Film Dokumenter Setelah 15 tahun Karya Tino Saroengallo Menyimpulkan Reformasi Gagal
Sebuah karya dokumenter milik Tino Saroengallo berjudul ‘Setelah 15 Tahun’. mencoba mengevaluasi perjalanan reformasi, sejak terjadi sampai tahun 2012 dengan cara mewawancarai mantan aktivis 98, masyarakat dan mahasiswa. Hasilnya, reformasi gagal.
Suasana pemutaran film dokomenter ‘Setelah 15 Tahun’ di Graha Bakti Budaya, TIM
Reformasi sudah 15 tahun berlalu, apa dampaknya, adakah perubahan, adakah cita-cita reformasi sudah tercapai? Jawabannya mengambang bahkan cenderung dikatakan gagal. Setelah sukses dengan filmnya yang bertema reformasi, berjudul “Student Movement in Indonesia : The Army Forced Them to be Violent”, Tino Saroengallo kembali membuat dokumenter berjudul ‘Setelah 15 Tahun’.
Pada film sebelumnya Tino menceritakan tentang gerakan mahasiswa di Indonesia yang menjadi ganas karena harus menghadapi represi militer dan polisi dalam perjuangan mereka untuk reformasi. Dalam film terbaru ini, yang diputar perdana di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, baru-baru ini, Tino merekam perjalanan aktivis 98 lewat wawancara setelah 15 tahun reformasi berlalu.
Adegan awal dibuka dengan footage peristiwa korban mahasiswa yang ditendang persis di kepala oleh aparat pada Tragedi Trisakti. Frame berikutnya, mahasiswa yang ramai-ramai berdemo menuntut turunnya Presiden Soeharto.
Kemunculan aktor Tora Sudiro sebagai narator, menceritakan kembali kejadian-kejadian yang terjadi pada 1998, dan mempertanyakan apa hasilnya dan sejauh mana cita-cita reformasi sudah tercapai.
Bagaimana setelah reformasi berlalu para aparat yang memberondong mahasiswa dengan peluru tidak ada yang diproses hukum. Bagaimana para aparat dan TNI yang bernyanyi dengan riang dan lantang usai menembaki para mahasiswa seakan telah berhasil membunuh lawan, padahal yang mereka lawan adalah anak bangsa. Fakta bahwa Bunderan HI dibangun sedemikian rupa untuk memecah konsentrasi pada pendemo terlihat jelas dalam film ini.
Tino Saroengallo saat membuka acara pemutaran film dokumenternya di TIM
Fakta-fakta tersebut bisa saja tidak pernah diketahui oleh generasi sekarang, apalagi semua seakan ditutup-tutupi, padahal sudah jelas Prabowo mengakui kalau ia yang menculik para aktivis pada saat itu. Yang terjadi sekarang, demokrasi selalu dikaitkan dengan ramai-ramai, rusuh dan dibayar.
Dalam film juga dijelaskan bagaimana ketidaksiapan para aktivis setelah Soeharto menyatakan mundur. Dalam wawancaranya, aktivis 98 yang kini menjadi pengacara mengaku saat itu mahasiswa tidak menyangka Soeharto akan mundur secepat itu. Karena ketidaksiapan tersebut, akhirnya kekuasaan kembali diambil oleh elit politik gadungan, hasilnya ya seperti yang terjadi sekarang, reformasi kebablasan.
Faisal Basri (dosen Universitas Indonesia) yang menjadi salah satu narasumber wawancara dalam film, mengatakan di saat Soeharto lengser, tidak ada sikap untuk bersatu untuk konsolidasi. “Yang kita lihat sekarang penjelmaan Orde Baru jilid kedua,” katanya.
Sejak reformasi sampai sekarang, Negara tidak mengalami perbaikan sistem. Orang tua korban tragedi Semanggi dalam wawancaranya mengatakan kegagalan-kegagalan tersebut dapat dilihat dari berbagai hal, misalnya Soeharto tidak pernah dihukum karena dinyatakan sakit permanen. Berantas KKN, yang terlihat sekarang justru semakin parah. Aparat masih digunakan sebagai alat kekuasaan, dan masih banyak lagi kegagalan-kegagalan yang justru semakin terlihat sekarang.
Memang ada sedikit hal baik buah dari hasil reformasi, salah satunya adalah banyaknya media tumbuh, kebebasan berpendapat, presiden dipilih langsung, perayaan Imlek, namun secara esensi tidak ada keberhasilan, dan kesejahteraan tidak pernah terjadi. Ironisnya, partai-partai baru justru berkompromi dengan Orde Baru, mereka tak lagi mengatasnamakan rakyat, tapi kepentingan kekuasaan.
Footage dalam film tak hanya pergerakan yang dilakukan oleh mahasiswa di Jakarta, ada footage terkait pergerakan Peristiwa Gejayan, Yogyakarta. Maka film “Setelah 15 Tahun” didedikasikan untuk Moses Gatotkaca (korban Peristiwa Gejayan) dan Yun Hap (korban Tragedi Semanggi II). Mudah-mudahan dengan menonton film ini masyarakat bisa disembuhkan dari “penyakit lupa” dan kembali berupaya menegakkan cita-cita Reformasi. Itu harapan si pembuat film.
Potongan film “Setelah 15 Tahun”
Naskah & foto:Natalia Sitorus
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Wayang Orang Sriwedari Sudah 102 Tahun Manggung, Siap Tampil di Gedung Kesenian Jakarta 22 Juni(17/06)
- ANCAMAN BAGI LAHAN TANAMAN PADI DI JAWA(20/08)
- PASAR SENI GABUSAN DAN BANTUL EKSPO(12/08)
- SUNGAI OPAK DAN OYA BAGI MASYARAKAT BANTUL(06/08)
- PLASTIK, TEMUAN MANUSIA YANG MEMBAWA PROBLEMATIKA JANGKA PANJANG(29/07)
- MAS MUR YANG JANGKUNG(22/07)
- BANGSA/SUKU BANGSA JAWA SATU ABAD SEBELUM MASEHI(15/07)
- DOMINASI BUMBU KIMIA DALAM DUNIA KULINER(08/07)
- KELUARGA JAWA: DULU DAN SEKARANG(01/07)
- SETAHUN PERISTIWA BUNGKER MAUT(26/06)