Kursus MC Jawa Tembi Sudah Mewisuda 500 Peserta

02 Jul 2015 Sejak tahun 2000 Tembi Rumah Budaya membuka kursus pranatacara (MC) pamedhar sabda (pidato) bahasa Jawa, khususnya untuk upacara perkawinan. Kursus diselenggarakan setahun dua kali, antara bulan Juli - Desember dan antara Januari – Juni. Waktu kursus seminggu dua kali selama 3 bulan dengan 24 kali pertemuan.

Sejak tahun 2000 Tembi Rumah Budaya membuka kursus pranatacara (MC) pamedhar sabda (pidato) bahasa Jawa, khususnya untuk upacara perkawinan. Kursus diselenggarakan setahun dua kali, antara bulan Juli - Desember dan antara Januari – Juni. Waktu kursus seminggu dua kali selama 3 bulan dengan 24 kali pertemuan.  

Para peserta kursus menjalani kegiatan belajar-mengajar dan mendapatkan materi yang meliputi:lamaran, srah-srahan, siraman, midodareni, ijab Kobul, panggih,  resepsi lenggah, resepsi jumeneng, panyandra, sabdatama, medhar sabda makili ingkang hamengku gati, medhar sabda makili besan.Selain itu juga diberi materi pranatacara pada upacara pemakaman, mewakili ahli waris, mewakili pelayat, serta ditambah materi pendukung yaitu busana Jawa jangkep kakung dan macapat.

Pada 29 Mei 2015 Tembi Rumah Budaya mewisuda 24 peserta Kursus MC tingkat Dasar angkatan ke-32 serta 15 peserta kursus MC tingkat Lanjut angkatan VIII. Sampai dengan malam itu, 500-an ‘purnawiyata siswa Kursus Panatacara saha Pamedhar Sabda’ telah diwisuda. Dari jumlah tersebut ada beberapa siswa yang berhasil menjadi MC dengan predikat baik, dan bahkan sudah ‘laku dijual.’ Tentunya yang berhasil tersebut adalah mereka yang mampu menguasai dan mempraktekkan serta mengembangkan ilmu tentang MC dan pidato yang didapat selama kursus.

Memang ada beberapa siswa yang ketika masuk sebagai peserta kursus sudah mempunyai predikat MC dengan kualitas lumayan, namun mereka merasakan bahwa kursus di Tembi Rumah Budaya telah membuka wawasan baru. Ternyata bahwa apa yang dipraktekkan sebagai MC selama ini banyak hal yang tidak pas, bahkan keliru. Salah satu contohnya adalah istilah ‘tedhak sungging.’ Pada umumnya para MC ketika memohon tamu-tamu penting untuk berfoto dengan pengantin menggunakan istilah tedhak sungging yang diartikan datang untuk diambil gambarnya atau berfoto.

Padahal sesungguhnya istilah tedhak sungging awal mulanya digunakan untuk ‘ngrasani’ atau membicarakan kejelekan bangsawan keraton yang ketika sedang berburu atau menjalankan tugasnya di luar keraton menjalin hubungan dengan sosok wanita hingga kemudian meninggalkan benih pada wanita tersebut. Perilaku bangsawan tersebut dinamakan ‘mutrani’ memberikan putra atau anak.

Agar istilah mutrani tidak terlalu vulgar maka diganti dengan  istilah ‘tedhak sungging.’ Sesungguhnya istilah tedhak sungging tidak sama dengan mutrani. Rupanya para pendahulu yang meninggalkan istilah tersebut telah bermain asosiasi kata ketika mengganti istilah mutrani menjadi tedhak sungging.

Mutrani bagi ‘para kawi’ atau pujangga sastra kuno adalah istilah yang digunakan untuk menggandakan karya sastra lama. Karena pada zaman dahulu karya sastra seperti misalnya, Kitab Pararaton, Negara Kertagama, Arjunawiwaha, babonnya atau induknya hanya satu dan ditulis dengan tangan. Oleh karenanya saat kitab itu mulai rusak langkah penyelamatannya adalah dengan ‘mutrani’ atau membuat yang baru dengan cara menyontek, atau ‘nedhak’ kitab lama. Kegiatan mutrani kitab selain menyontek tulisan juga menggambar atau menyungging. Karena biasanya di dalam kitab lama terdapat tulisan bergambar untuk menambah keindahan. Sehingga dengan demikian, Tedhak sungging adalah kegiatan menyontek tulisan dan menggambar untuk menghasilkan kitab yang baru, yang disebut mutrani.

Dengan mengetahui arti sesungguhnya dari tedhak sungging maka MC lulusan Tembi Rumah Budaya tidak lagi memakai istilah tersebut untuk memohon para tamu penting untuk datang berfoto. 

Setelah upacara wisuda yang ditandai dengan pemberian partisara dari Kepala Rumah Tembi Rumah Budaya RM Basmara Pradipta kepada para wisudawan, acara dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit purwa. Ki Parjaya S.Sn sebagai dalang memilih lakon Wahyu Tri Manggala. Harapannya agar semua yang terlibat pada rangkaian acara hari ini sejak pagi hingga menjelang pagi, mulai dari festival dalang anak, wisudan kursus MC dan pagelaran wayang mendapat wahyu. Wahyu Trimanggala yang adalah tiga anugerah besar dari Allah berupa perlindungan, keselamatan serta kemenangan, dalam menjalani kehidupan selanjutnya.

Naskah dan foto:Herjaka    

Wisuda peserta Kursus MC tingkat Dasar angkatan ke-32 serta 15 peserta kursus MC tingkat Lanjut angkatan VIII, 29 Mei 2015, Tembi Rumah Budaya, foto: Herjaka HS Wisuda peserta Kursus MC tingkat Dasar angkatan ke-32 serta 15 peserta kursus MC tingkat Lanjut angkatan VIII, 29 Mei 2015, Tembi Rumah Budaya, foto: Herjaka HS Wisuda peserta Kursus MC tingkat Dasar angkatan ke-32 serta 15 peserta kursus MC tingkat Lanjut angkatan VIII, 29 Mei 2015, Tembi Rumah Budaya, foto: Herjaka HS EDUKASI

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 06-07-15

    Kali ini IYSO Bermus

    Ini kali ke-6 IYSO pentas sejak Januari 2015, dan yang ke-4 di Museum Tembi Rumah Budaya. Untuk pementasan kali ini mereka membawakan tema musik... more »
  • 06-07-15

    Perhitungan Tahun Ke

    Di dalam Kitab Primbon Betaljemur Adammakna pada nomor 94 diberi judul ‘Pal Yama,’ yang isinya mengenai tahun keberuntugan dan tahun celaka pada... more »
  • 02-07-15

    Pasar Seni Yogyakart

    Kangjeng Pangeran Aria Adipati Danureja, sang Patih Raja Yogyakarta, yang mempunyai gagasan mendirikan pusat kerajinan itu. Berita tersebut bisa... more »
  • 02-07-15

    Prajurit Ketanggung

    Struktur Prajurit Ketanggung terdiri atas dua oran Panji (Panji Parentah dan Panji Andhahan), dua orang Sersan, seorang pembawa panji-panji dan... more »
  • 02-07-15

    Kursus MC Jawa Tembi

    Sejak tahun 2000 Tembi Rumah Budaya membuka kursus pranatacara (MC) pamedhar sabda (pidato) bahasa Jawa, khususnya untuk upacara perkawinan. Kursus... more »
  • 29-06-15

    Go Green di Tembi Ru

    Pameran karya C Roadyn Choerodin yang berlangsung dari 12 Juni sampai 12 Juli 2015 ini menghadirkan tajuk ‘The Circle’. Karya yang berjudul ‘Go Green... more »
  • 29-06-15

    Lukisan karya murid-

    Dinamakan Gunung Pasar karena menurut sumber setempat di atas puncak gunung ini selalu bergema suara ramai orang seperti di tengah pasar. Suara itu... more »
  • 29-06-15

    Kaligrafi dan Lukisa

    Ketika masuk ke dalam Benteng Museum Heritage, suasana budaya China sangat kental terasa. Pengunjung pun langsung disuguhi karya-karya Edy Widiyanta... more »
  • 29-06-15

    Kajian Menarik tenta

    Serat Angger tersebut memuat tentang hukum material yang terkait hak dan kewajiban subyek hukum. Serat Angger Pradata Awal dan Pradata Akir juga... more »
  • 29-06-15

    Cetakan Roti Tradisi

    Kondisi cetakan roti tradisional koleksi  Museum Tembi masih bagus. Jumlahnya ada 6 buah. Koleksi ini sejak tahun 1999, berasal dari Bapak P... more »