Karawitan Laras Kawuryan pimpinan Angger Sukisno menyemarakan acara macapatan.
(foto: herjaka)
Macapat Malam Rabu Pon 99
Jiarah ke Bayat
Diawali oleh suara bonang, salah satu dari instrument gamelan, yang kemudian disusul oleh instrument lainnya, maka berkumandanglah Ladrang Manyar Sewu memenuhi pendapa Yudanegaran komplek Tembi Rumah Budaya. Jika ditilik dari karakter pukulannya yang keras, cepat dan penuh semangat, maka tak heranlah jika rombongan pengrawit atau penabuh gamelan tersebut sebagian besar adalah anak muda. Mereka menamakan kelompoknya dengan nama Laras Kawuryan. Kelompok tersebut mengumandangkan suara gamelan bertalu-talu untuk mengundang dan menyambut para penggemar macapatan malam Rebo Pon, yang diselenggarakan rutin di Tembi Rumah Budaya. Malam itu, 19 April 2011 acara rutin macapatan ini memasuki tahap 99. Seperti biasanya acara tersebut diselingi dengan gending-gending jawa yang dibawakan oleh group karawitan yang sudah di jadual. Pada malam itu yang mendapat giliran menyemarakan acara macapatan adalah group karawitan Laras Kawuryan dari Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, pimpinan Angger Sukisno, dengan pesinden Sri Wahyuningsih.
Alunan merdu Sri Wahyuningsih membuat malam Rabo Pon menjadi lebih bermakna (foto: herjaka)
Bebarengan dengan bunyi suara gamelan, dua orang pecinta macapat pun datang. Mereka adalah bapak Budi dan bapak Rejomulyo. Bapak Budi adalah pecinta yang setia datang pada acara macapatan di Tembi Rumah Budaya, sejak acara macapatan ini diselenggarakan yaitu pada tahun 1995. Bapak Budi tinggal di dusun Kadangan yang berjarak 1 km dari Tembi Rumah Budaya. Dengan sepeda ontelnya beliau selalu datang lebih awal di banding dengan pecinta macapat yang lain. Menurut Bapak Budi, macapatan yang diselenggarakan rutin setiap selapan atau 35 hari sekali ini merupakan sarana untuk ngrabuk nyawa, atau hiburan yang dapat memperpanjang usia. Beliau merasa senang bisa bertemu dengan pecinta macapatan yang lain, merasakan gembira karena dapat nembang macapat kesukaannya, dan juga merasakan bahagia dapat mendengarkan gendhing-gendhing Jawa karya para leluhur. Oleh karenanya Bapak Budi selalu menunggu-nunggu datangnya malam Rabu Pon. Acara macapatan malam Rabu Pon menjadi agenda acara yang diprioritaskan oleh bapak Budi, mengalahkan agenda acara yang lain. Sejak masih muda dulu saya senang ura-ura atau nembang. Hingga sampai sekarang walau suara saya sudah parau saya masih senang nembang. Demikain pengakuan bapak Budi.
Pada malam itu serat Centhini yang ditembangkan sudah mengijak pada Pupuh 231. Dalam pupuh yang terdiri dari 45 pada atau alinea dengan tembang sinom tersebut diceritakan bahwa pengembaraan Mas Cebolang dan pengikutnya sampai di dusun Tembayat. Di dusun itu Mas Cebolang tertarik untuk berjiarah ke makam Sunan Bayat dan sahabatnya yang bernama Seh Dumba.
Sinom | Terjemahan: |
29. Nurut margi padhusunan | menyusuri jalan pedusunan |
ngambah ardi alit-alit | melewati daerah pegunungan |
prapta ing ardi Tembayat | sampailah di gunung Tembayat |
miyat masjid alit cekli | melihat masjid kecil cekli |
wingit singit respati | sakral menentramkan hati |
Cebolang sarewangipun | Cebolang dan pengikutnya |
manjing srambi kapanggya | masuk di serambi dan ketemu |
lan Ki Modin saha Bodin | dengan Ki Modin dan Bodin |
wus tinanya nama pinangka myang sedya | sudah ditanya nama asal dan tujuan |
30. Mas Cebolang apratela | Mas Cebolang menyatakan diri |
kalawan tatanya aris | dan bertanya dengan sopan |
kula nyuwun saserepan | saya minta keterangan |
sinten kang sinambating sih | siapakah namanya |
ngriki dhusun ing pundi | apa nama dusun ini |
dene harjaning kalangkung | yang sangat makmur |
jalu estri ngibadah | laki-laki dan perempuan melakukan ibadah |
dalah lare alit-alit | juga anak kecil |
sanggen-enggen samya ngabekti ing Allah | di mana-mana pada berbakti kepada Allah |
31. Ki Modin alon lingira | Ki Modi bicara pelan |
kula Modin saha Bodin | saya Modin dan Bodin |
riki ingaran Tembayat | ini dusun Tembayat |
leres andika mastani | benar yang kamu katakan |
senenning dhusun keksi | dusun ini kelihatan indah |
nguni kang awit dhudhukuh | dahulu yang tinggal |
kyatingrat Sunan Bayat | terkenal dengan sebutan Sunan Bayat |
duk dereng jumeneng wali | ketika belum menjadi wali |
apaparab Kyai Gedhe Pandhanarang | bernama Kyai Gede Pandanarang |
32. Asal saking ing Samarang | berasal dari Semarang |
sugih singgih anglangkungi | mempunyai banyak kelebihan |
anyakabat nJeng Suhunan | bersahabat dengan Kanjeng Sunan |
Kalijaga den dhawuhi | Kalijaga diperintahkan |
martapi aneng riki | bertapa di sini |
dene masigid di luhung | dan (masigid) yang luhur |
criyose tiyang sepah | ceritanya orang tua |
saking Mekah asalneki | asalnya dari Mekah |
ingkang pangandika Sunan Kalijaga | yang mengatakan Sunan Kalijaga |
33. Sunan Bayat sakaliyan | Sunan Bayat sekalian |
dumugi praptaning jangji | sampai saatnya meninggal |
sumare ardi punika | dimakamkan di gunung Tembayat |
wonten sabatnya satunggil | ada satu sahabatnya |
Seh Dumba awawangi | namanya Seh Dumba |
wafate sumare gunung | wafatnya dimakamkan di gunung |
Cakaran caket Bayat | Cakaran dengan Bayat |
kang katingal saking riki | yang kelihatan dari sini |
paran karsa kula sagah ngaterena | jika akan ke sana saya bersedia mengantarkan |
Budi (kiri) dari Kadangan, pencinta macapat Tembi yang setia sejak 1995.
Djoyo Sumarto (kanan) pemandu macapatan (foto: herjaka)
Demikian cuplikan dari teks macapat yang mengisahkan pejiarahan Mas Cebolang dan pengikutnya ke makam Sunan Tembayat dan Seh Dumba.
Murtini, salah satu pecinta macapat yang mendapat giliran nembang (foto: herjaka)
Acara macapatan malam itu dipandu oleh bapak Djoyo Sumarto dan Ign. Wahono dan dihadiri oleh sekitar 30 pecinta macapatan dari penjuru Bantul. Beberapa diantara mereka mendapat kesempatan untuk nembang dengan diiringi gamelan.
Para pecinta macapatan Tembi Rumah Budaya (foto herjaka)
Sungguh semarak malam itu. malam yang terang tidak diguyur hujan. Tepat pada jam 23.00 para pecinta macapat pulang dengan hati puas. Ada harapan di dasar hati mereka, bahwasanya tiga puluh lima hari lagi, pada malam Rabu Pon, masih dapat datang di pendapa Tembi Rumah budaya pada acara yang sama, tentu saja dalam suasana yang berbeda, semoga.
herjaka HS
Artikel Lainnya :
-
Pameran lukisan tunggal Dwi Wicaksono Suryasumirat atau Ube telah berlangsung sejak 5-26 Febuari 2010 mendatang di Tembi RUMAH BUDAYA, Gandaria Jakarta Selatan. Ada yang unik dari pameran tunggal lukisan Ube kali ini. Memilih judul pameran “Nol”, Ube mengekspresikan diri lewat karya-karyanya yang bebas dan apa adanya. " href="https://tembi.net/selft/2010/20100216.htm">Pameran Lukisan Tunggal "Ube" Jujur Dalam Berkarya(16/02)- Ngayogyakarta Tansaya Macet(25/05)
- 14 September 2010, Kabar Anyar - SARASEHAN STRATEGI PEMERTAHANAN BAHASA JAWA DI FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNY YOGYAKARTA(14/09)
- Apresiasi Kehidupan dari Pendapa dan Amphitheatre Tembi(29/06)
- Mengingat (-Ingat) Terus Yang Dilupa(kan)(01/10)
- PENOBATAN SULTAN HAMENGKU BUWANA IX TAHUN 1940(21/06)
- SUMUR KASATAN BANYU(07/06)
- Denmas Bekel(02/07)
- MIE ACEH DI YOGYA(03/10)
- 17 Januari 2011, Kabar Anyar - MANTRA BERSETUBUH DENGAN MATAHARI(17/01)