Karya Sastra Menembus Batas

Karya Sastra Menembus Batas

Karya sastra merupakan karya kreatif, butuh proses dalam penciptaannya. Selain itu juga dibutuhkan ketekunan, keuletan, kesabaran, dan kecerdasan. Sang kreator diuji terus-menerus dalam mengatasi kerumitan. Dibutuhkan komitmen dan kecerdasan dalam berproses. Setiap tahapan menjadi pembelajar sepanjang hidup. Dalam kehidupan masyarakat, karya sastra mempunyai fungsi rekreatif, didaktif, estetis, moralitas, dan religius. Sastra dapat memberi hiburan yang menyenangkan bagi penikmatnya. Nilai-nilai kebenaran dan kebaikan dapat menjadi pengarah dan mendidik pembacanya. Karya sastra juga mampu memberi pembelajaran moral, bahkan keutamaan ajaran agama bagi pembacanya.

Menawarkan gagasan brilian melalui karya sastra akan berarti bila karya tersebut dibaca banyak orang. Hal tersebut lebih mulia dibanding menjadi penulis yang cerdas, namun masyarakat tidak banyak memetik buah karyanya. Hakikatnya penulis ingin diketahui pikirannya, sedangkan pembaca ingin mengetahuinya. Banyak penulis yang membangun profesinya melalui jalur penulisan di media massa. Amat disayangkan, media massa di Indonesia hanya menyisihkan space untuk karya sastra relatif sempit dan waktu tertentu, kecuali majalah khusus yang semua isinya karya sastra seperti majalah Horizon.

Karya Sastra Menembus Batas

Pada prinsipnya, naskah yang akan dikirim ke media massa cetak khususnya, harus memperhatikan beberapa hal, seperti visi media yang bersangkutan, kualitas naskah, faktor aktualitas (up to date), panjang pendeknya naskah, dan sebagainya. Maka setiap penulis harus paham terhadap karakter setiap jenis media massa, agar karyanya dapat dimuat. Demikian beberapa point penting makalah berjudul “Karya Sastra Menembus Batas Media Massa” yang disampaikan oleh Praba Pangripta, praktisi media dan pemimpin redaksi majalah pendidikan Disdikpora Candra dalam acara seminar “Pra Temu Sastrawan Nusantara VII” yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi DIY (20/9) Kamis lalu di Hotel Brongto Yogyakarta. Acara tersebut digelar untuk menjaring aspirasi dan masukan dari para sastrawan di wilayah DIY, kaitannya dengan akan digelarnya acara “Temu Sastrawan Nusantara VII” dengan tema “Sastra dan Kepemimpinan” yang akan berlangsung di Provinsi DIY, 15—17 Oktober 2012 mendatang. Acara Temu Sastra diikuti oleh sastrawan dari 10 Provinsi yang tergabung dalam Mitra Praja Utama (MPU), antara lain dari DIY, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Timur, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Pada seminar tersebut juga menampilkan dua pembicara lain, yakni Suwardi Endraswara, dosen UNY sekaligus sastrawan serta Pardi Suratno, Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.

Suwardi dalam makalahnya berjudul “Membaca Tanda-Tanda: Sastra dan Kepemimpinan” antara lain mengatakan bahwa Sastra adalah bagian kekuasaan. Sastra juga sering menjadi corong kepemimpinan. Sastra juga sering memimpin. Banyak kisah cerpen yang melukiskan bahwa pemimpin itu tidak akan selamanya bertengger. Ada pergantian alamiah dan ada yang diskenario. Ada pula yang harus lengser atau dilengserkan. Tugas sastrawan adalah menjadi saksi jaman. Sastrawan pula yang ikut memberi spirit jaman.

Karya Sastra Menembus Batas

Sementara itu, Pardi Suratno pada beberapa bagian makalahnya yang berjudul “Bahasa dalam Karya Sastra”, mengatakan bahwa pengarang mempunyai beberapa peran, antara lain sebagai penghasil karya sastra, ia juga mewakili masyarakat dan zamannya serta pula memberikan pencerahan pemikiran atas persoalan individu, masyarakat dan bangsa atas kondisi kekinian. Selain itu pengarang sebagai penerang dalam membentuk kehidupan pada masa depan serta mendidik secara lentur, tanpa mendikte atau memaksa, dan akhirnya pengarang menghibur dan mengarahkan atau mendidik.

Seminar sehari tersebut diikuti oleh sekitar 100 peserta dari berbagai elemen masyarakat, termasuk dari sastrawan dan sebagian besar guru SD, SMP, dan SMA. Hadir dan meresmikan kegiatan tersebut adalah Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DIY, Drs. GBPH. Yudaningrat, MM.

Dalam sambutannya, Kepala Dinas Kebudayaan antara lain mengatakan bahwa dengan adanya kegiatan Pra Temu Sastra ini diharapkan menjadi inspirasi langkah-langkah yang realistis dalam pengembangan sastra di nusantara, serta di zaman istimewa ini sastra dan kepemimpinan bisa menjadi referensi kepemimpinan di masa sekarang.

Karya Sastra Menembus Batas

Suwandi


Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta