Nini Thowong-5
(Permainan Anak Tradisional-88)
Lagu itu dinyanyikan berulang-ulang. Kemudian disusul dengan lagu-lagu di bawah ini, seperti:
- “Ni Thowong, Ni Thowong, gayur-gayur ginotong, ginotonge telu gandhek, iderana nyang dhondhongan, ramekna bocah dolan, suraka-surak hiye.”
- Ilir-ilir kunanthi, sabuk cindhe lir gumanti, gilang-gilang layone, layone si putra agung, alah ugung dening dewa, alah dewa dening sukma, widadari tumuruna, gemrubyung bareng sesanga, kang buri kari lima, suraka surak hiye.
- Ilir-ilir guling, sulinge Sumakarta, raga-raga tangia, temonana dhayohira, ja suwe-suwe dalan, mesakake sing adolan, dolanane dolandana, alah ana dening sukma, widadari tumuruna, gumrubyung bareng sesanga, suraka surak hiye.
Itulah beberapa lagu yang terus dinyanyikan berulang-ulang hingga badan Nini Thowong mulai bergerak-gerak. Apabila telah ada tanda gerakan, berarti roh halus telah masuk ke tubuh Nini Thowong, dan permainan telah berhasil. Lagu-lagu itu bisa terus dinyanyikan berulang-ulang, dan mungkin juga bisa diselingi atau dilanjutkan dengan lagu-lagu lainnya, seperti:
- Ilir-ilir tandure wus sumilir, tak ijo royo-royo, tak sengguh penganten anyar, bocah angon bocah angon penekna blimbing kuwi, lunyu-lunyu peneken kanggo masuh dodotira, dodotira dodotira kumitir bedhahing pinggir, domana jlumatana kanggo seba mengko sore, mumpung gedhe rembulane, mumpung jembar kalangane, suraka surak hiye.
- Ceplik empring, jemplang-jempling moas, anjogeda moas, angigela.
Atau juga bisa dinyanyikan lagu lain sesuai dengan keinginan penembang atau penyanyinya hingga waktu tidak terbatas. Artinya, apabila semua pemain termasuk penyanyinya menginginkan lama, maka bisa terus dimainkan. Jika masih ingin terus roh halus menempel di dalam Nini Thowong dan gerakannya lebih cepat lagi, maka bisa dilanjutkan dengan lagu di bawah ini.
- Kranjang pangayun-ayun, bapak, dhemen wonge, ora dhemen salendere, bapak carang gantung, sawuyah.
- Wong ayu pilise kunir ayu, anjelirat-anjelirit, wong ayu ngadhanga dalan, sapisan ndhaku paman, ping pindho ndhaku bojo, ping telu melu turu, suraka surak hiye.
Dengan dinyanyikan beberapa lagu di atas, makin lama Nini Thowong akan semakin “ndadi” atau trans. Maka anak-anak yang hadir semuanya akan senang. Situasi akan semakin ramai setelah beberapa anak secara bergantian menanyai Nini Thowong sesuai dengan keinginan anak-anak.
bersambung
Suwandi
Foto: Sartono
Sumber: Sukirman Dharmamulya (2004), Permainan Tradisional Jawa, Yogyakarta: Kepel Press, Pengamatan serta Pengalaman Pribadi.
Artikel Lainnya :
- 26 Oktober 2010, Djogdja Tempo Doeloe - ROMUSHA DI JOGJA TAHUN 1943-AN(26/10)
- 19 April 2010, Kabar Anyar - SANA BUDAYA DI SURINAME(19/04)
- 12 Agustus 2010, Primbon - Watak Bayi Berdasarkan Pasaran Kelahiran(12/08)
- 3 Juni 2010, Kabar Anyar - TOMPUL DALAM 'ALUN DAN PUSARAN'(03/06)
- Mengenang Karya Affandi dan Senam Barahmus di Museum Affandi(05/05)
- PECEL SOLO(24/05)
- 4 Januari 2011, Kabar Anyar - PITUTUR LUHUR LELUHUR DAN KIDUNG MALAM : LAUNCHING DUA BUKU TERBITAN Tembi RUMAH BUDAYA(04/01)
Kuntz Agus Ayo Kembali Ke Bioskop(09/03) - Ada Lumba-Lumba Di Bantul(02/10)
- 26 Agustus 2010, Primbon - Mengenali Watak Dasar Bayi(26/08)