Pesta Kuda Lumping, Semoga Penyelenggara Negara Tidak "Njatil"

Jika yang kesurupan adalah para penyelenggara negara, Penonton dalam hal ini rakyat akan terluka hatinnya karena merasa dikiananti. Bencana kemanusiaan pun tiba. Rakyat akan menderita sengsara.

Pameran seni rupa “Kesurupan Kuda Lumping” Bentara Budaya Yogyakarta, mulai tanggal 15 sampai dengan 23 Januari 2013, foto: Herjaka
Sedang kesurupan alias kemasukan roh atau “njatil”

Kuda Lumping merupakan kesenian tradisional yang menyajikan tarian perang dengan menunggang kuda-kudaan dari anyaman bambu serta membawa senjata pedang dari kayu. Dalam kesenian ini pada awalnya, para penari membawakan gerakan-gerakan yang sederhana, rapi dan teratur, mengikuti irama musik yang ritmis, ajeg dan berulang-ulang. Walaupun lagunya berbeda-beda, tetapi musiknya tetap sama.

Pada babak selanjutnya, para penari memulai menggunakan kuda lumping untuk tarian perang. Sepasang demi sepasang mereka bergantian memperagakan adegan perang dengan memainkan pedang-pedangan. Ketika tarian perang semakin seru, musik pun semakin cepat bertalu, untuk kemudian berhenti. Pada penghujung babak ini ada beberapa penari yang kemasukan roh atau kesurupan.

Sementara penari yang tidak kemasukan roh menyingkir, penari yang kesurupan mulai menari kembali. Biasanya para penari yang kesurupan, baik laki-laki ataupun perempuan, menggunakan kacamata hitam. Ciri lainnya adalah bahwa mereka menari dengan gerakan-gerakan individual yang bebas tak beraturan, eksotis dan dinamis. Jurus-jurus tari yang dimiliki penari dikeluarkan semua dalam mengikuti iringan musik.

Pameran seni rupa “Kesurupan Kuda Lumping” Bentara Budaya Yogyakarta, mulai tanggal 15 sampai dengan 23 Januari 2013, foto: Herjaka
Boneka jathilan karya seorang perupa

Dikarenakan sedang kesurupan maka segala gerak yang ditarikan dimaklumi adanya. Pada babak ini orang menyebutnya dengan istilah ‘njatil’ yaitu bergerak kesana-kemari dan menari sesuka hati. Oleh karena istilah njatil ini, kesenian Kuda Lumping (nama dari kuda buatan) disebut pula dengan kesenian Jatilan .

Siapa pun orangnya, jika kesurupan dapat dipastikan bahwa sepak terjanganya tidak beraturan dan tidak terkendali. Ia akan njatil ‘ngalor-ngidul’ menurut kemauannya sendiri dan kebutuhannya sendiri. Tidak peduli dengan orang lain, ‘ora nguwongke uwong.’ Dapat dibayangkan jika yang kesurupan adalah sosok pemimpin yang seharusnya menjadi panutan, serta menjadi tumpuan harapan akan hidup yang lebih baik dan mensejahterakan.

Pameran seni rupa “Kesurupan Kuda Lumping” Bentara Budaya Yogyakarta, mulai tanggal 15 sampai dengan 23 Januari 2013, foto: Herjaka
Penari putri dari grup jathilan Panji Bayu Seto

Memaknai dari kesenian tradisional ini, Bentara Budaya Yogyakarta menggelar pameran Senirupa dengan tema ‘Kesurupan Kuda Lumping,’ mulai tanggal 15 sampai dengan 23 Januari 2013. Duapuluh lima perupa diajak untuk merespon dan mengekspresikan dalam wujud visual seni Kuda Lumping dalam hubungannya dengan para penyelenggara negara. Pameran yang dibuka oleh Romo Sindhunata sebagai penggagas, dimeriahkan dengan pentas Jatilan kolaborasi antara para seniman dan group kesenian jatilan Panji Banyu Seto, dari Dusun Sendowo Desa Sinduadi Kecamatan Mlati, Sleman.

Jika dalam Kesenian Kuda Lumping adegan ‘ndadi’ atau kesurupan merupakan adegan yang ditunggu-tunggu oleh penonton dengan hati deg-degan - sehingga menjadikan kesenian tersebut mempunyai daya magis dan digemari rakyat - tidak demikian halnya jika yang kesurupan adalah para penyelenggara negara. Penonton dalam hal ini rakyat akan terluka hatinnya karena merasa dikiananti. Bencana kemanusiaan pun tiba. Rakyat akan menderita sengsara.

Pameran seni rupa “Kesurupan Kuda Lumping” Bentara Budaya Yogyakarta, mulai tanggal 15 sampai dengan 23 Januari 2013, foto: Herjaka
Romo Sindhunata sedang memulihkan seorang perupa yang kesurupan

Seiring dengan semakin terpinggirkannya atau dipinggirkannya seni Jatilan, ruang rakyat untuk njatil, mengekspresikan kegembiraan mereka, menjadi semakin terbatas. Mudah-mudahan hal tersebut bukan merupakan pertanda bahwa ruang untuk njatil telah diambil alih oleh para pemimpin yang menyelenggarakan negara.

Herjaka




Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta