Topeng Panji Sampai Kapan Mampu Bertahan ?

Topeng Panji Sampai Kapan Mampu Bertahan ?

Cerita Panji yang dipercaya muncul pada zaman Kerajaan Kediri pada kisaran abad 12 pada gilirannya telah melahirkan jenis (genre) kesenian baru, yakni seni tatah topeng dan tari topeng (Panji) serta Wayang Beber. Sementara seni topeng sendiri ditengarai sudah dikenal di Indonesia sejak zaman perunggu (zaman prasejarah). Tidak diketahui dengan detail mengapa kemudian Dusun Bobung dan Dusun Batur, bahkan juga Dusun Ngeduro di Kalurahan Putat, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi DIY kemudian menjadi sentra bagi kesenian tatah-sungging topeng Panji. Hal yang sama juga terjadi di Dusun Diro, Kalurahan Pendowoharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Propinsi DIY dan daerah Malang, Jawa Timur. Pemetaan persebaran kesenian yang berawal dari masa Kerajaan Kediri ini mungkin penting untuk dilakukan.

Dalam rangka pengenalan kembali dan apresiasi hasil kebudyaan yang berangkat dari tradisi (melestarikan seni topeng) itu pula Bentara Budaya Yogyakarta kemudian memamerkan puluhan topeng hasil karya para perajin topeng dari Bobung. Pameran itu sendiri digelar mulai tanggal 18-29 September.

Topeng Panji Sampai Kapan Mampu Bertahan ?

Di era globalisasi seperti sekarang seni membuat topeng di Jawa semakin hari semakin menyusut jumlahnya. Pembuat topeng klasik untuk kelengkapan tarian Panji ataupun juga wayang topeng boleh dikatakan hanya tinggal beberapa yang terus bertahan. Bobung dan Batur merupakan bagian dari ”benteng pertahanan” terakhir akan hal itu. Pada dua dusun itu memang ada sekitar 120-an pembuat topeng. Mereka itu cukup mahir membuat topeng dan aneka kerajinan kayu lainnya seperti patung loro blonyo atau boneka-boneka kayu yang lain. Sedangkan jenis kayu yang biasa (dan baik) sebagai bahan baku pembuatan topeng dan boneka kayu adalah kayu pule, sengon, jati, jaranan atau terbelo puso. Kayu jenis terakhir ini merupakan jenis kayu yang paling baik digunakan untuk membuat topeng alusan.

Topeng Panji Sampai Kapan Mampu Bertahan ?

Sayangnya pembuat topeng alusan tersebut hanya tinggal beberapa orang saja. Sedangkan perajin lain yang jumlahnya relatif banyak lebih banyak atau lebih mahir membuat topeng batik ataupun topeng untuk suvenir. Mbah Karso merupakan salah satu pembuat topeng alusan yang terkenal dari Dusun Batur. Ia menurunkan ilmunya kepada Wagio (Kepala Dusun Batur) yang menjadi menantunya. Wagio inilah yang kemudian menurunkan ilmunya kepada Tukiran dan Sujiman. Tukiran dan Sujiman menurunkan ilmunya kepada Samadi. Samadi menurunkan ilmunya kepada Heri Bagong yang sampai saat ini masih bertahan untuk membuat topeng alusan. Selain mereka ada lagi penyungging topeng alusan yang terkenal, yakni Supriadi. Di tangan merekalah kini tanggung jawab pelestarian seni topeng alusan ini dilimpahkan.

Permasalahannya, topeng-topeng itu untuk zaman ini mungkin memang tidak lagi menjadi bendan yang dibutuhkan mengingat pementasan tari topeng juga tidak lagi sering dilakukan. Artinya, keberadaan topeng itu mulai semakin kehilangan daya gunanya. Seandainya pun topeng itu dijadikan koleksi karya seni, belum banyak orang yang berminat melakukan pengkoleksian.

Barangkali pula seni topeng semacam itu memang telah mengalami kulminasi atau puncak karya penciptaan sehingga pada akhirnya terjadi semacam ”kebakuan” atau pemakeman karya. Akhrinya wujud visual topeng Panji mungkin hampir sama saja antara satu daerah dengan daerah lain. Kalaupun ada perbedaan, unsur pembeda itu nyaris tidak berarti apa-apa dan tidak menegaskan akan keberbedaannya.

Topeng Panji Sampai Kapan Mampu Bertahan ?

Jika dicermati hampir semua topeng Panji dibuat dengan pola gerak senyum bibir sehingga giginya ditampakkan. Mungkin topeng Panji yang dibuat ”mingkem” hanya ada beberapa di antaranya untuk topeng Palguna, Kartolo, Larasati dan Begawan Sidik Wacana. Sementara topeng untuk Batara Endra, Brama Kuncara, Klana Raja, Among Subrata, Batara Narada, Dewi Tomioyi, Galung Candra Kirana, Dewi Kilisuci, Dewi Anggraini, Gunungsari, Guntur Samodra, Inu Kertapati, Kemuda Ningrat, Rekno Cindogo, Suro Prameyo, Kuda Narwangsa, Sekartaji, Werun, Durgempa, Lembu Amijoyo, Mahesa Anabrang, Kuda Gadingan, Panji, Panji Semirang, Pentul, Tembem, Panji Wanda Kuning, Carang Wespo, dan Punakawan semuanya kelihatan giginya. Mungkin hal demikian dibuat untuk menunjukkan ekspresi keramahan, kegalakan, dan untuk lebih ”menghidupkan” topeng itu sendiri sehingga ketika dipakai topeng itu pun akan menjadi ”karakter baru” bagi pemakainya. Mungkinkah topeng-topeng demikian itu nantinya akan menyerah pada pelukan politik ekonomi uang (perut) sehingga hanya akan hidup sebagai benda suvenir belaka ? Semoga memang tidak demikian.

a.sartono


Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta