Negara Lebih Suka Ada di NerakahanNYA”. Menurut pria kelahiran 21 September 1968 ini, orang yang mengerti tentang keindahan maka ia akan tahu untuk apa ia melakukan sesuatu, yaitu untuk kemuliaan sang Pencipta. “Tuhan itu tidak perlu dimuliakan karena Dia sudah Maha Mulia, yang perlu memuliakan diri adalah kita ini sendiri” tegas om ganteng, panggilan untuk dirinya di komunitas Kandank Jurank Doank.

Kesadaran manusia untuk memuliakan diri akan melahirkan keikhlasan. Proses panjang sekolah gratis yang ia beri nama Kandank Jurank Doank dia akui sebagai bagian dari menjalankan ilmu ikhlas yang ia yakini. Menurutnya kebodohan akan membuat manusia menderita dan keyakinannya, penderitaan itu adalah tempatnya Tuhan bDik Doank Tidak Cinta Negara Lebih Suka Ada di Nerakaertahta. Ia mencontohkan bagaimana ia merasa kesepian saat mulai kegiatannya dengan sekolah yang ia buat tahun 1993. Saat itu ia merasa kesepian karena ia sendirian dan tidak ada yang membantu. Disitulah ia merasakan suatu “penderitaan”. Tetapi tekad kuatnya justru membuat ia bisa “menikmati penderitaan”. “Buat saya lebih baik saya ada di Neraka yang saya ciptakan sendiri karena saya tahu penderitaan ini karena Allah yang menyiksanya daripada saya kaya tapi saya disiksa dunia” Ujar ayah dari 3 anak ini.

Sejak tahun 2004 Alumni Institut Kesenian Jakarta jurusan Desain Grafis ini mendirikan Yayasan Dik Doank yang menaungi sekolah alam yang dikelolanya. Ia begitu mencintai anak-anak dan dicintai anak-anak dan Ia bahagia dengan kehidupannya, bersama Ratta Billa Baggi, GeddDik Doank Tidak Cinta Negara Lebih Suka Ada di Nerakai Jaddi Memmbumi dan Putti Kayya Hatti Imanni buah perkawinannya bersama Myrna Yuanita yang ia nikahi tahun 1993.

Dik Doank begitu mantap dengan jalanNya dan semakin kuat dengan istrinya yang baginya sangat istimewa karena juga bisa mencintai anak-anak yang bukan darah dagingnya. Perjalanan panjang perjuangannya mulai dari Kemayoran, pindah ke pinggiran rel, Ciputat sampai sekarang di Kandank Jurank Doank dan nantinya akan ke gunung membuktikan kepada dirinya bahwa kepasrahan adalah kunci kehidupan. Menurutnya, "Hidup adalah proses, dan proses adalah perubahan, perubahan itulah yg menandakan kita hiduphttps://tembi.net.bila kita yg hidup, takut akan perubahan, sesungguhnya kita sudah matihttps://tembi.net.atau kita tetap hidup, tetapi dalam kemiskinan jiwa dan hati".

Dik Doank memang seniman yang penuh prinsip, filosofinyaDik Doank Tidak Cinta Negara Lebih Suka Ada di Nerakadalam, cara mengajarnya mudah dan unik. Semudah dan seunik ia menyingkat namanya yang panjang cukup dengan panggilan Dik (Doank). Ia tidak menarik bayaran, syaratnya cuma satu, buang sampah pada tempatnya. Contoh lain dalam pelajaran menggambar misalnya, ia melarang anak untuk menghapus. Menurutnya proses perjalanan hidup tidak akan selalu mulus sehingga kesalahan itu wajar dan bagaimanapun kesalahan adalah pelajaran terbaik bila kita bisa memperbaiki dengan segala keterbatasan yang ada.

Ia mengerti betul bahwa sejak dini anak harus dibiarkan berkreasi dengan imajinasinya sendiri, tidak didominasi orang tua supaya anak belajar membuat keputusan. Sayang, prinsip ini sepertinya tidak banyak diterapkan di sekolah formal. Jadi kenapa ini tidak dijadikan isu nasional oleh om ganteng? “Buat saya nggak penting ada negara, buat apa ada negara kalau negara tidak bisa mengadili para koruptor. Saya tidak cinta Negara ini, tapi saya terlanjur mencintai bangsa ini. Apa yang saya lakukan ini hanyalah imbas dari seorang hamba Tuhan yang ingin mendapat kemuliaan dengan memuliakan orang lain”. Tandas om ganteng mantap.

Temen nan yuk ..!

ypkris




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta