Jagongan Wagen di Padepokan Seni Bagong Kussudiarja Hadirkan NurUni Rupa
NurUni Rupa menjadi pentas yang segar malam itu. Ketika ruang bermain dibuka selebar-lebarnya, ide-ide menarik dan tak terduga muncul. Jagongan Wagen memang tidak berhenti sebagai ruang pentas, namun dari waktu ke waktu telah menjadi ruang untuk berproses kreatif terutama bagi para seniman muda.
Para tukang bermain bunyi-bunyian melalui alat kerja mereka
Pertunjukan senibulanan “Jagongan Wagen” kembali digelar di Padepokan Seni Bagong Kussudiarja (PSBK), Bantul Yogyakarta, pada Sabtu malam 28 September 2013. Pada edisi September kali ini, Jagongan Wagen mengangkat tema NurUni Rupa dengan menampilkan hasil kreativitas lima seniman muda yakni Gagah Pacutantra, Jaeko, Andre, Sprite’z Rukaya, dan Ricky Setiawan. Nur yang berasal dari bahasa Arab berarti cahaya, sedangkan Uni dalam bahasa Jawaberarti bunyi.
Pukul 19.30, pentas belum dimulai, tapi audien sudah njangong memadati PSBK. Njagong, kata dalam bahasa Jawaberarti duduk, begitulah istilah khas ketika menyaksikan Jagongan Wagen. Pentas memang belum dimulai namun panggung yang penuh dengan set properti telah menampilkan citranya sendiri. Ada tangga lipat, meja kursi, kayu-kayu, pipa-pipa besar, dan kaleng bekas, hingga galon bekas air kemasan ditata sedemikian rupa di panggung. Mengundang rasa penasaran, apa yang akan terjadi selanjutnya, apa yang akan dipentaskan?.
Setelah beberapa saat menunggu akhirnya NurUni Rupa dimulai. Sprite’z Rukaya yang berdandan seperti ‘tukang kayu’ masuk ke panggung sambil bersiul. Disusul Jaeko, Gagah dan Andre dengan konsep dandanan yang sama. Keempat ‘tukang’ ini mulai mengambil peralatan pertukangan masing-masing. Jaeko sibuk dengan linggis, Gagah mengambil gergaji, sedangkan Sprite’z dan Andre sibuk mengamplas kursi yang belum jadi.
Para tukang ini ternyata tidak bekerja seperti umumnya tukang. Sambil mencongkel kayu, Jaeko mulai memukul-mukul linggisnya dengan tang. Ia mulai bereksperimen dengan bebunyian dari alat pertukangannya. Mula-mula bebunyiannya acak dan asal. Lambat laun, eksperimen bunyi ini menjadi sebuah ritme yang teratur. Sprite’z dan Andre yang sibuk membuat kursi mulai mengikuti permainan ritme ini. Begitu pula Gagah bereksperimen dengan bebunyian gergaji. Jadilah sebuah permainan perkusif dari linggis, tang, amplas, dan gergaji yang kian lama kian menarik untuk diikuti. Panggung menjadi ruang eksperimen Uni dan Rupa yang memikat.
Formasi para tukang berpindah. Jaeko mulai bereksperimen bunyi dengan medium kursi. Dengan dua buah stik kayu ia memukul-mukul kursi seakan beraksi bagai solois dengan iringan pola ritme dari Andre, Gagah, dan Sprite’z yang konstan. Usai aksi ‘solo’ dari Jaeko, giliran Gagah menunjukkan kepiawaiannya berolah ritme. Dengan dua stik kayu juga, ia memukul-mukul kursi dengan begitu atraktif. Saat Gagah semakin asik dengan aksinya, Ricky yang mengambil peran sebagai juragan datang tiba-tiba. Para tukang sontak menghentikan ‘permainan’ mereka, diiringi gelak tawa dari para audien.
Permainan para tukang disertai dengan permainan cahaya
Para tukang melanjutkan pekerjaan mereka secara normal hingga tiba waktunya beristirahat, njagong sambil minum teh. Ternyata saat para tukang beristirahat, sang juragan iseng ikut memukul-mukul kursi dan bereksperimen dengan bunyi. Para pekerja yang telah selesai beristirahat memergoki Ricky sedang asik bermain-main ritme. Inilah saat yang menggelikan. Akhirnya permainan bebunyian para tukang berlanjut.
Ternyata Ricky Setiawan sang juragan hobi bereksperimen dengan lampu dan cahaya. Saat para tukang bermain-main dengan ritme, Ricky duduk di singgasananya yakni di depan alat pengatur sistem pencahayaan yang juga berada di panggung. Jadilah interaksi Nur Uni Rupa yang menarik. Pencahayaan diatur merespon ritme musik yang dimainkan. Galon-galon yang diatur di panggung ternyata di dalamnya terdapat lampu yang nyalanya bisa dimainkan sesuai dengan bunyi musik.
Sesi pertama permainan para tukang telah usai. Para tukang berganti kostum dan sesi kedua pun dimulai. Kali ini konsepnya adalah kegiatan bersih-bersih rumah lengkap dengan segala perlatannya. Jaeko membawa sapu lidi dan cikrak. Sprite’z dengan selang besar memperagakan sebuah mesin penyedot debu, namun lucunya dirinyalah penghisap debu itu sendiri dengan ujung selang yang menempel di mulutnya. Andre membawa ayakan yang berisi biji-bijian, sedangkan Gagah asik bermain-main memukul kaleng-kaleng bekas. Permainan bebunyian kembali terjadi. Para tukang yang seharusnya bersih-bersih rumah bermain ritme dengan peralatan masing-masing. Sedangkan Ricky masih tetap di singgasananya, bermain dengan tata cahaya.
Dalam suatu momen, semua lampu di panggung dimatikan. Ceritanya seperti sedang mati listrik. Para tukang menyalakan lilin. Mereka lalu mengambil pipa-pipa logam kecil dan terus bermain diterangi cahaya lilin. Pipa-pipa logam kecil tersebut dipukul-pukulkan ke lantai dan ternyata masing-masing memliki nada yang berbeda dan berbunyi nyaring, amat menarik dan segar. Sekarang, para tukang asik bermain dengan nada-nada.
Saat lampu kembali menyala, para tukang terus lanjut bermain dengan pipa-pipa logam kecil hingga akhirnya mereka menutup Jagongan Wagen edisi September dengan sebuah melodi manis. NurUni Rupa menjadi pentas yang segar malam itu. Ketika ruang bermain dibuka selebar-lebarnya, ide-ide menarik dan tak terduga muncul. Jagongan Wagen memang tidak berhenti sebagai ruang pentas, namun dari waktu ke waktu telah menjadi ruang untuk berproses kreatif terutama bagi para seniman muda. Para tukang nakal, teruslah berkreasi!
Naskah dan Foto:Gardika Gigih Pradipta
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Perbincangan Aktualisasi Semangat Patriotisme Bersama Sri-Edi Swasono dan Mohammad Sobary(24/09)
- Pemda DIY Menggagas Pembentukan Akademi Komunitas untuk Kemajuan Seni dan Budaya(23/09)
- Menikmati Panggung, Menikmati Sajian Perdana Duo Gitar ‘Bajo’(23/09)
- Seniman Yogyakarta Punya Gedung Baru untuk Berekspresi(21/09)
- Malam ini Lima Penyair Tiga Kota Membaca Puisi di Tembi(20/09)
- Memutar Kembali Kenangan Radio Lama di Bentara Budaya Yogyakarta(20/09)
- Macapat Tembi Rumah Budaya, Bersatunya Kawula dan Gusti(19/09)
- Museum Harus Berubah, Menjadi Museum yang Berorientasi pada Masyarakat(19/09)
- Ziarah Batin 40 Hari Masroom Bara Di Pojok Beteng Wetan(18/09)
- Lakon Mahesasura Lembusura dari Sukra Kasih nan Memikat Hati(18/09)