Catatan Pameran Lukis
Jalan Pulang

Catatan Pameran Lukis Jalan Pulang

Apa konsep yang ditawarkan dan harapan yang ingin dicapai dalam pameran ini? tanya Octo Lampito kepada Cho Chro Tri Laksana dan Ratih Sudjoyono, pada acara pembukaan pameran lukisan yang diberi tajuk “Pamer-an Lukis-an Jalan Pulang yang digelar di Tembi Rumah Budaya pada 13 sampai dengan 22 September 2012. Menurut Cho Chro dalam kehidupan ini terjadi hubungan timbal balik. Apa yang kita lakukan akan kita petik. Sedangkan Si Jon panggilan dari Ratih Sudjoyono mengatakan bahwa pameran ini dimaksudkan untuk mencari jati diri.

Catatan Pameran Lukis Jalan Pulang

Dua perupa yang bersahabat sejak tahun 1977 ingin pulang ke Jogja setelah puluhan tahun keduanya suntuk bekerja sebagai desainer industri periklanan di Jakarta untuk Cho Chro dan sebagai guru gambar di Bandung untuk Ratih Sudjoyono. Kenangan di Jogya ketika mereka berdua mengawali proses kreatifnya sebagai penjaja dan pembuat sketsa, vignette, kartu Lebaran, kartu ucapan ulang tahun, kartu ucapan Natal Tahun Baru di Malioboro menjadikan keduanya rindu untuk pulang bersama. Kepulanganya tidak sekedar untuk bernostalgia, tetapi untuk pameran sebagai rasa tanggungjawabnya kepada ‘Yogya’ yang telah memberikan sebagian besar ilmu senirupa serta tempat pematangan proses kreatifnya.

Pameran yang diberi tajuk Jalan Pulang ini dapat dimaknai bahwa, selain pulang ke kota Jogya yang dimaksud, mereka juga ingin pulang menjadi seniman perupa yang bebas dan merdeka dalam menjalanin proses kreatifnya, bukan seperti mesin yang menuruti dan melayani tuntutan profesi sebagai guru dan desainer.

Catatan Pameran Lukis Jalan Pulang

Walaupun tuntutan profesi yang telah ditekuni selama puluhan tahun disatu sisi telah membelenggu ‘keliaran’ mereka dalam berkarya, disisi lain secara tehnis mereka telah menjadi matang karena tuntutan profesi juga.

Karya-karya Cho Chro yang menggunakan cat air dan cat poster dengan teknik air brush di atas kertas berukuran rata-rata 38 cm x 28 cm menunjukkan akan kematangan tehnik yang dipakai. Selain anatomi yang cukup matang, Cho Chro berhasil menampilkan obyek yang kebanyakan manusia sampai ke sudut-sudut yang paling kecil, sehingga lukisan yang hadir mirip dengan print-out foto olahan secara kreatif.

Seperti dikatakan Cho Chro di depan, bahwa 22 buah lukisan yang masing-masing diberi judul: Kekidungan, Pupusing Sih, Wiji, Urip Arip, Lir ing Sambekala, Lingsir Wengi, Ekaristi, Tinilar Mlajar, Wot Ogal-agil, Olah Pikir, Sih ing Suh, Lantiping Lampah, Pengakuan, Rep-reping Pangarep-arep, Ngundhuh Wohing Pakarti, Getun Tiba Mburi, Raos Pangraos, Wohing Wit, Simalakama dan 3 buah karya sketsa hitam putih, merupakan refleksi bahwa hukum timbal balik ada dibalik kehidupan ini, apa yang di lakukan akan dipetik, apa yang di tanam akan di tuai.

Catatan Pameran Lukis Jalan Pulang

Dibalik judul- judul yang dipakai untuk menandai lukisan, Cho Chro menghasilkan pula pusi-puisi, seperti halnya lukisan, yang merefleksikan kehidupan pada umumnya, terlebih kehidupan kesenimanannya.

Lain halnya dengan 9 buah lukisan akrilik di atas kanvas berukuran masing-masing 40cm x 40 cm, karya Ratih Sudjoyono, yang masing-masing diberi judul: Topeng 1 dan Topeng 2, Motif 1 dan Motif 2, Kasih Sayang, Ikan, Pohon Berbunga, Hutan dan Pelabuhan Hati, adalah karya yang diupayakan dengan susah payah karena kesehatannya sedang terganggu untuk mencari Jati diri.

Pameran yang pembukaannya di laksanankan di Pendapa Yudanegaran, Tembi Rumah Budaya, diawali dengan musikali puisi karya Cho Chro dari Unit Studi Sastra dan Teater Universitas Negeri Yogyakarta, Bowo dan Kawan, dilanjutkan pembacaan Puisi dan Patomin

Foto: Barata, tulisan herjaka




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta