Pentas Sastra Di Balai Soedjatmoko, Solo

Pentas Sastra Di Balai Soedjatmoko, Solo

Kegiatan sastra, khususnya baca puisi memang telah dilakukan disejumlah daerah di Indonesia. Beberapa kota, meski tidak rutin setiap minggu, atau setiap bulan, seringkali diselenggarakan pembacaan puisi. Setidaknya di Balai Soedjatmoko, Solo, Selasa (24/4) lalu diselenggarakan pembacaan puisi dan diskusi, sekaligus launching buku puisi ‘Topeng’ karya Slamet Riyadi Sabrawi.

Halim HD, seorang pekerja budaya yang tinggal di Solo bertindak sebagai pemandu sekaligus ‘mengantarkan’ buku ‘Topeng’. Sebelum dimulai perbincangan, Slamet Riyadi diminta membacakan beberapa puisi, untuk mengawali pembacaan dan perbincangan puisi.

“Slamet Riyadi Sabrawi bukan orang baru di wilayah penciptaan puisi. Pada tahun 1970-an, Slamet Riyadi sudah aktif menulis puisi dan bergabung dengan Persada Studi Klub yang diasuh oleh Umbu Landu Paranggi’ kata Halim mengawali perbincangannya.

Halim dan Slamet memang sudah berkawan lama, setidaknya sejak di Yogya tahun 1970-an keduanya telah bersahabat dan dipertemukan di Persada Studi Klub itu. Halim, waktu itu kuliah di Fakultas Filsafat UGM dan Slamet Riyadi Sabrawi kuliah di Fakultas Kedoketeran Hewan.

“Jadi, Slamet ini seorang dokter hewan yang penyair” ujar Halim.

Pentas Sastra Di Balai Soedjatmoko, Solo

Pada masa Persada Studi Klub, demikian Halim menyampaikan, Umbu Landu Paranggi melalui Surat Kabar ‘Pelopor” menampilkan puisi-puisi, yang dianggap belum matang dalam bentuk pawai, dan yang sudah matang atau sudah ‘menjadi puisi’ setidaknya menurut Umbu Landu Paranggi, dimasukan dalam ‘Sabana’. Jadi, ‘Sabana’ adalah rubrik untuk mempulikasikan puisi yang, menurut Umbu Landu Paranggi sudah sebagai puisi.

“Puisi Slamet Riyadi Sabrawi, pada waktu itu sudah masuk Sabana, karena itu dia, sudah lama menjadi penyair” kata Halim.

Selain didiskusikan, puisi Slamet Riyadi Sabrawi dibacakan oleh pembaca dari Yogya dan Solo. Satu puisi karya Slamet Riyadi Sabrawi dinyanyikan oleh pegiat seni dari Solo. Pembaca yang tampil dari Yogya, Krisbudiman, Boen Mada, Herlina. Sedang yang dari Solo, Sartika Dian dan Fanny Chotimah. Ada pembaca yang membacakan puisi Slamet Ritadi Sabrawi yang berjudul ‘Salatiga 1’, ‘Salatiga II’ dan ‘Salatiga III’. Puisi ini ditulis tahun 1980.

Buku puisi berjudul ‘Topeng’ menghimpun 150 puisi yang ditulis tahun 2011 sampai 2012 dan hanya beberapa judul puisi yang ditulis tahun 1980. Buku puisi ini, bagi Slamet Riyadi merupakan buku ketiga yang sudah diterbitkan dalam bentuk cetak. Buku petama berjudul ‘Lilin-lilin Melawan Angin’ dan buku kedua berjudul ‘Tiba-tiba Ingatanku Menjalari Tubuhmu’. Selain itu beberapa puisinya terkumpul dalam ‘Kitab Raja dan Ratoe Alit’ serta ‘Bangga Aku Jadi Rakyat Indonesia’. Kita kutipkan salah satu judul puisinya yang terkumpul dalam ‘Topeng’ :

PURNAMA

Di selasar atau mungkin latar, bulan menunggu. Ragu menunggu
akankah hujan bertemu? Payung yang siap kau mekarkan juga
ragu, barangkali tak lagi lincah mnahan air. Menahan getir.

Di taman atau mungkin selokan jalan, kau menunggu langkahku
yang berdesir. Air? Aku tak menimbanya berbutir. Aku hanya ingin
menyimpan untukmu. Mata airmu.

Tapi hujan memang sudah bergegas membasmi rambutmu hingga
tengkukmu yang licin itu. Angin sengaja merabamu dengan kedua
tangannya yang dingin. Hangat? Hanya hatimu menyala
membakari hujan berbunga-bunga

Kemanakah purnama mengadu bila bulan dan hujan saling
mencumbu?

Yogya 2011

Pentas Sastra Di Balai Soedjatmoko, Solo

Puisi di atas adalah salah satu puisi dari 150 puisi karya Slamet Riyadi Sabrawi yang terkumpul dalam buku yang berjudul ‘Topeng’ dan dibagi dalam tiga bab. Bab pertama diwadahi tema ‘Menulis Kehidupan’. Bab kedua menghadirkan tema ‘Menulis Rindu’, dan bab ketiga menyajikan tema ‘Menulis Tanda’.

Ons Untoro


Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta