Ketoprak Lakon Jenderal Besar, Sarat Kritik dan Humor

Tweet data-size="tall" data-annotation="bubble" data-href="https://tembi.net/peristiwa-budaya/ketoprak-lakon-jenderal-besar-sarat-kritik-dan-humor"> Author:editortembi / Date:13-03-2014 / Tag: ketoprak, lakon, UGM, universitas gajah mada, fakultas ilmu budaya / Lakon Jenderal Besar ini pada galibnya mengkritisi atau bahkan menelanjangi tradisi yang ada di Jawa. Bahwa para priyayi harus bekerja. Bukan ongkang-ongkang main perintah dan menerima upeti serta hasil kerja dari bawahannya saja.

1.	(Jenderal Besar memamerkan keunggulan bangsa kulit putih dalam ketoprak lakon Jenderal Besar atawa Marsekal Guntur dalam rangka dies natalis Fakultas Ilmu Budaya Univesitas Gadjah Mada, difoto: Sabtu, 08 Maret 2014, foto: a.sartono
Jenderal Besar memamerkan keunggulan bangsa
kulit putih di hadapan pribumi

Salah satu acara untuk memeriahkan Dies Natalies ke-68 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, adalah pementasan ketoprak dengan lakon Jenderal Besar atawa Marsekal Guntur. Ketoprak ini digelar di Gedung Pusat Kesenian Koesnadi Hardjasumantri (PKKH UGM) hari Sabtu malam, 8 Maret 2014 pukul 19.00-22.00 WIB. Naskah lakon yang ditulis oleh Cahyaningrum Dewojati (dosen FIB UGM) ini diadaptasi dari Hikayat Mareskalek karya Abdullah bin Muhammad al-Misri (1811).

Bertindak sebagai sutradara yaitu Cahyaningrum Dewojati dan Sudibyo. Pimpinan Produksi Heru Marwata. Penata Iringan: Papang Bayu Purnama. Penata Artistik: Gilang Anggryawan, Zakia Amajida, Paulina Amita Ratna Budi, dan Cinta Kurnia Sholihat. Penata Kostum: Bagus Febriyanto, dan Tim Jurusan Tata Busana Universitas Negeri Yogyakarta. Sedangkan Pengrawit adalah Tim Pengrawit FIB UGM.

Ketoprak yang melibatkan banyak personil dosen, mahasiswa, dan karyawan FIB ini terkesan kolosal. Iringan dibuat sedemikan rupa dan tampak sengaja menghindari tata gending klasik atau konvensional. Keprak sebagai instrumen pokok dalam pementasan ketoprak tradisional sengaja tidak digunakan. Unsur-unsur alat musik modern seperti terompet, drum, cymbal, dan biola mewarnai dalam komposisi tata iringan.

Demo mengusung calon pembesar pribumi, salah satu adegan dalam lakon Jenderal Besar, difoto: Sabtu, 08 Maret 2014, foto: a.sartono
Demo mengusung calon pembesar pribumi

Lakon Jenderal Besar ini pada galibnya mengkritisi atau bahkan menelanjangi tradisi yang ada di Jawa. Bahwa para priyayi harus bekerja. Bukan ongkang-ongkang main perintah dan menerima upeti serta hasil kerja dari bawahannya saja. Demikian pun para kyai, atau kaum rohaniwan juga harus bekerja. Bukan hanya menerima persembahan dari santri atau umatnya saja. Pada sisi ini Jenderal Besar tampak ingin menunjukkan bahwa hidup adalah bekerja. Bahwa Tanah Jawa harus digarap, dikelola agar maju dan semakin makmur.

Jenderal Besar ini menjungkirbalikkan seluruh tatanan yang telah ada di Jawa. Ia mengangkat orang biasa menjadi priyayi-priyayi besar dengan gelar-gelar kebesaran semau dirinya sendiri. Ia menuntut semua pejabat Belanda di Nusantara dihormati dan dijunjung wibawanya karena ia adalah wakil raja Belanda. Di sinilah Daendels tampak ingin menekankan dan mendesakkan kepada pribumi bahwa bangsa kulit putih adalah bangsa superior serta menempatkan inlander sebagai bangsa yang selalu rendah dan serba tergantung.

Tiga tokoh Jenderal Besar sebagai perwujudan tokoh Jenderal Besar (Herman Willem Daendels), difoto: Sabtu, 08 Maret 2014, foto: a.sartono
Tiga tokoh Jenderal Besar sebagai perwujudan
tokoh Jenderal Besar (Herman Willem Daendels)

Apa yang dilakukan Jenderal Besar Daendels ini menimbulkan luka, kebencian, dan dendam bagi banyak pembesar Tanah Jawa. Melalui semacam “deus ex machina” Jenderal Besar didatangi Sunan Kalijaga dalam mimpinya. Ia diingatkan untuk tidak bertindak semau dirinya. Ia juga diingatkan bahwa ia tidak akan lama di Jawa. Akhirnya ia memang ditarik pulang ke Belanda.

Secara keseluruhan lakon Jenderal Besar atawa Marsekal Guntur ini menyuguhkan tontonan yang segar dan menghibur karena memang dikemas secara komedi, tanpa lepas dari keseriusan berakting dan penguasaan teknik dramaturgi yang cukup.

Pemain-pemain ketoprak Jenderal Besar berfoto bersama, difoto: Sabtu, 08 Maret 2014, foto: a.sartono
Pemain-pemain ketoprak Jenderal Besar berfoto bersama

Kritik sosial yang tajam mewarnai pementasan ini tanpa kehilangan bobot humor dan kelucuannya. Kekurangjelasan tata suara di beberapa titik adegan yang mensyaratkan dialog memang agak mengganggu. Namun keberhasilan keseluruhan pementasan itu sedikit banyak mampu menutupi kekurangan itu. Selamat Dies Natalis ke-68 bagi FIB UGM.

Naskah & foto:A. Sartono

Peristiwa budaya

Comments

wulan astuti (not verified) / Thu, 03/13/2014 - 21:03

Terima kasih atas supportnya. Semua masukan dan sarannya akan menjadi jalan perbaikan bagi kami untuk tetap nguri-uri kebudayan sambil memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk belajar dari sejarah, mengambil hal-hal yang terbaik dari masa lalu untuk diterapkan pada masa kini.

Sudibyo Prawiro... (not verified) / Fri, 03/14/2014 - 02:42

Terima kasih apresiasinya. Mudah-mudahan di masa yang akan datang kami dapat menyuguhkan lakon yang lebih baik dan lebih serius.

Post new comment

Latest News

  • 15-03-14

    Rabu Pahing Ini Oran

    Primbon Dewa yang menaungi Wuku Landep adalah Batara Mahadewa. Orang Wuku Landhep tajam daya ingatnya, dapat dijadikan sebagai tempat bertanya dan... more »
  • 15-03-14

    Pasinaon Basa Jawa K

    Pasinaon Basa Jawa Memang jika dibandingkan dengan zaman dulu, tataran tutur bahasa Jawa di zaman sekarang lebih ringkas. Kamus Unggah-Ungguh... more »
  • 15-03-14

    Kiat Membaca Cepat d

    Berita Budaya Kegiatan berbahasa meliputi empat komponen pokok, yakni membaca, bicara, menyimak, dan menulis. Untuk urusan membaca sendiri dapat... more »
  • 15-03-14

    Siwur, Alat Dapur da

    Aneka Rupa Namun pada masyarakat Jawa tempo dulu, siwur juga bisa berfungsi lain, yakni sebagai properti untuk membuat nini thowong, pertunjukan... more »
  • 14-03-14

    ARTE 2014 dengan Tem

    Sukses dengan festival pertama ARTE 2013 dengan 32 ribu pengunjung dan ratusan karya yang dikirim para seniman Tanah Air, festival yang digelar untuk... more »
  • 14-03-14

    Riwayat KH Ahmad Dah

    Karena KH Ahmad Dahlan sangat berjasa bagi bangsa Indonesia dan sekaligus seorang tokoh yang ikut dalam pergerakan nasional, maka kisah pribadinya... more »
  • 14-03-14

    Batara Sambu

    Dalam sejarah hidupnya, Batara Sambu pernah turun ke dunia dan menitis kepada Sri Maharaja Maladewa, raja di Negeri Medangprawa, dengan patihnya... more »
  • 14-03-14

    Menu Spesial Maret,

    Gurih yang cukup nyamleng (sempurna) dalam perpaduan rempah yang seimbang serta kenikmatan dan kepuasan perut yang disuguhkan oleh menu ini cukup... more »
  • 13-03-14

    Pentas Lima Tarian S

    Di Aceh tidak hanya ada Tari Saman, ada banyak tarian lain yang tak kalah menarik, unik dan mengandung nilai-nilai budaya. Antara lainTari Ratoeh,... more »
  • 13-03-14

    Menyaksikan Tari Kec

    Menyaksikan Tari Kecak di Uluwatu Saat Senja Hari Di Kompleks Pura Uluwatu yang dibangun sekitar tahun 1032-1036 Masehi oleh Mpu... more »