Irama Tjitra Pernah Berjaya di Era Pascaproklamasi RI
24 Mar 2016 Pada Jumat, 18 Maret 2016 di Pendapa Wiyatapraja Kepatihan Danurejan Yogyakarta ditampilkan dua jenis tarian, yakni Tari Bedaya Menak dan Tari Klana. Acara yang diselenggarakan oleh Sanggar Tari Irama Tjitra ini dilakukan dalam rangka mengenang dan menggugah kembali keberadaan sanggar tari Irama Tjitra yang selama ini seperti mati suri. Padahal organisasi ini dulu merupakan organisasi kesenian yang besar. Besar dalam peran, jumlah anggota, maupun karya.Irama Tjitra berperan besar terutama pascaproklamasi kemerdekaan RI. Kehadiran Irama Tjitra berkaitan dengan penegakan nilai-nilai nasional. Sayangnya, kehadiran Irama Tjitra justru hampir tidak disinggung dalam penulisan sejarah kesenian (tari) di Indonesia. Kalaupun ada penulisan tentangnya sifatnya masih parsial.
Peran dari Irama Tjitra demikian menonjol pascaproklamasi mengingat saat itu banyak kegiatan dan organisasi kesenian yang mati atau berhenti. Untuk itulah muncul inisiatif dari beberapa seniman untuk menggiatkan kesenian kembali sehingga mereka berkumpul di Pendapa Wiyatapraja Kepatihan Danurejan untuk membicarakan hal itu. Dari sinilah kemudian muncul kegiatan latihan tari dan karawitan untuk mengiringinya. Kemudian mereka mempergelarkan wayang orang dengan lakon Calon Arang. Sebuah lakon yang tidak lazim dipentaskan dalam format wayang wong. Irama Tjitra meskipun berbasis pada seni tari gaya Yogyakarta tidak menafikan pembaruan-pembaruan di dalamnya.
Perkumpulan Kesenian Irama Tjitra secara resmi didirikan tanggal 25 Desember 1949, namun sebelumnya meskipun belum disebut resmi perkumpulan ini telah aktif dalam kegiatan. Organisasi yang belum diresmikan namun aktif ini telah beberapa kali mengalami hambatan karena terjadi Clash I maupun Clash II. Disebutkan bahwa muridnya pun pernah mencapai jumlah 1.000 orang. Irama Tjitra bisa dikatakan menjadi pionir bagi pengembangan tari gaya Yogyakarta yang waktu itu belum banyak dilakukan organisasi tari lain. Berawal dari Irama Tjitra ini pula kemudian muncul desakan agar pemerintah mendirikan Akademi Seni Tari Yogyakarta. Akademi ini akhirnya menjadi embrio berdirinya Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Demikian antara lain seperti yang diungkapkan pakar tari, Dr. Bambang Pujasworo, S.ST. M.Hum.
Suguhan Tari Bedaya Menak dan Tari Klana dari Irama Tjitra di Pendapa Wiyatapraja, Jumat, 18/3/2016 tersebut menjadi bukti lain tentang kiprah, produktivitas, dan kreativitas Irama Tjitra. Tari Bedaya Menak mengambil inspirasi dari Tari Bedaya dan Tari Golek Menak. Sementara senjata yang digunakan mula-mula adalah keris, namun kemudian digantikan kipas setelah penciptanya (Dr. Murdiyati) terlibat Tai Chi. Memang apa yang dinamakan bedaya dalam Tari Bedaya Menak terasa aneh. Gerakan tari bedaya yang selama ini halus, perlahan, dan khidmat menjadi sedikit terkurangi karena gaya tari menak yang seperti meniru gerakan wayang golek. Pun dalam iringan kendang batangannya yang relatif menonjol, sigrak dan menghentak sedikit mengurangi kesan khidmat/sakral tari bedaya. Namun apa pun itu, demikianlah variasi dan kreasi seni itu.
Tari Klana yang ditampilkan di Pendapa Wiyatapraja oleh Irama Tjitra setelah penampilan tari Bedaya Menak, juga terkesan lain daripada yang lain. Menurut Dr. Kuswarsyanto, Tari Klana di sini bukan lagi klana yang berkutat dengan urusan cinta dan perjodohan semata. Klana di sini dimaksudkan sebagai pengelanaan atau pengembaraan untuk sesuatu (penguasaan ilmu, dan lain-lain) yang akan sangat berguna untuk bekal hidup seseorang. Intinya, lebih pada pembentukan karakter diri.
Naskah dan foto:a.sartono
SENI PERTUNJUKANBaca Juga
- 20-08-16
Macapatan di Museum Sonobudoyo Tentang Riwayat HB II dalam Babad Ngayogyakarta
Sri Sultan Hamengkubuwana II adalah salah satu raja di Yogyakarta yang disegani oleh Belanda di kala itu. Ia mewarisi sikap ayahnya, yakni... more » - 16-08-16
Suara Malam dan Pesona Bulan di Malioboro Mengisi Sastra Bulan Purnama
Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang akan diselenggarakan Kamis, 18 Agsutus 2016, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Sewon, Bantul, Yogyakarta akan... more » - 15-08-16
Menikmati Semangkuk Sup Di Taman Budaya
Judul naskahnya ‘Semangkuk Sup Makan Siang atau Cultuurstelsel’ karya Hedi Santosa yang dimainkan oleh Whani Dproject selama dua hari 10... more » - 13-08-16
‘Membelah Bulan’ Karya Resmiyati di Sastra Bulan Purnama
‘Membelah Bulan’ merupakan judul antologi puisi karya Resmiyati, seorang penyair perempuan dari Klaten, akan dilaunching di Sastra Bulan Purnama,... more » - 12-08-16
Gatotkaca Membagi Kesucian kepada Musuhnya
Adakah yang lebih luhur serta mulia, dari seseorang yang mendoakan musuhnya agar terlepas dari rantai derita, bahkan ia rela menjalani laku berat... more » - 06-08-16
Brisz Akustik, Group Band yang Unik dan Fleksibel
Brisz Akustik merupakan salah satu kelompok musik akustik di Yogyakarta yang digawangi oleh Bran (gitar), Radit (gitar), Indra (cajon), dan Ninis (... more » - 05-08-16
Yogyakarta Berpesta Gamelan
Selama tiga hari berturut-turut, 22-24 Juli 2016, penonton dimanjakan dengan alunan gamelan yang bernilai tradisi hingga kreasi, dalam acara... more » - 01-08-16
Macapat ke-148, Penguasa Tergila-gila dengan Ronggeng
Mengikuti macapat malem Rebo Pon di Tembi Rumah Budaya ibarat mengikuti pengembaraan Mas Cebolang yang penuh dengan pengalaman kehidupan baik lahir... more » - 29-07-16
Ki Suparman Menurunkan Kalimasada di Srandakan Bantul
Sosok raja yang rendah hati, mencintai rakyatnya dan tidak mempunyai musuh seperti Prabu Puntadewa layak mendapat anugerah Kalimasada dari Batara... more » - 27-07-16
Lagi, Untung Basuki Di Sastra Bulan Purnama
Untung Basuki dikenal sebagai seniman legendaris Yogya spesialisasi lagu puisi, yang digelutinya sejak tahun 1970-an. Selain sebagai anggota Bengkel... more »
Artikel Terbaru
- 20-08-16
Mangut Beyong di War
Ada cukup banyak kuliner khas, unik, yang sesungguhnya berangkat dari menu-menu tradisional Jawa. Salah satunya adalah mangut ikan salem (sejenis... more » - 20-08-16
Kisah Kemuliaan Hati
Judul : Sita. Sedjarah dan Pengorbanan serta Nilainja dalam Ramayana Penulis : Imam Supardi... more » - 20-08-16
Ada Tiga Hari Baik P
Pranatamangsa: mulai 25 Agustus memasuki Mangsa Surya III Mangsa Katelu, usia 24 hari, sampai dengan 17 September 2016. Candrane: Suta Manut ing Bapa... more » - 20-08-16
Macapatan di Museum
Sri Sultan Hamengkubuwana II adalah salah satu raja di Yogyakarta yang disegani oleh Belanda di kala itu. Ia mewarisi sikap ayahnya, yakni... more » - 19-08-16
Hardi: Sang Presiden
Sekitar pertengahan 2000-an, saya pernah melihat sebuah gambar yang terpampang di tangga rumah seorang sastrawan yang kebetulan saya kenal secara... more » - 19-08-16
Wisuda MC Jawa Lanju
Para wisudawan kursus Panatacara Pamedharsabda MC Basa Jawa di Tembi Rumah Budaya angkatan IX rupanya mempunyai pandangan yang hampir sama. Kesamaan... more » - 18-08-16
Obituari Slamet Riya
Mestinya, pada Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang digelar 18 Agustus 2016, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Slamet... more » - 18-08-16
Peserta Badan Diklat
Sebanyak 80 orang SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) baik provinsi, kabupaten, dan kota dari seluruh Indonesia yang berkunjung ke Tembi Rumah... more » - 16-08-16
Karyawan Bir Bintang
Menjelang maghrib hari Kamis 11 Agustus 2016, Tembi Rumah Budaya dikunjungi oleh karyawan PT Bir Bintang Jakarta sejumlah 100 orang. Mereka datang ke... more » - 16-08-16
Suara Malam dan Peso
Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang akan diselenggarakan Kamis, 18 Agsutus 2016, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Sewon, Bantul, Yogyakarta akan... more »