- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Jaringan-museum»KISAH ADISUCIPTO II
07 Feb 2009 12:43:00
Jaringan Museum KISAH ADISUCIPTO II Adisucipto tidak hanya sebagai putra Indonesia yang pertama dapat menerbangkan pesawat jenis Cureng berbendera Merah Putih, tetapi ia juga yang pertama bersama teman-temannya melakukan latihan terjung payung di Pangkalan Udara Maguwo pada tanggal 11 Februari 1946. Teman-temannya yang ikut dalam latihan terjun payung pertama adalah Amir Hamzah, Legino, dan Pungut (sebagai penerjun payung), serta Iswahyudi dan Makmur Subodo (sebagai penerbang bersama Adisucipto). Ketiga penerbang dan penerjun menggunakan tiga pesawat Cureng dan payung tua peninggalan Jepang. Itulah pengabdian awal Adisucipto yang bergabung dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Jawatan Penerbangan. Lalu pada tanggal 9 April 1946 nama TKR Jawatan Penerbangan berubah nama menjadi Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara (TRI-AU) yang selanjutnya dikenal dengan nama Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Ketika TKR berubah nama menjadi AURI inilah, Adisucipto menduduki jabatan sebagai Wakil Kepala Staf II bersama-sama dengan Sukarnen Mertodisumo. Keduanya berpangkat Komodor Muda Udara. Sementara untuk Kepala Staf diduduki oleh Komodor Udara Suryadi Suryadarma. Jepang setelah takhluk kepada Sekutu, dengan dibomnya dua kota Hirosima dan Nagasaki, maka kedudukan Jepang diIndonesia diambil alih oleh Sekutu. Namun tidak disangka Belanda ingin kembali menjajah Indonesia dengan membonceng NICA. Ketika itu Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaannya dan beberapa pangkalan udara sudah dikuasai oleh TNI-AU. Lalu Belanda melancarkan Agresi Militer I yang dimulai tanggal 21 Juli 1947 dengan menyerang pangkalan-pangkalan udara di tanah Jawa termasuk akan menyerang Pangkalan Udara Maguwo. Untung ketika Belanda akan menyerang Pangkalan Udara Maguwo, di daerah sekitar Maguwo terdapat kabut tebal, sehingga penyerangan Belanda saat itu gagal. Para petinggi TNI AU ketika itu sangat marah atas penyerangan Belanda terhadap pangkalan-pangkalan udara yang telah dikuasai TNI AU. Lalu dari PU Maguwo dilakukan serangan balik ke Pangkalan Udara Semarang, Salatiga, dan Ambarawa yang telah dikuasai Belanda. Penyerangan balik itu dilakukan oleh teman-teman Adisucipto seperti Kadet Udara Mulyono, Kadet Sutarjo Sigit, dan Kadet Udara Suharnoko Harbani. Ketiganya masing-masing ditemani oleh seorang penembak udara. Ketika terjadi serangan balik itu, Adisucipto dan Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdulrachman Saleh masih di luar negeri. Mereka baru saja selesai dari tugas belajar memperdalam teknik penerbangan di India dan Pakistan. Ketika itu mereka pulang menumpang pesawat Dakota VT-CLA yang kebetulan membawa obat-obatan bantuan Palang Merah Malaya yang akan dibawa ke Indonesia. Pesawat carteran itu milik seorang pengusaha India bernama Bijoyanda Patnaik. Kapten Pilot pesawat Dakota ini adalah Ex Wing Commander Alexander Noel Constatine (Australia) dan Co-Pilot adalah Ex SquadronLeader Roy Huzellhurst (Inggris). Ikut dalam penerbangan pesawat Dakota ini adalah istri pilot, Opsir Muda Udara I Adisumarmo Wiryokusumo bertugas sebagai juru radio, Bhida Ram (India), bertugas sebagai juru teknik udara, Abdul Gani Handonocokro dan Zainal Arifin (kedua yang disebut terakhir bertugas membeli senjata di Singapura). Penerbangan dari Lapangan Terbang Kalang Singapura pada tanggal 29 Juli 1947 waktu siang hari sekitar pukul 13.00 waktu setempat. Pesawat Dakota yang beratribut Palang Merah Internasional ini kemudian terbang menuju Pangkalan Udara Maguwo. Saat mendekati pangkalan Udara Maguwo hari sudah sore dan ketika pesawat hendak mendarat, tiba-tiba pesawat dikuntit dua pesawat Belanda jenis Kittyhawk P-40. Kedua pesawat pemburu ini lalu dengan gencar menyerang dan menembaki pesawat Dakota yang ditunggangi Adisucipto dan teman-temannya. Karena serangan bertubi-tubi sehingga membuat pesawat Dakota mengalami kerusakan, kehilangan keseimbangan dan akhirnya jatuh di areal persawahan di desa Jatingarang/Jatikarang, sebuah desa dekat Desa Ngoto, Kelurahan Tamanan, Kecamatan Banguntapan, Kabupatan Bantul. Letaknya dari kota Yogyakarta kira-kira 5 km ke arah Tenggara. Sebagian besar barang bawaan seperti obat-obatan ikut terbakar. Demikian pula semua penumpang ikut meninggal, kecuali Abdul Gani Handonocokro. bersambung Teks dan foto : Suwandi |
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Gema Perjuangan dalam Pameran Museum(08/12)
- Benteng Vredeburg, Awalnya untuk Memata-matai Kraton Kasultanan(24/11)
- Koleksi Museum Gembira Loka yang Semakin Menarik(10/11)
- Mengenang Jejak Perjuangan Diponegoro(20/10)
- Kagum terhadap Budaya di Tembi(06/10)
Pengunjung Kecelik Saat Museum Sasmitaloka Pangsar Jenderal Sudirman Yogyakarta Direnovasi(22/09) - Uniknya Mesin Cetak Peta Di Museum Peta Fakultas Geografi UGM(08/09)
- Stempel, Kartu Ucapan, Kartu Nama di Jogja Tahun 1930-an(14/08)
- Keris Tangguh Tuban(04/08)
- Gaya Pengantin Jawa Menjelang Abad ke-19(24/07)