Ruwatan untuk Menyelamatkan Sukerta dari Ancaman Batara Kala Pemangsa Manusia

Author:kombi / Date:25-07-2013 / Tag: Ensiklopedi Upacara Adat / Upacara Adat

Ruwatan untuk Menyelamatkan Sukerta dari Ancaman Batara Kala Pemangsa Manusia

Batara Guru mengutus Batara Wisnu turun ke dunia menyelamatkan calon-calon korban Batara Kala. Dalam usahanya menyelamatkan anak sukerta tersebut, Batara Wisnu menjelma sebagai dalang, dengan nama Dalang Kandha Buwana.

Ruwatan di Kraton Ambarukma Yogyakarta atau Kedaton Royal Heritage, Sabtu 22 Juli 2013, foto: Herjaka
Doa tengah malam di kamar pribadi Sultan Hamengku Buwono VII

Ruwat berarti bebas, lepas dari ancaman malapetaka sehingga pulih kembali seperti keadaan semula, terhindar dari nasib buruk yang sedang dan akan menimpa. Menurut kepercayaan Jawa, seseorang yang masuk kategori ‘sukerta,’ perlu diruwat, disucikan dengan ritual ruwatan. Karena jika tidak, orang tersebut akan mengalami kesialan bagi dirinya sendiri dan membawa sial bagi orang lain.

Pada umumnya upacara ruwatan ini dilakukan dengan gelaran wayang kulit yang mengangkat cerita Murwakala atau Sudamala. Dalam pegelaran wayang tersebut, dalang yang membaca mantra pangruwat dengan cara dikidungkan, untuk mengusir pengaruh jahat yang berada di dalam tubuh seorang sukerta yang diruwat.

Hingga saat ini sebagian masyarakat masih melakukan upacara ruwatan. Seperti belum lama ini, di Pendopo Kraton Ambarukma Yogyakarta atau Kedaton Royal Heritage, dilakukan ruwatan secara kolektif. Acara tersebut diselenggarakan oleh Hotel Royal Ambarukmo sebagai upaya untuk melestarikan tradisi leluhur.

Ruwatan di Kraton Ambarukma Yogyakarta atau Kedaton Royal Heritage, Sabtu 22 Juli 2013, foto: Herjaka
Peserta ruwatan menuju kamar pribadi Sultan HB VII

Pada malam sebelum dilakukan upacara ruwatan, di tempat yang sama diadakan macapatan dengan menembangkan Serat Sujarah Tanah Jawi dan serat Ngarbiyu yang ditulis oleh Kanjeng Raden Tumenggung Barantakusuma. Dipandu oleh Kanjeng Mas Tumenggung Projo Suwasono, para pecinta macapat yang datang dari Sleman, Kota Yogya dan Bantul, secara bergantian menembangkan serat tersebut pada bagian lahirnya Batara Kala, tokoh sentral yang menjadi penyebab terjadinya upacara ruwat.

Batara Kala lahir dari ‘kama salah’ kama Hyang Guru yang jatuh di laut. Dibarengi dengan badai dahsyat muncullah makluk aneh bergulung menakutkan dari dalam laut. Hyang Guru memerintahkan agar para dewa melenyapkannya dengan pusaka-pusaka andalan. Namun ia tidak mati, malahan tumbuh menjadi raksasa mengerikan dan diberi nama Kala.

Raksasa yang lahir dari kama salah tersebut meminta jatah makan kepada Batara Guru berupa manusia. Permintaan Batara Kala dikabulkan dengan syarat bahwa manusia yang boleh dimakan adalah manusia ‘sukerta,’ seperti teks berikut ini:

Pupuh XIII, Pangkur

Ruwatan di Kraton Ambarukma Yogyakarta atau Kedaton Royal Heritage, Sabtu 22 Juli 2013, foto: Herjaka
Menembangkan cerita kelahiran Batara Kala

6. Sira sun wehi nagara, ya Pasetran Gandamayu kang nagri, Kala sandang pangan nuwun, samana gya sinungan, babakane Kayu Klepu Dewadaru, pangane sakehing titah, kang mungkir Hyang Utipati.

7. Tegese klebu sukerta, gantang ontang-anting lemunting-unting, tunggaking aren jong paku, paku jong geger lawang, lawan kembang sepasang lan malihipun, sendang kaapit pancuran, pancuran sendang kang ngapit.

Batara Kala pun turun ke dunia, dan memangsa manusia sukerta, diantaranya: ontang-anting (anak tunggal), uger-uger lawang (anak dua, laki-laki), kembang sepasang (anak dua, perempuan), sendang kaapit pancuran (anak tiga, perempuan di tengah), pancuran kaapit sendang (anak tiga, laki-laki di tengah) dan lain sebagainya.

Dalam beberapa hari saja, sudah banyak manusia sukerta yang menjadi mangsa Batara Kala. Batara Guru khawatir jika dibiarkan terus, maka bisa jadi manusia di bumi akan habis dimakan Batara Kala.

Untuk menghindari hal tersebut, Batara Guru mengutus Batara Wisnu turun ke dunia menyelamatkan calon-calon korban terutama orang sukerta. Dalam usahanya menyelamatkan anak sukerta tersebut, Batara Wisnu menjelma sebagai dalang, dengan nama Dalang Kandha Buwana.

Ruwatan di Kraton Ambarukma Yogyakarta atau Kedaton Royal Heritage, Sabtu 22 Juli 2013, foto: Herjaka
Suasana macapatan di Pendapa Kraton Ambarukmo

Acara macapat malam itu diakhiri dengan ‘donga madya ratri’ doa tengah malam di kamar pribadi Sultan Hamengku Buwono VII, untuk mereka yang diruwat.

‘Kangge para kulawarga sukerta ingkang dipun ruwat, supados anggenipun ndherek ruwatan rancag, wilujeng purwa madya wusana. Gesangipun tansah kaparingan sih nugraha saking Ngarsa Dalem Pangeran, tinebihna ing rubeda, godha rencana, jinangkung dening Gusti, manggih mulya lair batin, jumbuh ingkang ginayuh, sembada ingkang sinedya’

Pada Sabtu pagi 22 Juli 2013 di Kedaton Royal Heritage, Dalang Kanda Buwana yang diperankan oleh Dalang Ki Cermo Hadi Sutoyo dari Bantul, meruwat puluhan orang sukerta, agar tidak menjadi mangsa Betara Kala, dengan menggelar lakon Murwakala

Ruwatan akan menjadi sangat berarti, ketika upacara tersebut dimaknai sebagai wujud kesadaran bahwa dirinya adalah manusia sukerta, lemah tak berdaya, penuh dosa, dan memasrahkan diri kepada Tuhan Penguasa Alam Semesta.

Naskah & foto:Herjaka HS

Ensiklopedi Upacara Adat Source Link: Jakarta

Latest News

  • 16-07-14

    Denmas Bekel 16 Juli

    more »
  • 16-07-14

    Dapur Empu Keris di

    Pembuatan foto ini merupakan upaya yang brilian dari sang fotografer atau pemrakarsanya sebagai bentuk pendokumentasian akan sebuah fenomena unik... more »
  • 16-07-14

    Penyair Pesantren Ta

    Para penyair muda pondok pesantren ini tidak hanya membaca puisi, tetapi yang menarik mereka menggarap puisi dengan musik terbangan, yang mereka... more »
  • 15-07-14

    Jembatan Neco, Salah

    Pembuatan jembatan konstruksi baja yang dipindahkan dari Manding itu sendiri tidak atau belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan pada zaman kolonial... more »
  • 15-07-14

    Damas Sangaji Bertan

    Dengan karya, saya ingin menanyakan akan ‘kepekaan’ rasa kepada setiap orang yang melihat karya saya. Apakah kadar ‘kepekaan’ dari setiap orang yang... more »
  • 15-07-14

    Lading, Si Peracik B

    PJ Zoelmulder mendasarkan pada cuplikan teks yang bersumber pada naskah Abhimanyuwiwaha (AbhW) 30.13 yang berbunyi “…hana kadhuwak caluk badhama len... more »
  • 15-07-14

    Slamet Riyadi Sabraw

    Slamet Riyadi Sabrawi memang sudah lama bergelut dengan puisi. Pada masa mudanya, ketika dia masih sebagai mahasiswa Kedokteran Hewan di UGM, Slamet... more »
  • 14-07-14

    Meracik Acara Museum

    Banyak mahasiswa hadir dalam seminar “Museumisme” ini karena dimeriahkan komedian yang sekarang baru digandrungi anak muda yaitu Ge Pamungkas, dan... more »
  • 14-07-14

    Runtuhnya Hindia Bel

    Judul : Runtuhnya Hindia Belanda  Penulis : Onghokham  Penerbit : Gramedia, 1989, Jakarta  Bahasa : Indonesia  Jumlah... more »
  • 14-07-14

    Pidato Kebudayaan Pa

    Meski secara formal ia pensiun dari majalah Suara Muhamadiyah, tetapi Mustofa masih aktif sebagai redaksi di majalah kebudayaan ‘Sabana’. Mustofa pun... more »