Mulat Sarira Nagri Parahyangan Nyoman Nuarta

26 Mar 2016 Pematung Indonesia yang dikenal lewat mahakaryanya Patung Garuda Wisnu Kencana, Bali; I Nyoman Nuarta menggelar acara Mulat Sarira Nagri Parahyangan yang berlangsung pada 17-18 Maret 2016 di NuArt Sculpture Park, Bandung; untuk memberi akses lebih leluasa kepada publik terhadap simpul-simpul budaya yang dibangun secara mandiri.

Mulat Sarira berasal dari bahasa Jawa Kuna, yang berarti kembali ke dalam diri. Idiom itu juga seringkali diartikan sebagai tindakan mawas diri, introspeksi, dan melihat ke dalam terlebih dahulu sebelum mencari kebenaran atau kesalahan orang lain. Sedangkan Nagri Parahyangan sendiri berarti tanah Sunda, di mana Nyoman Nuarta dan NuArt berlokasi selama ini.

Secara utuh tema perayaan ini bermakna, kembali kepada kejatidirian melalui tanah Sunda. Oleh sebab itulah Nyoman Nuarta menggagas beberapa acara yang dirangkai sebagai sebuah happening art untuk mempresentasikan gagasan Mulat Sarira tersebut.

Berdasarkan rilis yang dikirim kepada Tembi.net, acara yang berlangsung pada hari Kamis, 17 Maret 2016 di mulai pukul 18.30, Nyoman Nuarta dan tim membuat sebuah skenario untuk menyatukan seluruh materi dari berbagai cabang seni. Rangkaian itu sekaligus dipresentasikan sebagai sebentuk teater bergerak yang kemudian mengalirkan seluruh acara.

Pada rangkaian, terlibat juga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, penyanyi Dira Sugandi, komponis dan penyanyi Ayu Laksmi, pemetik kecapi Sunda Dewi Kanti, koreografer Eko “Pece” Supriyanto, serta aktor kawakan Wawan Shofwan.

Kurator Jim Supangkat serta beberapa pejabat publik juga terlibat langsung dalam rangkaian happening art ini. Mereka “diperankan” sebagai aktor-aktor sesuai dengan kapasitas masing-masing untuk menggerakkan satu pertunjukan bersama. Dan masing-masing “pemeran” akan menafsirkan tema Mulat Sarira, hingga menciptakan satu mozaik ekspresi dan pemikiran tentang bagaimana seharusnya bersikap dan berlaku sebagai manusia di masa kini.

Menurut Nyoman Nuarta, untuk mencapai sasaran “memanusiakan manusia lewat peran budaya”, seluruh elemen bangsa harus turut bergerak. “Oleh sebab itulah akan terlibat banyak seniman dari berbagai disiplin. Mereka ada penari, penyanyi, pemusik, dan pelukis. Juga jangan lupa akan banyak pemimpin bangsa, karena dari mereka kita harapkan keteladanan kebangsaan itu,” kata Nyoman Nuarta.

Ditambahkan Nyoman, sungguh sudah sangat langka rakyat bergerak sendiri membangun simpul-simpul budaya, yang diabdikan secara penuh bagi kebangkitan kebudayaan. NuArt berdiri bukan dengan tujuan komersial. Ia mengemban misi menghidupkan api kebudayaan lokal, yang selama ini terus-menerus distigma sebagai sesuatu yang kuna dan ketinggalan zaman. “Padahal banyak hal yang mesti kita pelajari dari kebudayaan lokal itu,” kata Nyoman Nuarta.

Dalam kesempatan ini juga berlangsung pembukaan Museum Nyoman Nuarta, yang dirayakan dengan pameran 16 perupa Indonesia. Dalam merespons kondisi bangsa, yang makin centang-perenang ini, Nyoman Nuarta menggelar hampir 50 karya patung terbarunya.

“Kondisi bangsa yang kacau begini tak bisa dibiarkan, seniman juga harus berperan. Maka lahirlah karya-karya saya terbaru sebagai respon terhadap keadaan masa kini, termasuk yang paling mengenaskan peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan, yang berulang setiap tahun,” kata Nuarta.

Pameran tak hanya dilakukan di museum, ia juga memamerkan karya-karya dalam ukuran besar di sekitar taman NuArt Sculpture Park. Karyanya tentang ikan paus bahkan berukuran 8 meter lebih.

Selain pameran Nyoman Nuarta, di galeri baru yang dibangun khusus bagi pameran temporer karya-karya seniman Indonesia, dipamerkan juga karya-karya 16 seniman kontemporer Indonesia. Mereka berasal dari Bandung, Jakarta, Bali, dan Yogyakarta.

Para perupa itu di antara yang berasal dari Bali: I Wayan Sujana Suklu, Budi Agung, Suanda Sayur, Putu Wirantawan, I Made Somadita, dan Natisa Jones. Bandung: Bonggal Hutagalung, Piko, Irfan Hendrian, Anggar Prasetyo, Andreas Camelia, Tara Astari, dan Guntur Timur. Yogyakarta: Irwanto Lento, Agus TBR, dan Laksmi Sitaresmi. Jakarta: Muhammad Taufik.

Para perupa itu dikurasi oleh tim kurator yang dibentuk khusus. Mereka beranggotan Jean Couteau (peneliti seni dari Prancis), Asikin Hasan (kurator independen), dan  Putu Fajar Arcana (wartawan seni dan budaya).

“Mulat Sarira sebagai tema pameran akhirnya mendapatkan karya-karya yang mengejutkan. Banyak karya seniman kita yang sadar atau tidak telah mensyaratkan apa yang disebut sebagai introspeksi diri,” ujar Jean Couteau. Karya-karya para perupa ini diharapkan menjadi karya-karya kontemporer terkini dari perkembangan seni rupa di Tanah Air.

Tania Madiadipoera, Direktur NuArt Sculpture Park mengatakan NuArt punya keinginan besar tampil sebagai ruang publik alternatif di kawasan Bandung dan Indonesia pada umumnya. “Ini ruang publik alternatif karena memberi pengalaman artistik serta kreatif kepada para pengunjung,” ujar Tania, yang akrab dipanggil Anya.

Selain menikmati keindahan taman patung, kata Anya, para pengunjung juga bisa mengikuti pengalaman mengikuti workshop singkat dasar-dasar pembuatan patung. “Tentu mereka juga bisa lihat museum dan mengunjung bengkel kerja di mana modul-modul patung Garuda Wisnu Kencana sedang diselesaikan,” ujar Anya.

Patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) sedang dalam proses pembangunan dan akan berdiri setinggi 140 meter di Bukit Balangan, Ungasan, Bali. Tinggi GWK, yang sudah mulai dirancang sejak tahun 1997 itu, akan melebihi tinggi patung Liberty yang bertinggi 93 meter di New York. GWK telah menjadi sumbangan terbesar seniman Nyoman Nuarta kepada dunia kebudayaan, khususnya dunia pariwisata. Meski patung GWK baru berdiri sebatas dada, setiap hari kawasan tersebut telah dikunjungi 2.000 orang.

Naskah:Marcellina Rosiana 

Nyoman Nuarta, Pemilik NuArt Sculpture Park, Bandung (Foto: Travel Kompas Poster Mulat Sarira Nagri Parahyangan Foto: Arcana Founfation Patung karya Nyoman Nuarta Mendiknas Anis Baswedan Nyoman Nuarta SENI RUPA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 20-08-16

    Mangut Beyong di War

    Ada cukup banyak kuliner khas, unik, yang sesungguhnya berangkat dari menu-menu tradisional Jawa. Salah satunya adalah mangut ikan salem (sejenis... more »
  • 20-08-16

    Kisah Kemuliaan Hati

    Judul         : Sita. Sedjarah dan Pengorbanan serta Nilainja dalam Ramayana Penulis       : Imam Supardi... more »
  • 20-08-16

    Ada Tiga Hari Baik P

    Pranatamangsa: mulai 25 Agustus memasuki Mangsa Surya III Mangsa Katelu, usia 24 hari, sampai dengan 17 September 2016. Candrane: Suta Manut ing Bapa... more »
  • 20-08-16

    Macapatan di Museum

    Sri Sultan Hamengkubuwana II adalah salah satu raja di Yogyakarta yang disegani oleh Belanda di kala itu.  Ia mewarisi sikap ayahnya, yakni... more »
  • 19-08-16

    Hardi: Sang Presiden

    Sekitar pertengahan 2000-an, saya pernah melihat sebuah gambar yang terpampang di tangga rumah seorang sastrawan yang kebetulan saya kenal secara... more »
  • 19-08-16

    Wisuda MC Jawa Lanju

    Para wisudawan kursus Panatacara Pamedharsabda MC Basa Jawa di Tembi Rumah Budaya angkatan IX rupanya mempunyai pandangan yang hampir sama. Kesamaan... more »
  • 18-08-16

    Obituari Slamet Riya

    Mestinya, pada  Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang  digelar 18 Agustus 2016, pukul 19.30  di Tembi Rumah Budaya,  Slamet... more »
  • 18-08-16

    Peserta Badan Diklat

    Sebanyak 80 orang SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) baik provinsi, kabupaten, dan kota dari seluruh Indonesia yang berkunjung ke Tembi Rumah... more »
  • 16-08-16

    Karyawan Bir Bintang

    Menjelang maghrib hari Kamis 11 Agustus 2016, Tembi Rumah Budaya dikunjungi oleh karyawan PT Bir Bintang Jakarta sejumlah 100 orang. Mereka datang ke... more »
  • 16-08-16

    Suara Malam dan Peso

    Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang akan diselenggarakan Kamis, 18 Agsutus 2016, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Sewon, Bantul, Yogyakarta akan... more »