Mahasiswa/i ACICIS Memasak dengan Kayu Bakar

25 Sep 2015

Ketegangan segera tampak di wajah mereka. Tungku dengan bahan bakar kayu bisa dipastikan selalu menghasilkan kepulan asap yang mengganggu pandangan mata dan pernapasan. Itulah tantangannya.

“Halo mister…” Itulah ucapan sapaan dari anak-anak desa di sepanjang jalan yang dilalui mahasiswa-mahasiswi ACICIS (Australian Consortium for ‘In Country’ Indonesia Studies) yang mengikuti funrace, salah satu program wisata budaya Tembi Rumah Budaya. Funrace yang dilaksanakan tanggal 19 September 2015 itu diikuti oleh 7 orang mahasiswa/i dari ACICIS.

Funrace pada hari itu meliputi Ontheling keliling desa, areal persawahan, ladang, dan berakhir dengan kegiatan belanja di pasar tradisional Kepek. Di tengah rentang Ontheling mereka harus berhenti di sebuah pos dimana mereka diwajibkan memasak kue caranggesing dengan tungku dan bahan bakar berupa kayu bakar.

Ketegangan segera tampak di wajah mereka. Tungku dengan bahan bakar kayu bisa dipastikan selalu menghasilkan kepulan asap yang mengganggu pandangan mata dan pernapasan. Itulah tantangannya.

Membuat caranggesing bukan pula soal yang mudah, terutama bagi mereka yang selama ini tidak pernah tahu teknik dan tahapan pembuatannya. Membungkus bahan untuk kue dengan menggunakan daun pisang adalah sesuatu yang sulit. Mereka tidak tahu bagaimana cara melipat lembaran daun pisang agar menjadi sebuah bungkusan yang rapi, indah, sekaligus tidak bocor. Betapa untuk pekerjaan membungkus satu bungkus bakal kue caranggesing saja mereka harus mengeluarkan seluruh daya upaya yang dimiliki sambil berkeringat. Itulah salah satu pengalaman yang tidak mungkin mereka lupakan dan hampir mustahil mereka dapatkan di negara mereka.

Belanja di pasar tradisional juga merupakan pengalaman yang mungkin luar biasa bagi mereka.

“Mm, dua ribu untuk satu kilo garlic ?” tanya salah satu mahasiswa ACICIS pada pedagang Pasar Kepek.

“Gorlak-garlik ki apa ta Le ? (Gorlak-garlik itu apa to Nak ?)” 
Mahasiswa itu menunjuk pada setumpuk bawang putih. 
“Weh, dua ribu itu cuma dapat satu ons, bukan sekilo. Piye ta ya. (Gimana ta ya).”

Demikian penggalan-penggalan dialog menggelikan antara dua orang yang sama-sama asing antara satu dengan yang lainnya dan keduanya juga tidak memahami bahasa masing-masing.

Kedatangan mereka ke Tembi yang molor sekitar satu setengah jam yang disepakati menyebabkan mereka merasa kelimpungan sendiri. Pasalnya, hawa telah semakin panas. Maklum, musim kemarau. Ketika mereka mengayuh sepeda di antara bentang-bentang sawah, mereka merasa sangat kepanasan. Peluh berleleran dan mereka tampak letih sekalipun wajah ceria dan semangat mereka tidak luntur.

Namun acara untuk menangkap belut di tengah sawah yang semula mereka agendakan kemudian dibatalkan. Hal itu terjadi karena mereka sudah sangat tidak tahan dengan hawa panas. Mereka memastikan bahwa jika acara menangkap belut di tengah sawah jadi dilaksanakan, mereka tidak akan sanggup menahan sengatan sinar matahari.

Acara funrace ACICIS kali ini diakhiri dengan memasak ayam goreng dengan bumbu dan bahan yang mereka beli di Pasar Kepek. Nah, saat membuat bumbu pun mereka kebingungan. Pun ketika menggoreng daging ayam. Letupan minyak goreng panas membuat mereka takut. Selain itu, mereka tidak bisa memperkirakan kapan daging ayam itu matang dan siap diangkat dari wajan.

“Terima kasih banyak…” 
Demikian kata mereka di akhir acara.

Naskah dan foto: asartono

Mahasiswa-mahasiswi ACICIS (Australian Consortium for ‘In Country’ Indonesia Studies) mengikuti program wisata budaya Tembi Rumah Budaya, 19 September 2015, foto: a.sartono Mahasiswa-mahasiswi ACICIS (Australian Consortium for ‘In Country’ Indonesia Studies) mengikuti program wisata budaya Tembi Rumah Budaya, 19 September 2015, foto: a.sartono Mahasiswa-mahasiswi ACICIS (Australian Consortium for ‘In Country’ Indonesia Studies) mengikuti program wisata budaya Tembi Rumah Budaya, 19 September 2015, foto: a.sartono Mahasiswa-mahasiswi ACICIS (Australian Consortium for ‘In Country’ Indonesia Studies) mengikuti program wisata budaya Tembi Rumah Budaya, 19 September 2015, foto: a.sartono Mahasiswa-mahasiswi ACICIS (Australian Consortium for ‘In Country’ Indonesia Studies) mengikuti program wisata budaya Tembi Rumah Budaya, 19 September 2015, foto: a.sartono Mahasiswa-mahasiswi ACICIS (Australian Consortium for ‘In Country’ Indonesia Studies) mengikuti program wisata budaya Tembi Rumah Budaya, 19 September 2015, foto: a.sartono EDUKASI

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 26-09-15

    Jika Pengin Mengenal

    Sebelum menjadi Monumen Pers Nasional, bangunan ini semula adalah Gedung Sasonosuko atau Sositet Mangkunegaran. Gedung ini didirikan oleh KGPAA... more »
  • 26-09-15

    Penampakan Benteng V

    Benteng Vredeburg dibangun pada zaman pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I atas permintaan pemerintah Belanda melalui Gubernur dan Direktur Pantai... more »
  • 26-09-15

    Naga Dina Selasa Leg

    Selasa Legi, 29 September 2015, kalender Jawa tanggal 15, bulan Besar, tahun 1948 Ehe, hari taliwangke, tidak baik untuk berbagai macam keperluan.... more »
  • 25-09-15

    Macapatan Malam Rabu

    Bagi paguyuban karawitan ‘amatiran’ yang ada di kampung-kampung, kesempatan berpentas merupakan saat yang menyenangkan, oleh karenanya mereka ingin... more »
  • 25-09-15

    Tempolong, Tempat Lu

    Selain sebagai tempat ludah, fungsi tempolong pada zaman dahulu juga sebagai tempat untuk peletakan atau tatakan kembar mayang. Kembar mayang adalah... more »
  • 25-09-15

    Mahasiswa/i ACICIS M

    Ketegangan segera tampak di wajah mereka. Tungku dengan bahan bakar kayu bisa dipastikan selalu menghasilkan kepulan asap yang mengganggu pandangan... more »
  • 23-09-15

    Masjid Pura Paku Ala

    Masjid Pura Paku Alam seluas 144 meter persegi, dengan 4 buah serambi seluas 438 meter persegi. Masjid ini berbentuk segi empat. Ruangan masjid hanya... more »
  • 23-09-15

    Mengenal Orang Jawa

    Masyarakat Jawa dianggap sebagai masyarakat yang penuh dengan sopan santun, ramah tamah, jarang berterus terang, sangat menjaga perasaan orang lain... more »
  • 22-09-15

    Siswa Singapore Inte

    Umumnya para peserta kegiatan budaya kali ini antusias belajar budaya. Seperti ketika mereka berlatih gamelan, banyak yang serius. Saking seriusnya,... more »
  • 22-09-15

    Lukisan Kaca Kontemp

    Media kaca dipilih Rina karena sangat menantang kreativitas. Selain itu, ada keunikan teknik di dalamnya. Lukisan kaca memiliki kesan puitik karena... more »