- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Berita-budaya»KUNJUNGAN TK AISYIAH SLANGGEN, Tembi KOK MEDENI
18 Nov 2011 08:11:00Tembi Rumah Budaya tidak hanya menerima kunjungan dari siswa SD hingga Perguruan Tinggi, namun juga dari anak-anak TK. Bagi anak-anak TK mungkin Tembi masih merupakan sesuatu yang asing atau bahkan aneh. Bahkan bagi anak-anak TK yang keletakannya sangat dekat dengan kompleks Tembi sekalipun. Hal demikian setidaknya terbuktikan oleh kunjungan TK Aisyiah Slanggen pada hari Jumat, 28 Oktober 2011.
Pada saat itu anak-anak TK Aisyiah yang berkunjung ke Tembi ada yang sungguh takut untuk masuk ke rumah dokumentasi atau museum Tembi. Ada yang demikian ragu-ragu. Ada yang berani masuk namun wajahnya mengekspresikan ketakutan dan keterasingan yang tidak tersembunyikan. Pemandu dari Tembi pun dengan selembut mungkin membujuk mereka agar berani masuk dan menikmati koleksi museum Tembi. Di sinilah pemandu Tembi dituntut kesabaran dan keramahannya. Pun juga dituntut untuk pandai membujuk serta merayu mereka. Bahkan juga dituntut untuk pintar-pintar mendongeng bagi mereka, memancing mereka dengan pertanyaan-pertanyaan. Kalau perlu juga mengajak mereka untuk berfoto bersama.
”Pak di sini ada pocongnya ndak ?” Demikian salah satu pertanyaan polos dari salah satu anak TK itu.
”Wah, tidak ada itu yang namanya pocong. Itu hanya ada di televisi. Itu pun cuma buatan orang yang senang bikin film.” Demikian jawab pemandu Tembisambil tertawa.
”Kayaknya rumahnya serem ya.”
Tampaknya mereka merasakan sebuah nuansa keseraman ketika memasuki museum Tembi. Padahal bagi Tembi tentu tidak ada nuansa keseraman apa-apa. Tembi mencoba memaklumi perasaan dan pikiran anak-anak itu. Mungkin saja bangunan yang besar dan kelihatan sunyi serta hanya berisi benda-benda koleksi semacam museum Tembi memang menimbulkan kesan seram bagi anak-anak. Mereka cenderung belum bisa mencerna apa itu makna benda koleksi museum. Lebih-lebih benda-benda tersebut selama ini memang sungguh asing bagi mereka.
Ketika mereka diajak untuk melihat piano dan mencoba memnyikannya, waah... mereka sekejap lupa pada ketakutan atau kecemasan yang sesungguhnya tidak terlalu berdasar itu. Mereka tampaknya tidak begitu asing dengan denting nada dari piano. Senyum polos mereka pun bermunculan merekah.
”Bagus, bagus....”
”Ho’oh apik ya.”
Ketika mereka diajak berkeliling dan melihat lukisan yang dipamerkan, yang terpancar dari ekspresi wajah mereka adalah keheranan yang berlebih.
”Wah lukisane gedhe banget.”
”Iki gambar apa ya ? Iki kok kaya ndhas pocongan. Iki kok medeni.”
Tampaknya kesan menakutkan itu belum juga lenyap sama sekali dari kerangka pikir mereka. Ketika mereka diantar ke Amphitheater, Rumah Inap, dan Belik, mereka menampakkan suka citanya. Bagi mereka semuanya itu seperti arena bermain belaka. Rumah Inap yang terbuat dari kayu tidak begitu asing bagi mereka. Apalagi taman-taman yang cantik dengan lenggang-lenggok ikan di kolam-kolam kecil di sekeliling rumah membuat mereka seperti dikembalikan ke alam bermain mereka di rumah, di kampung sendiri.
Apa pun kesan mereka tentang Tembi, yang jelas kesan itu akan menjadi memori yang sewaktu-waktu dapat menginspirasi mereka. Inspirasi ini mungkin pada masanya akan menjadi salah satu cara atau jalan bagi mereka untuk menjadi orang yang sungguh memiliki nilai lebih. Semoga.
a.sartono
Artikel Lainnya :
- DAFTAR BUKU PERPUSTAKAAN RUMAH BUDAYA Tembi(01/12)
- RUMAH MAKAN SEPOER, MENCIPTAKAN SUASANA MAKAN SEPERTI DI STASIUN ATAU DALAM GERBONG KERETA API(25/08)
- Karikatur 1(17/09)
- 14 Juni 2010, Suguhan - BAKSO KEPALA SAPI(14/06)
- LEMBAGA-LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR DI KOTA PELAJAR (01/01)
- Ardjoenasasra (26/01)
- 10 April 2010, Jaringan Museum - MENGENAL KERETA-KERETA PUSAKA KRATON KASULTANAN YOGYAKARTA(10/04)
- Letak Pintu Rumah(16/09)
- MASJID AGUNG YOGYAKARTA, DULU DAN KINI(18/06)
- SEMIOTIKA VISUAL DARI KRISBUDIMAN(11/10)