Kisah Dewi Amba Dipentaskan Di Sangkring
Author:editorTembi / Date:05-07-2014 / Kali ini, ruang Sangkring yang biasanya untuk pameran karya seni rupa, digunakan untuk pentas Dramatic Reading dengan lakon ‘Dewi Amba’. Pentas tidak mengambil tempat ruang pameran, tetapi halaman belakang di area Sangkring, jalan Nitiprayan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
Dewi Amba
Pentas dilakukan Rabu malam, 25 Juni 2014 untuk mengisi acara peringatan 3 tahun Folk Mataram Institute. Kish Dewi Amba merupakan adaptasi dari naskah yang berjudul ‘Betapa Dahsyatnya Kutukan dalam kisah Mahabarata’ karya Gamal Komandoko, dan disutradari Yantoro.
Penafsiran teks oleh sutradara disajikan dalam bentuk wayang, sehingga kostum pemainnya semua, seolah menirukan kisah wayang. Dalam dalam dramatic reading, ada hal yang tak bisa ditinggalkan ialah apa yang dikenali sebagai memproduksi imajinasi. Publik diajak mendengarkan teks yang dibacakan sehingga bisa mempunyai imajinasi setiap apa yang disampaikan oleh tokohnya.
Sashmiyta Wulandari, yang memerankan Dewi Amba, dengan ksotum laiknya wayang, sehingga membuat tubuhnya terlihat gemuk, yang dengan sendirinya sudah mengubah imajinasi sosok Dewi Amba yang langsing, dan ketika Amba menyampaikan kata pada Bhisma, betapa kita bisa mendengarkan dan sekaligus mengerti begitu dalam sakit hatinya pada Bhisma.
Aku tak lagi berhasrat menikah
Atau mencari kebahagiaan
Satu-satunya keinginanku adalah kematianmu
Dengar..dengarlah Bhisma sang putra Dewi Gangga
Seribu anak panah akan menancap
Di jantungmu
Kau akan terkapar bersimbah darah
Saat itu kau akan mengerti itulah buah dari keangkuhanmu
Pritt Timothy, selaku narator
Dari teks yang dibacakan Dewi Amba, kita bisa tahu, betapa dendam tidak hilang dari dalam diri Amba. Satu-satunya yang akan dia lakukan adalah membunuh Bhisma, dan dari tangannyalah takdir Bhisma akan menjemputnya. Sashmyta Wulandari, membaca dengan penuh yakin, seolah dia memang sedang menyimpan dendam.
Pertunjukan dari dramatic reading ini memang meramu beberapa unsur untuk saling mengisi, antara musik,, teater dan wayang dipadukan menjadi satu pertunjukan kotemporer. Jadi, pementasan yang diberi label FMI bertutur ini bukan sekedar dramatic reading, melainkan memadukan pertunjukan dan pembacaan teks, rasanya bukan dramatic reading melainkan seperti istilah yang sering disebutkan oleh Landung Simatupang dalam beberapa pementasannya, ialah Pentas Baca.
Pritt Timothy, yang bertindak sebagai narator, dengan sungguh-sungguh berusaha membangun suasana sekaligus membuat bingkai agar publik bisa mengikuti kisah cerita yang sedang dipentaskan. Mengenakan kostum wayang dan berdiri di atas panggung, Prit, demikian panggilannya, selaku narator, membaca teks narasi untuk menyajikan sambungan dari kisah yang satu ke kisah berikutnya.
Panggumg pertunjukan sengaja dibuat agak jauh dari penonton. Ada pemain berdiri di atas seperti Prit, tetapi ada pemain berdiri dibawah. Karena para pemain menyadari bahwa yang sedang dilakukan adalah dramatic reading, dan bukan pertunjukan teater, sehingga komposisi antar pemain tidak memerlukan perpindahan, tetapi masing-masing berada ditempatnya sambil membaca teks. Kalaupun pemainnya bergerak, bukan dalam konteks merespon lawan main, mungkin hanya perlu bergeser sedikit agar tidak jemu.
Para Pemain pentas Dewi Amba
Dendam Amba, memang terlampiaskan. Bhisma menemukan ajalnya dengan puluhan anak panah menancan di tubuhnya. Namun kita tahu, dalam kisah kematian Bhisma yang kita kenal, meski tubuhnya dipenuhi anak panah, ia tidak segera mati, meski kepala terkulai, sebab tubuhnya disangga anak panah. Hanya Arjuna yang megerti, sebagai ksatria, kematian Bhisma harus disempurnakan dengan memberi bantal pada kepalanya, dan bantalnya berupa anak panah menyangga kepalanya.
Maka, sebagai ksatria kematian Bhisma sempurna.
Ons Untoro
Berita budayaLatest News
- 26-12-14
Voice of Asmat, Perp
Pertunjukan musik akustik dibawakan sekelompok anak muda berbakat, yaitu Putri Soesilo, Aji Setyo, Dika Chasmala, dan Alwin. Mereka memadukan rasa... more » - 26-12-14
Puntadewa Masuk Nera
Puntadewa tersentak hatinya. Ia tidak dapat membayangkan betapa sakit dan sengsara keempat adiknya. Tanpa berpikir panjang, Puntadewa bergegas... more » - 24-12-14
Rumah Kebangsaan. Da
KRT Jayadipura adalah salah satu tokoh gerakan kebangsaan. Karena itu, tidak heran apabila dalem Jayadipuran sering dipakai untuk pertemuan atau... more » - 24-12-14
Cuplikan dari Festiv
Kirab atau pawai ini merupakan awal atau pembukaan Festival Seni Budaya Klasik yang diselenggarakan oleh Pura Paku Alaman pada tanggal 17-20 Desember... more » - 23-12-14
Gladhen Tembang Maca
Pada Gladhen 22 ini tembang yang dipakai untuk belajar adalah tembang Asmarandana yang dilagukan dengan notasi Slobok. Sedangkan teks tembang,... more » - 23-12-14
Pembacaan Puisi untu
Jalan menuju Desa Kedunggubah sedikit terjal, dan terasa agak terpencil, jauh dari pusat kota. Jalann menuju desa bukan hanya berlubang, tetapi juga... more » - 23-12-14
Pameran Tunggal Visu
Bulan Desember 2014 ini Ong ditantang untuk berpameran tunggal oleh Bentara Budaya Yogyakarta, yang sempat membuat dirinya ragu-ragu, antara meng-iya... more » - 22-12-14
Ini Buku Akutansi Za
Perpustakaan Tembi, yang terbuka untuk umum, menyimpan buku kuno ini yang berisi tentang pengantar ilmu dagang. Istilah sekarang akuntansi. Buku... more » - 22-12-14
“Kecubung Pengasihan
Perkumpulan Seni Nusantara Baca (PSBN) menggarap cerpen karya Danarto itu menjadi sebuah pertujukan, yang memadukan antara musik, alunan dan... more » - 22-12-14
Tangis Gandrik dalam
Lakon Tangis yang merupakan naskah karya almarhum Heru Kesawa Murti yang berjudul Tangis, memang menyuguhkan kritik sosial tentang pusaran tipu-tipu... more »