Pameran Noir Et Blanc Alias Hitam-Putih,
Cerita Hidup 'Pak Raden' di Tahun 1960
Sosok ‘Pak Raden’ dikenal sebagai pencipta karakter boneka ‘Si Unyil’. Ia juga dikenal sebagai pendongeng, penulis buku, pencipta lagu dan perupa. Karena sebutan perupa itulah ia memberanikan diri untuk berpameran, meski ini bukan yang pertama kali.
Pak Raden sibuk menjelaskan tentang karyanya kepada pengunjung
Banyak orang tidak tahu bahwa Drs Suyadi atau yang akrab disapa Pak Raden ini adalah mahasiswa pertama Indonesia yang belajar animasi di Perancis. Setelah lulus dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Fakultas Seni, ia mendapat beasiswa dari pemerintah Perancis untuk meneruskan pendidikan anismasi di ELS (Europese Lagere School), Perancis tahun 1961 – 1963.
Di Perancis, Pak Raden juga sempat bekerja sama dengan orang-orang hebat di bidang animasi, yang menjadi animator di Lest Cineast Associest dan Les Film Martin Boschet. Pameran karya dia yang berjudul Noir Et Blanc yang berarti “Hitam dan Putih”, mencoba memaparkan kisah dan perjalanan hidupnya selama tinggal dan meneruskan pendidikan di Perancis.
Ada sekitar 60 ‘catatan gambar’ atau sketsa hitam putih yang menceritakan hal-hal yang kadang membuat ia tersenyum, bertanya-tanya dalam hati, atau yang membuatnya terkejut bukan kepalang selama ia menimba ilmu di sana.
Sketsa orang Indonesia yang dilukis dan minta dimancungkan hidungnya
Pameran tunggalnya ini berawal dari seorang teman yang mengumpulkan sketsa-sketsa kecil di rumahnya, kemudian sketsa itu dibawa ke Bentara Budaya Jakarta untuk ditanyakan apakah karya itu layak untuk dipamerkan.
“Saya heran bin ajaib Bentara Budaya bersedia memamerkan karya-karya saya, akhirnya saya membuat ulang dengan ukuran yang lebih besar, manual tanpa alat cetak dan sebagainya. Karena itu prosesnya agak lama,” papar kakek sejuta cucu ini.
Tidak mudah mengingat kembali kejadian di tahun 1960-an, dan dituangkan dalam sebuah sketsa. Namun karena kecintaannya pada dunia seni lukis, ia berhasil membuat 60 karya sketsa hitam putih. Sebagian peristiwa memang terjadi langsung di hadapannya, sebagian kecil ia dapatkan lewat pengalaman orang lain.
Salah satu karyanya yang menunjukkan cultural shock adalah sketsa sebuah kafe yang berisi laki-laki yang saling berpelukan dan berciuman. Rupanya itu cafe untuk laki-laki ‘gay’ yang membuatnya cukup shock. Atau sebuah taman di sana, yang kebanyakan pengunjungnya adalah pria penyuka sesama jenis.
Pembukaan pameran, Pak Raden bersama MC dari Kedutaan Perancis
Atau karyanya yang menceritakan kebiasaan orang Perancis yang membawa roti dijepit di ketiak, sementara untuk orang Indonesia, ketiak adalah bagian yang dihindari karena kerap mengeluarkan bau tidak sedap.
Ada juga kisah cinta Pak Raden dengan wanita Perancis yang berakhir tragis, karena ketika ia pulang ke Indonesia, kekasihnya tidak merasa sedih dan malah meninggalkan Pak Raden dengan menggandeng kekasih barunya. Juga masih banyak lagi kisah lain dalam coretan sketsanya.
Semua tokoh dan cerita dalam pamerannya ini sangat jujur dan spontan, bagaimana peleburan dua budaya bisa diterima oleh Pak Raden, bagaimana orang Jawa yang tidak bisa menerima sikap orang Perancis yang tidak begitu toleran dan tinggi hati, seperti yang tertuang dalam karya orang Perancis tidak bisa menikmati wayang dan gamelan.
Namun kisah yang tertuang dalam sketsa hitam putihnya itu menjadi pelajaran penting untuk generasi muda sekarang. Pak Raden mengajak orang Indonesia untuk tidak rendah hati. “Di Negara kita memang banyak hal-hal jelek, tapi di negara lain juga banyak hal jelek, jadi jangan pernah merasa bangsa kita lebih jelek,” papar bapak yang lebih suka dibilang seniman ini.
Sketsa yang menceritakan taman yang banyak dikunjungi pria penyuka sesama jenis
Satu lagi pesan dari Pak Raden, lakukan segala sesuatu dengan cinta, seperti ia membuat sketsa pameran tunggalnya ini, dengan begitu capeknya tidak terasa dan hasilnya pun akan memuaskan. Mau melihat cerita jenaka, sedih, dan lainnya dari kehidupan Pak Raden, silakan datang ke Bentara Budaya Jakarta, Palmerah. Pameran “hitam-putih” dia ini berlangsung dari 25 April hingga 5 Mei 2013.
Foto: Amanda
Teks : Natalia S.
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/
Baca Juga Artikel Lainnya :
- MALMIME-JA Angkat Isu Perkotaan Dalam Pertunjukan Pantomim di Taman Budaya Yogyakarta(26/04)
- Giliran Pramuka SD Barongan Bantul Berkunjung ke Tembi Rumah Budaya(25/04)
- Text Mewarnai Karya Seni Rupa di Sangkring, Yogyakarta(23/04)
- Pameran Gelombang dari Utara di Bentara Budaya Yogyakarta, Menampilkan Karya 7 Seniman Pantura(23/04)
- Siswa Highfield Jakarta Belajar Gamelan, Tari, dan Membatik di Tembi Rumah Budaya(22/04)
- Anak-anak PAUD Al-Mahalli,Bantul, Menyambangi Tembi(22/04)
- Teater Gandrik Mainkan Gundala Gawat Di Taman Budaya Yogyakarta(20/04)
- Garis-Garis Warna Dalam Karya I Made Mahendra Mangku(19/04)
- Malang Film Festival ke-9, Kompetisi Sekaligus Temu Komunitas(18/04)
- Senin malam ini Jemek Ngudoroso di Tembi Rumah Budaya(15/04)