Gejlig Pitu, Bagian dari Warisan Budaya Wilayah Bantul
Pembuatan saluran irigasi dan Gejlig Pitu diduga dilakukan pada tahun 1920-an. Hal ini mengingat bahwa peletakan batu pertama untuk pembuatan dam atau sadapan air Kamijoro di Kelurahan Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 1924.
Gejlig Pitu, di Sanden, Bantul, dilihat dari sisi utara
Gejlig Pitu terletak di Dusun Trisigan, Kelurahan Murtigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi ini dapat dicapai melalui Jl Raya Bantul atau Pojok Beteng Kulon ke arah Pantai Samas, setelah mencapai Perempatan Palbapang pengunjung dapat mengambil jalan (arah) ke kanan (barat atau ke arah Srandakan). Setelah sampai di pertigaan Sorobayan ambil arah ke selatan (kiri). Ikuti jalan tersebut hingga sampai lokasi (Gejlig Pitu). Jarak antara pertigaan Sorobayan dengan Gejlig Pitu kurang lebih 3 kilometer.
Gejlig Pitu, yang berarti “pintu air sebanyak tujuh buah”, terletak persis di sisi selatan jembatan yang menghubungkan Dusun Trisigan dan dusun di sisi baratnya.
Gejlig Pitu merupakan kelompok pintu air berjumlah tujuh buah dalam satu lokasi (satu batang aliran irigasi). Posisi Gejlig Pitu ini disusun sedemikian rupa sehingga membentuk konfigurasi seperti busur atau setengah lingkaran. Satu pintu air mengarah ke selatan (sesuai dengan aliran utama irigasi). Satu pintu air mengarah ke barat daya, satu pintu air lain mengarah ke tenggara, tiga pintu air mengarah ke timur, dan satu pintu air mengarah ke barat. Masing-masing pintu air ini hingga kini masih berfungsi dengan baik. Bentuk pintu air sama semua.
Formasi pintu air berjumlah tujuh dalam satu tempat, dilihat dari selatan
Tinggi pintu air Gejlig Pitu kira-kira 2,5-3 m dan lebarnya sekitar 1,5 m. Pintu air terbuat dari pleat baja dan batang baja drat tunggal yang berfungsi untuk menjepit daun pintu air serta untuk menurunkan dan menaikkan daun pintu air. Cara menurunkan dan menaikkan pintu air ini dengan memutar drat tunggal dengan menggunakan stang putar di bagian atas pintu air. Pelat baja daun pintu air ini diperkuat dengan pelat baja yang dipasang saling menyilang (diagonal).
Gejlig Pitu merupakan sistem pengendalian air irigasi yang sengaja dibuat untuk mengairi persawahan di seputar Kelurahan Murtigading, Gadingsari, Gadingharjo (ketiganya masuk Kecamatan Sanden), Kelurahan Poncosari, Trimurti (keduanya masuk Kecamatan Srandakan), Donotirto (Kretek), sebagian wilayah Kecamatan Pajangan, dan tempat-tempat, utamanya di seputaran Kecamatan Sanden, Srandakan, Kretek, dan Pajangan.
Peletakan jumlah gejlig atau pintu air sebanyak tujuh buah di lokasi yang sama merupakan cara yang dianggap paling tepat atau ideal untuk pembagian air di wilayah termaksud secara bergiliran. Sistem buka-tutup pintu air telah diatur sedemikian rupa dengan jadwal dan perhitungan berdasarkan hari pasaran Jawa(Pon, Pahing, Wage, Kliwon, dan Legi).
Profil pintu air Gejlig Pitu dilihat dari sisi selatan
Pembuatan saluran irigasi dan Gejlig Pitu diduga dilakukan pada tahun 1920-an. Hal ini mengingat bahwa peletakan batu pertama untuk pembuatan dam atau sadapan air Kamijoro di Kelurahan Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 1924. Peletakan batu pertama itu dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwana VIII dan Residen Yogyakarta PW Jonquiere.
Tembi belum dapat melacak mengapa istilah “gejlig” digunakan untuk menamakan pintu air, terutama oleh masyarakat Jawa. Barangkali istilah ini ada hubungannya dengan istilah gejlig yang ada di dunia persilatan, terutama silat gaya JawaBarat. Pada beberapa tempat di Jawa Barat (dan Betawi) ada istilah tendangan yang disebut “nggejlig” atau ‘gejlig”, yakni serangan/tendangan bawah dengan sasaran kaki lawan (tulang kering, sisi samping kaki, dan betis). Serangan ini dilakukan dengan tumit sisi luar (samping) dengan tujuan mematahkan atau mementahkan gerakan kaki lawan. Gerakan atau serangan ini sering juga disebut dengan “ngejejeg”.
Nggejlig ini bila tepat sasaran otomatis akan mementahkan/mematikan gerakan atau serangan lawan karena kaki lawan akan cedera atau tidak bisa digerakkan lagi. Gejlig sebagai pintu air mungkin juga dimaksudkan demikian. Artinya, bisa menutup atau mematikan aliran air seperti yang diharapkan. Tentu, dugaan ini masih membutuhkan pembuktian lebih lanjut.
Tim Penilai Benda yang Diduga Cagar Budaya Kabupaten Bantul berpose di kompleks Gejlig Pitu
Naskah & foto:A. Sartono
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Keraton Yogyakarta Sebagai Replika Kosmos(21/11)
- Wot Galeh, Makam Pangeran Purbaya di Dekat Bandara Adisucipto(15/11)
- Batuan di Perengbendo Prambanan, Menyisakan Misteri Purbakala(15/11)
- Situs Watu Gudig(12/11)
- Candi Miri, Candi Sunyi Tersembunyi di Bukit(02/11)
- Arca Rsi Agastya Candi Badut untuk Menjauhkan Warga Malang dari Kemalangan(01/11)
- Candi Klodangan Sleman, Masih Minim Informasi(25/10)
- Gereja GPIB Marga Mulya, Salah Satu Gereja Kuno di Yogyakarta (2)(18/10)
- Mitos Gunung Sangga dan Ruwatan Sudamala(17/10)
- Keyakinan pada Keberadaan Kangjeng Ratu Kidul(14/10)