Sri-Sadana dalam Upacara Ulur-ulur

Author:kombi / Date:02-08-2013 / Tag: Ensiklopedi Upacara Adat / Upacara Adat

Sri-Sadana dalam Upacara Ulur-ulur

Pada upacara sesuci yang dilakukan sehabis panen ini, sesungguhnya tidak hanya patung Sri-Sadana yang disucikan, melainkan juga setiap hati warga di empat desa tersebut, agar setia menjaga, melestarikan dan memelihara kemakmuran yang telah dianugerahkan, terlebih menjaga keberadaan Telaga Buret.

Upacara ulur-ulur, tradisi menghormati Dewi Sri dan Sadana, yang masih dilakukan di Desa Sawo Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, foto: Herjaka
Arak-arakan patung Dewi Sri dan Sadana
yang dibawa oleh sepasang pria-wanita
dalam Upacara Ulur-ulur

Di Kerajaan Medangkamulan bertahtalah seorang raja keturunan Dewa Wisnu yang bergelar Prabu Sri Mahapunggung. Sang Prabu mempunyai empat orang anak, yaitu Dewi Sri, Sadana, Wandu dan Oya. Sebagai anak laki-laki pertama yang sudah tumbuh dewasa, Prabu Sri Mahapunggung menginginkan agar Sadana segera menikah dengan Dewi Panitra, cucu Eyang Pancaresi. Sadana menolak keinginan orangtuanya, dengan alasan ia tidak mau mendahului Dewi Sri, kakaknya. Karena jika hal tersebut dipaksakan, kakaknya akan mendapat kesulitan di kelak kemudian hari.

Sri Mahapunggung tidak bisa menerima alasan Sadana. Ia bersikeras untuk menikahkan anaknya. Merasa gelisah karena dipaksa untuk segera menikah, Sadana diam-diam meninggalkan keraton Medangkamulan. Sang Prabu kecewa dan marah atas kepergian Sadana. Dewi Sri menjadi sasaran kemarahan orangtuanya. Ia pun kemudian meninggalkan Medangkamulan tanpa pamit, untuk menyusul adiknya.

Sri Mahapunggung tak kuasa menahan luapan amarahnya. Raja keturunan Dewa Wisnu itu mengutuk Dewi Sri dan Sadana menjadi ular sawah dan burung Sriti. Ular sawah penjelmaan Dewi Sri berjalan tanpa tujuan pasti, demikian juga burung Sriti jelmaan Sadana terbang tak tentu arah.

Pada suatu pagi ular sawah yang kelelahan tersebut tidur di senthong, ruangan untuk menyimpan padi milik Kyai Briku di Dusun Wasutira. Kyai Briku terkejut saat masuk di lumbung padinya, karena melihat ular sawah yang persis dengan mimpinya semalam. Bahwa ular tersebut penjelmaan dari Dewi Sri yang bersama adiknya yang menjelma burung sriti akan memberi kelimpahan panenan padi, sehingga lumbungnya selalu penuh. Sebagai imbalannya Kyai Briku dimohon menjaga ular sawah tersebut dan memberi makan berupa ‘kinang’ yang terdiri dari daun sirih, injet dan gambir, serta menyalakan lampu minyak.

Apa yang dilakukan Kyai Briku dan Ken Sanggi istrinya ditiru oleh orang-orang di Dusun Wasutirta. Dan benarlah panen padi dan palawija melimpah sehingga Dusun Wasutirta sejahtera. Kebiasaan menghormati Dewi Sri yang disebut dewi padi dan Sadana yang disebut dewa palawija dilakukan turun temurun.

Upacara ulur-ulur, tradisi menghormati Dewi Sri dan Sadana, yang masih dilakukan di Desa Sawo Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, foto: Herjaka
Peragaan Upacara Ulur-ulur yang dimeriahkan dengan kesenian desa

Hingga sekarang kebiasaan menghormati Dewi Sri dan Sadana masih dilakukan di Desa Sawo Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, dengan upacara menyucikan patung Sri dan Sadana. Upacara adat yang ada kaitannya dengan keberadaan Telaga Buret di Desa Sawo tersebut di namakan Ulur-ulur. Di dalam upacara tersebut warga di empat desa yaitu Desa Sawo, Gedangan, Gamping dan Ngentrong, selain bergembira dengan keseniannya masing-masing, juga berdoa memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar air Telaga Buret yang mengairi sawah di empat desa tetap penuh ‘megung’ tidak habis, sehingga bisa memberikan kemakmuran bagi warga desa sekitarnya.

Pada upacara sesuci yang dilakukan sehabis panen ini, sesungguhnya tidak hanya patung Sri-Sadana yang disucikan, melainkan juga setiap hati warga di empat desa tersebut, agar setia menjaga, melestarikan dan memelihara kemakmuran yang telah dianugerahkan, terlebih menjaga keberadaan Telaga Buret.

Naskah & foto:Herjaka HS

Ensiklopedi Upacara Adat Source Link: Jakarta

Latest News

  • 16-07-14

    Denmas Bekel 16 Juli

    more »
  • 16-07-14

    Dapur Empu Keris di

    Pembuatan foto ini merupakan upaya yang brilian dari sang fotografer atau pemrakarsanya sebagai bentuk pendokumentasian akan sebuah fenomena unik... more »
  • 16-07-14

    Penyair Pesantren Ta

    Para penyair muda pondok pesantren ini tidak hanya membaca puisi, tetapi yang menarik mereka menggarap puisi dengan musik terbangan, yang mereka... more »
  • 15-07-14

    Jembatan Neco, Salah

    Pembuatan jembatan konstruksi baja yang dipindahkan dari Manding itu sendiri tidak atau belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan pada zaman kolonial... more »
  • 15-07-14

    Damas Sangaji Bertan

    Dengan karya, saya ingin menanyakan akan ‘kepekaan’ rasa kepada setiap orang yang melihat karya saya. Apakah kadar ‘kepekaan’ dari setiap orang yang... more »
  • 15-07-14

    Lading, Si Peracik B

    PJ Zoelmulder mendasarkan pada cuplikan teks yang bersumber pada naskah Abhimanyuwiwaha (AbhW) 30.13 yang berbunyi “…hana kadhuwak caluk badhama len... more »
  • 15-07-14

    Slamet Riyadi Sabraw

    Slamet Riyadi Sabrawi memang sudah lama bergelut dengan puisi. Pada masa mudanya, ketika dia masih sebagai mahasiswa Kedokteran Hewan di UGM, Slamet... more »
  • 14-07-14

    Meracik Acara Museum

    Banyak mahasiswa hadir dalam seminar “Museumisme” ini karena dimeriahkan komedian yang sekarang baru digandrungi anak muda yaitu Ge Pamungkas, dan... more »
  • 14-07-14

    Runtuhnya Hindia Bel

    Judul : Runtuhnya Hindia Belanda  Penulis : Onghokham  Penerbit : Gramedia, 1989, Jakarta  Bahasa : Indonesia  Jumlah... more »
  • 14-07-14

    Pidato Kebudayaan Pa

    Meski secara formal ia pensiun dari majalah Suara Muhamadiyah, tetapi Mustofa masih aktif sebagai redaksi di majalah kebudayaan ‘Sabana’. Mustofa pun... more »