- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Berita-budaya»BERJUANG MELALUI MUSIK
25 Apr 2011 08:47:00Rasanya hanya sedikit musisi yang ‘meninggalkan’ industri musik, untuk memasuki wilayah lain, yang oleh kebanyakan musisi tidak terlalu ‘didekati’. Meski masih di jalur musik, tetapi bukan semata-mata untuk kepentingan bisnis, melainkan menempuh apa yang disebut sebagai perjuangan. Bukan berjuang untuk mencari posisi, melainkan berjuang untuk membangun negara yang bersih, adil dan demokratis. Musisi ini kita kenal dengan nama Franky Sahilatua, yang Rabu (20/4) lalu pergi meninggalkan kita untuk selamanya.
Sebelumnya, kita mengenal Franky sebagai penyanyi Balada. Lagu-lagunya, seperti ‘Bis Kota’ tahun 1970-an dikenal secara luas. Suaranya yang khas, bersama adiknya, Jane Sahilatua dan dikenal sebagai ‘Franky and Jane’ memberi warna lain diblantikan musik di era tahun 1970-an. Orang, kapan mendengarkan lagu-lagu Franky dan Jane, seperti mendengarkan ‘kisah’ kehidupan, yang sehari-hari dijalani bersama, seperti kalimat dalam lagunya:
“Bis kota sudah, miring ke kiri
oleh sesaknya penumpang
aku terjepit disela-sela, ketiak para penumpang
yang bergantungan
………………………. “
Kisah-kisah keseharian yang dijalani warga masyarakat mudah sekali ditemukan dalam lagu-lagu Franky pada masa itu. Lagu yang lain misalnya, “Lelaki dan Rembulan’ selain berkisah menyangkut asmara dengan pilihan kata yang puitis membuat orang yang mendengarnya memiliki imajinasi duka dan bahagia menyangkut kisahnya.
Namun lagu-lagu itu sudah menjadi masa lalu bagi Franky. Meski masih ‘enak’ untuk di dengarkan bagi penggemarnya, namun tidak lagi ‘diteruskan’ olehnya. Franky lebih memilih ranah lain. Dia memiliki ‘kehendak’ berpolitik melalui lagu-lagunya, Karena itu, Franky merasa tidak perlu memasuki partai. Melalui lagu-lagu yang diciptaknnya, misalnya ‘Kemesraan’ Franky memberi inspirasi pada pendengarnya.
Berpolitik bagi Franky, bukan untuk mencari kedudukan, juga bukan untuk mengejar kekayaan. Berpolitik, bagi Franky, tampaknya adalah upaya untuk membangun masyarakat yang baik, terbuka, adil dan demokratis. Nilai-nilai demokrasi, dia suarakan melalui lagu-lagunya, Ketidakadilan dia sentuh dengan lagu-lagunya sehingga orang yang mendengar merasakan keteduhan akan pesan-pesan yang disampaikan.
Karena pilihannya, membuat teman-teman Franky berasal dari kalangan yang beragam. Bukan hanya dari kalangan musisi, melainkan seniman dari disiplin lain, bersahabat denganya. Politisi partai, aktivis politik, aktivis LSM, aktivis anti koruposi, aktivis pro demokrasi, kelompok agamawan sampai pejabat, menjadi sahabat Franky. Ini menunjukkan, sesunguhnya, Franky diterima oleh beragam kalangan.
Namun kini, Franky telah pergi. Pastilah bangsa kita kehilangan seorang pejuang yang baik hati, merelakan diri untuk tidak berlimpah harta. Dalam kata lain, hidup Franky ‘diserahkan’ untuk membangun bangsa ini. Mesti dia tahu, bahwa negaranya tidak pernah bersih dari korupsi. Tidak pernah jauh dari kekerasan, dan sangat dekat dengan ketidakadilan. Tetapi Franky tetap mencintai negerinya sambil berlagu untuk mengingatkan semuanya, terumata para penguasa. Bahkan, sebelum dia meninggal, masih sempat menciptakan lagu untuk Indonesia yang berjudul ‘Pancasila Rumah Kita Bersama’.
Saya membayangkan, bagaimana galaunya Franky terhadap keadaan negerinya, sehingga dia menunjuk rumah yang sudah lama ‘dimiliki’, tetapi malah ditinggalkan. Dan rumah yang diatunjuk, dikenal oleh semua warga negara, dari anak kecil sampai orang tua. Apalagi, anak-anak SD sampai sekarang masih diminta untuk menghafal butir-butir Pancasila. Namun celakanya malah dilupakan. Karena itu, Franky menunjuk, ‘Pancasila’ adalah rumah kita.
Mudah-mudah dengan kepergian Franky, kita bersedia kembali ke rumah yang sudah ditunjukkan oleh Franky.
Selamat jalan Franky, perjuanganmu melalui musik tidak akan terlupakan.
Ons Untoro
Artikel Lainnya :
- 8 September 2010, Perpustakaan - Carok. Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura(08/09)
- Patok atau Tugu Penunjuk Arah di Jogja(08/02)
- 11 Mei 2010, Bothekan - NGEMPUKAKE WATU ITEM(11/05)
- WISATAWAN DI KRATON YOGYA(27/06)
- JUDUL BUKU(21/10)
- 19 Agustus 2010, Situs - SALAH SATU PENINGGALAN SULTAN HAMENGKU BUWANA II(19/08)
Seminar Sehari Peranan Budaya dan Bahasa Jawa di Sekolah(15/06) - DAFTAR BUKU PERPUSTAKAAN RUMAH BUDAYA Tembi(11/02)
- PENYIMPANAN PADI DI TAHUN 1930-AN(11/05)
- Siti karo Slamet. Jilid 1(16/05)