Tembi

Makanyuk»MARTABAK MINI 65 MONJALI, CUMA SATU SATUNYA DI YOGYAKARTA

12 May 2008 07:36:00

Makan yuk ..!

MARTABAK MINI 65 MONJALI:
CUMA SATU-SATUNYA DI YOGYAKARTA

Martabak adalah nama jenis makanan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Jenis makanan yang kono berasal dari Tanah Hindustan itu telah akrab bagi lidah orang Indonesia. Seacara umum kita mengenal martabak dalam bentuk yang pipih. Mula-mula sebuah lembaran pembungkus yang terbuat dari adonan tepung terigu diletakkan pada minyak goreng yang dipanaskan di atas wajan ceper. Minyak yang diletakkan di atas wajan pun hanya dalam volume yang relatif kecil (tidak menggenang seperti ketika menggoreng tahu-tempe).

Bersamaan dengan lembaran calon bungkus martabak yang sudah diletakkan di atas wajan panas itu adonan isi martabak kemudian dituangkan ke atasnya. Dengan cekatan lembaran kulit martabak ini kemudian dilipat kanan-kiri-atas-bawah sehingga isi adonan martabak terbungkus kulit martabak. Sesudah dibolak-balik dan dirasa matang, martabak diangkat dan ditiriskan. Martabak panas yang sudah ditiriskan kemudian dipotong-potong dan siap disajikan. Umumnya, sebagai pelengkap bersantap martabak akan disertakan lalapan berupa cabe rawit yang masih hijau dan acar.

Martabak yang pipih dan lebar mungkin sudah bukan merupakan fenomena yang baru di dunia kuliner Indonesia. Orang yang menjual martabak jenis ini dapat dengan mudah kita temukan di hampir semua ruas jalan besar di semua kota di Indonesia.

Martabak pipih dan lebar sangat berbeda dengan martabak mini yang akan disajikan Tembi berikut ini. Martabak mini ini boleh dikatakan merupakan satu-satunya martabak mini yang ada di Yogyakarta. Tidak percaya ? Buktikan sendiri ! Kios penjual martabak mini ini hanya terdapat di Jl. Nyi Tjondroloekito Nomor 65 A, Gemawang, Sinduadi, Mlati, Sleman.

Anda boleh saja curiga bahwa martabak yang akan disajikan Tembi ini tidak berbeda dengan martabak-martabak lain yang berukuran kecil. Akan tetap nanti dulu. Martabak mini produk Jl. Nyi Tjondro (eks Monjali) ini berbeda banget dengan martabak mini biasa. Martabak mini ini berukuran mini memang, tetapi tidak pipih atau gepeng, melainkan mlenthuk (menggembung).

Martabak mini ini juga berkulit sangat tipis, renyah (krispi), tetapi isinya terasa segar di lidah. Hebatnya lagi, meskipun wujudnya mlenthuk, namun isi dari martabak ini juga terasa pas matangnya. Sehingga ras segar dari irisan loncang, bawang bombay yang dipadu dengan kocokan telur bebek, daging sapi cincang, serta aneka bumbu rempah-rempah menjadikan martabak mini yang bermerk 65 ini memiliki rasa yang sangat sedap. Aroma bumu rempah yang berpadu dengan loncang dan bawang bombay sangat menggoda selera. Paduan bumbunya yang pas lebih pas lagi dengan campuran semuanya itu.

Ada rahasia yang sengaja sedikit dibuka kepada Tembi oleh Irianto (30 tahun) selaku produsen martabak mini. Ia menceritakan bahwa agar daun loncang atau daun bawang itu memiliki kadar aroma dan kadar air yang pas, daun loncang tersebut harus diangin-anginkan begitu selesai disiangi dan dicuci. Dengan diangin-anginkan dalam tirisan, getah atau kandungan air dalam daun loncang akan menyusut.

Jika loncang segar langsung dicuci dicincang untuk dibuat menjadi isi martabak, maka isi martabak akan terasa sedikit pahit. Kecuali itu martabak juga akan cepat basi. Kadar air yang banyak di dalam daun loncang akan membuat aroma martabak kurang sedap juga. Demikian kata Irianto yang akrab dipanggil Antok.

Untuk urusan bumbu dan teknik membuat kulit martabak yang tipis namun tidak gampang sobek serta tidak mudah gosong, Antok tidak mau membeberkannya pada siapa pun.

“Itu rahasia perusahaan.” Katanya sambil tersenyum ramah.

“Nah, kalau soal penggunaan minyak gorengnya, apakah memang menggunakan minyak goring dengan merek tertentu ?” Tanya Tembi.

“Ya.”

“Apa mereknya ?”

“Rahasia juga. Yang jelas kami menggunakan minyak goreng kelas satu. Kami tidak mau menggunakan minyak goreng yang kualitasnya sedang atau bahkan sembarangan.”

“Lho, bukankah dengan minyak goreng yang murahan Anda bisa mendapatkan untung lebih banyak ?”

“Tidak bisa begitu. Minyak goreng kelas murahan akan menghasilkan gorengan martabak yang tidak sedap, kurang sempurna tingkat kegaringan dan kematangannya. Kecuali itu, minyak goreng murahan juga akan membuat tampilan hasil olahan kelihatan buruk, tidak cantik. Kalau sudah begitu, produk kita lambat laun akan ditinggalkan orang. Itu rugi besar.”

Dalam sehari Antok biasa menjual 700 potong martabak. Itu di luar pesanan. Jika dihiting dengan pesanan, sehari ia bisa menjual sampai 1.500-an potong martabak mini. Sedangkan hari yang paling menyibukkannya adalah hari-hari menjelang hari raya. Baik Natal maupun Lebaran. Pada hari-hari itu ia biasa melayani 2.000-3.000-an potong martabak.

Antok memulai bekerja sebagai produsen martabak mini sejak 1997 ketika ia masih duduk di bangku SMP. Ia belajar membuat martabak mini dari ibunya yang waktu itu menjual produknya di sekitar Ketandan, Yogyakarta.

Dari berjualan martabak ini Antok bisa hidup mandiri dan membiayai istri serta 2 orang putranya. Antok mengakui bahwa tidak ada kesulitan apa pun ketika ia belajar memproduksi martabak bersama ibunya. Ia juga tidak merasakan kendala apa pun ketika kini berusaha sendiri dengan mendirikan Kios Martabak Mini 65 di Jl. Nyi Tnjondroloekito 65 itu. Kios martabak Antok mulai buka sekitar jam 16.00 – 21.00 WIB.

foto dan teks: Sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta