DOLANAN PATIL LELE-2
(PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-61)
Setelah anak-anak bersepakat hendak bermain Patil Lele, misalkan ada 8 pemain yakni pemain A,B,C,D,E,F,G, dan H, mereka harus menuju tempat bermain yang cukup lapang. Setelah itu mereka semua melakukan hompimpah. Keenam pemenang sut menjadi pemain mentas. Mereka harus berkelompok dua-dua, misalkan A dan B, C dan D, E dan F. Sementara dua pemain terakhir yang kalah hompimpah yakni pemain G dan H, menjadi satu kelompok kalah, yang tugasnya harus menjadi pemain dadi. Kelompok menang berkumpul di satu tempat atau lokasi yang sama, misalkan di sebelah kanan dari pemain kalah.
Kedua pemain dadi (G dan H) segera menempatkan diri di tempat yang sudah ditentukan. Pemain G dan H saling berdiri berhadapan berjarak setengah rentangan tangan. Kaki kanan kedua pemain G dan H dijulurkan ke depan sehingga ujung-ujung jarinya saling bertumpuan. Kedua kaki yang bersentuhan tadi merupakan garis penghalang yang harus dilewati oleh kelompok peserta yang menang.
Para pemain menang semuanya berada di samping kanan pemain dadi. Satu persatu memulai permainan. Diawali dengan pemain A (yang berpasangan dengan pemain B). Ia mulai melangkahkan satu kaki kanannya ke depan di seberang kaki-kaki pemain dadi yang telah direntangkan. Setelah itu berhenti sejenak. Pada saat itu, tangan kanan pemain G direntangkan di belakang punggung pemain A. Sementara pemain H merentangkan tangan kirinya sama di belakang punggung pemain A. Sementara kaki kiri pemain A masih berada di belakang garis dan masih menapak tanah. Ketiganya harus waspada. Pemain menang waspada agar tidak tercablek kedua tangan pemain dadi. Sementara itu kedua pemain dadi juga harus waspada, sebisa mungkin mencablek pemain A saat kaki kirinya terangkat. Apabila selanjutya ternyata pemain A bisa mengangkat kaki kiri dan segera melaju ke depan tanpa terkena cablekan, maka pemain A dinyatakan menang.
Kemudian diikuti oleh pemain B melakukan hal sama seperti pemain A. Tetapi ternyata, pemain B kurang cekatan, sehingga ketika mengangkat kaki kiri untuk melaju ke depan, punggungnya tercablek pemain dadi. Terpaksa ia menjadi pemain kalah. Namun tidak mengapa. Pemain B segera menyingkir dulu di samping pemainmenang lainnya. Ia masih bisa diselamatkan oleh teman satu kelompoknya, yaitu pemain A. Pemain A kembali pada posisi seperti awal. Ia harus membebaskan pemain B. Ternyata dalam langkah kedua ini pun, ia bebas dari cablekan pemain dadi. Dengan demikian pemain B terbebaskan dan kelompok ini bebas dari hambatan.
Lalu dilanjutkan dengan kelompok pemain C dan D. Mereka juga melakukan hal yang sama. Ternyata pemain C dan D tercablek oleh pemain G dan H, maka kedua pemain menggantikan posisi dadi. Sekarang pemain C dan D berposisi sebagai pemain dadi, sementara pemain G dan H berposisi pemain mentas. Untuk main menunggu giliran pemain E dan F. Ternyata pemain E dan F juga lolos melewati rintangan yang dibuat pemain dadi. Lalu dilanjutkan dengan kelompok pemain G dan H. Ternyata kelompok ini pun dapat lolos. Demikian diulang-ulang terus.
Apabila sudah ada satu kelompok yang sudah lima kali lolos dari cablekan, maka kelompok ini berhak digendong oleh pemain dadi sesuai jarak yang telah disepakati. Misalkan pemain A dan B telah lima kali lolos, maka pemain C menggendong pemain A dan pemain D menggendong pemain B dengan jarak dari ujung ke ujung halaman bolak-balik. Permainan dapat dilanjutkan kembali. Jika ada anak yang ingin berhenti bermain karena capek atau sebab lain, permainan sesuai dengan kesepakatan bisa dibubarkan atau pemain yang berhenti bisa diganti pemain cadangan.
Begitulah permainan Patil Lele dimainkan oleh anak-anak di saat waktu senggang. Dolanan ini pun fungsinya untuk hiburan sekaligus proses bersosialisasi dengan teman sebaya. Dengan demikian, anak akan mempunyai ikatan emosi kuat dengan teman sebaya. Anak dilatih untuk bisa berbagi rasa, menahan emosi, bersabar, dan kerja kelompok. Sayang, saat ini sudah tidak banyak lagi anak-anak mengetahui dan memainkan dolanan ini.
Suwandi
Sumber: Permainan Tradisional Jawa, Sukirman Dharmamulya, dkk., 2004, Yogyakarta, Kepel Press
Artikel Lainnya :
- SOP BUNTUT RM PARANGTRITIS(13/07)
- Denmas Bekel(07/01)
- PAK DARMA BERTEMU KAWAN LAMA - DUET PIANIKA DAN KOLABORASI BERBAGAI UNSUR SENI DI Tembi RUMAH BUDAYA(10/06)
- Tarik Tambang(07/02)
- Daftar judul buku(18/10)
- 28 Oktober 2010, Kabar Anyar - PAMERAN GRAFIS PENJASKES DI Tembi(28/10)
- Inilah tampilan Tamansari Ngayogyakarta tahun 1921(17/10)
- 16 Agustus 2010, Klangenan - 65 TAHUN INDONESIA(16/08)
- TOMBRO BACEM PANDAN DI Tembi(25/04)
- 22 Juni 2010, Djogdja Tempo Doeloe - RUMAH SAKIT MATA DR. YAP TAHUN 1920-AN(22/06)