Kirab Kebo Bule Keraton Surakarta Tanpa Disertai Pusaka Lainnya

Author:kombi / Date:13-11-2013 / Tag: Ensiklopedi Upacara Adat / Upacara Adat

Kirab Kebo Bule Keraton Surakarta Tanpa Disertai Pusaka Lainnya

Menurut Mbah Bejo, ada sesosok lelaki naik bagian punggung kepala rombongan Kebo Bule. Nampak mengenakan pakaian layaknya seorang pembesar kerajaan, lengkap dengan mahkota dan tanda kebesaran lainnya.

upacara kirab kebo bule keraton surakarta, 1 suro, 5 November 2013, foto: Hugo M Satyapara
Kebo Bule melintas di depan kantor Telkom

Waktu menunjuk pukul 00.06 WIB saat delapan Kebo Bule pusaka Keraton Surakarta memasuki halaman Kemandungan Utara dari arah Gapura sisi timur. Abdi dalem, aparat serta petugas keamanan berkali-kali melontarkan imbauan supaya para warga yang hendak mengambil gambar tak menyalakan lampu kilat.

Saat ada warga yang nekad menyalakan lampu kilat, Kebo Bule yang datang berkalung samir itu langsung bereaksi. Langkah kaki yang nampak berirama berubah jadi tak beraturan. Bahkan Kebo Bule sempat berlari kembali ke arah pintu masuk.

Gerak kaki Kebo Bule menjadi sedikit tenang saat warga mematuhi anjuran. Pun saat berbagai ubarampe sesaji ditata di tengah halaman beserta air bunga dan asap kemenyan.

Namun saat sausana sudah tenang Kebo Bule belum mau keluar dar halaman Kemandungan untuk memulai tradisi Kirab Pusaka yang digelar setiap malam 1 Sura, siklus pergantian kalender Jawa. Kali ini siklus masuk Taun Alip 1947 dalam putaran Tahun Windu Sangara. 1 Sura Alip 1947 jatuh bersamaan dengan hari Selasa Wage 5 November 2013.

Beberapa kali abdi dalem berpakaian adat warna putih mencoba untuk mengarahkan Kebo Bule ke arah Gapura Brajanala. Namun belum juga berhasil. Mbah Bejo, salah satu abdi dalem yang sehari-hari berjaga di depan Panggung Sangga Buwana, menuturkan Kebo Bule belum mau keluar jika waktunya belum tiba. Dan orang yang tahu saatnya kebo keluar hanya abdi dalem yang bisa berkomunikasi dengan Kebo Bule keturunan Kyai Slamet itu.

upacara kirab kebo bule keraton surakarta, 1 suro, 5 November 2013, foto: Hugo M Satyapara
Kebo Bule kembali masuk kandang sehabis kirab

Tepat pukul 00.30 barulah Kebo Bule mau keluar dari halaman Kemandungan. Mungkin saat itulah yang paling tetap untuk memulai kirab. Setelah Kebo Bule melewati Gapura Brajanala, kemudian menyusuri jalan Supit Urang sisi barat, lagi-lagi abdi dalem dan petugas mengingatkan para warga untuk tidak menyalakan lampu kilat saat mengambil gambar. Juga bagi orang yang mengenakan pakaian warna merah hendaknya bersembunyi lebih dahulu.

Mbah Bejo yang ada di barisan paling depan saat kirab menuturkan bahwa sejak zaman dulu para warga yang menonton tidak diperbolehkan mengenakan pakaian warna merah. Jika ada yang melanggar pasti akan didekati kebo.

Karena saking banyaknya warga yang menonton, ada saja penonton berpakaian merah yang lepas dari pandangan petugas. Tapi uniknya kepala rombongan Kebo Bule tahu, dan akan mendekati warga yang mengenakan pakaian warna merah itu.

Memang kejadian itu di luar kewajaran. Tapi itulah realita yang ada. Maka tidaklah salah jika Kebo Bule itu bagi Keraton Surakarta dianggap sebagai pusaka, sama dengan pusaka lain yang berbentuk keris, tumbak, mariyem dsb.

Bisa jadi suasana malam itu akan berbeda jika pusaka yang lain ikut dikirab. Namun pusaka inti keraton tak dapat ikut kirab karena Sunan Paku Buwana XIII tidak memberi izin. Ini karena suasana Keraton Surakarta belum sepenuhnya kondusif. Sunan juga mengeluarkan perintah untuk tidak mengadakan kirab.

Namun Lembaga Dewan Adat tetap menjalankan kirab. KGPH Puger, salah satu anggota Lembaga Dewan Adat, menegaskan bahwa acara Kirab Kebo Bule tetap harus dijalankan karena sudah menjadi bagian dari tradisi Keraton Surakarta.

upacara kirab kebo bule keraton surakarta, 1 suro, 5 November 2013, foto: Hugo M Satyapara
Abdi dalem peserta kirab kembali ke dalam lingkungan Kraton

Walau pusaka inti tak ikut dikirab para warga tetap antusias menanti. Ribuan orang memadati pinggir jalan mulai dari Pagelaran, Gapura Gladag, terus ke utara sampai Telkom, lalu belok ke arah timur sampai pertigaan, kemudian belok kanan menuju Gemblegan.

Di Gemblegan ini Kebo Bule sedianya akan diistirahatkan sejenak untuk makan. Namun makanan yang sudah disebar di pertigaan Gemblegan dibiarkan saja oleh mereka.

Walau menempuh jalan cukup jauh, anak kerbau bule yang baru berumur beberapa minggu nampak tidak kelelahan. Dengan antusias ia berjalan mengikuti induknya.

Pada saat jalannya kerbau bule sedikit terganggu karena ulah warga di depan Plengkung Gading, para abdi menghalau kerbau-kerbau itu dengan bahasa santun dan penuh hormat layaknya memperlakukan manusia. Bisa jadi yang dihormati tak hanya Kebo Bule semata, tapi sosok metafisis yang menyertai kirab.

Menurut Mbah Bejo, ada sesosok lelaki naik bagian punggung kepala rombongan Kebo Bule. Nampak mengenakan pakaian layaknya seorang pembesar kerajaan, lengkap dengan mahkota dan tanda kebesaran lainnya.

Setelah menempuh perjalanan sejauh 4 km sampailah di perempatan Jl Slamet Riyadi. Di situ jumlah warga mulai menyusut. Namun petugas tetap konsisten dalam sikap. Begitu memasuki Gapura Brajanala kerbau bule langsung berjalan ke arah timur, tak menghiraukan para warga. Mereka kembali ke kandangnya di Pasar Kliwon.

upacara kirab kebo bule keraton surakarta, 1 suro, 5 November 2013, foto: Hugo M Satyapara
Pusaka yang ikut kirab bukan pusaka inti

Naskah & foto:Hugo M Satyapara

Ensiklopedi Upacara Adat Source Link: Jakarta

Latest News

  • 16-07-14

    Denmas Bekel 16 Juli

    more »
  • 16-07-14

    Dapur Empu Keris di

    Pembuatan foto ini merupakan upaya yang brilian dari sang fotografer atau pemrakarsanya sebagai bentuk pendokumentasian akan sebuah fenomena unik... more »
  • 16-07-14

    Penyair Pesantren Ta

    Para penyair muda pondok pesantren ini tidak hanya membaca puisi, tetapi yang menarik mereka menggarap puisi dengan musik terbangan, yang mereka... more »
  • 15-07-14

    Jembatan Neco, Salah

    Pembuatan jembatan konstruksi baja yang dipindahkan dari Manding itu sendiri tidak atau belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan pada zaman kolonial... more »
  • 15-07-14

    Damas Sangaji Bertan

    Dengan karya, saya ingin menanyakan akan ‘kepekaan’ rasa kepada setiap orang yang melihat karya saya. Apakah kadar ‘kepekaan’ dari setiap orang yang... more »
  • 15-07-14

    Lading, Si Peracik B

    PJ Zoelmulder mendasarkan pada cuplikan teks yang bersumber pada naskah Abhimanyuwiwaha (AbhW) 30.13 yang berbunyi “…hana kadhuwak caluk badhama len... more »
  • 15-07-14

    Slamet Riyadi Sabraw

    Slamet Riyadi Sabrawi memang sudah lama bergelut dengan puisi. Pada masa mudanya, ketika dia masih sebagai mahasiswa Kedokteran Hewan di UGM, Slamet... more »
  • 14-07-14

    Meracik Acara Museum

    Banyak mahasiswa hadir dalam seminar “Museumisme” ini karena dimeriahkan komedian yang sekarang baru digandrungi anak muda yaitu Ge Pamungkas, dan... more »
  • 14-07-14

    Runtuhnya Hindia Bel

    Judul : Runtuhnya Hindia Belanda  Penulis : Onghokham  Penerbit : Gramedia, 1989, Jakarta  Bahasa : Indonesia  Jumlah... more »
  • 14-07-14

    Pidato Kebudayaan Pa

    Meski secara formal ia pensiun dari majalah Suara Muhamadiyah, tetapi Mustofa masih aktif sebagai redaksi di majalah kebudayaan ‘Sabana’. Mustofa pun... more »