Kegembiraan Mahasiswa NUS Saat Memainkan Gamelan

21 Jul 2014 Sekelompok mahasiswa-mahasiswi dari The National University of Singapore yang menginap di Tembi mencoba bermain gamelan dalam arahan para pemandu Tembi.

Konsentrasi menabuh saron, difoto: Selasa, 8 Juli 2014, foto: a.sartono
Konsentrasi menabuh saron

Sekelompok mahasiswa-mahasiswi dari The National University of Singapore yang beberapa hari menginap di  Tembi mencoba bermain gamelan dalam arahan para pemandu  Tembi. Oleh karena jumlah mereka sekitar 40 orang, maka mereka harus bermain bergantian.

Ada dua gending yang dimainkan dalam acara yang dilakukan Selasa, 8 Juli 2014, yakni Menthok-menthok dan Sluku-sluku Bathok. Dua gending ini umumnya dimainkan oleh anak-anak/remaja karena memang lirik lagunya berisi tentang nasihat yang dikemas dalam format irama dolanan.

Antusiasme para mahasiswa-mahasiswi yang juga tergabung dalam The International Alliance of Research Universities ini membuat mereka cepat menguasai dan dapat segera memainkan gending tersebut. Keberhasilan mereka untuk memainkan gending secara bersama-sama membuat mereka bergembira dan berkali-kali bertepuk tangan.

“I try to sing Sluku-sluku Bathok, okey ?” , difoto: Selasa, 8 Juli 2014, foto: a.sartono
“I try to sing Sluku-sluku Bathok, okay ?”

“Sulit ? Difficult ?” Tanya pemandu. 
“No ! Not difficult. Ok. Don’t worry,” sahut salah seorang dari mereka sambil tersenyum lebar.

Ternyata bagi mereka bermain gamelan bukan merupakan hal yang sulit. Tentu setelah mereka mengenali kode-kode yang diterakan dalam teks notasinya dan juga mengerti tentang cara-cara memukul instrumennya. Sekalipun demikian, beberapa dari mereka lupa bahwa bermain gamelan membutuhkan konsentrasi penuh, sebab kehilangan atau ketinggalan satu ketukan nada saja bisa membuyarkan keseluruhan konstruksi notasi yang telah terbangun dan tersistem. Ketika buyar, maka semuanya rusak sebagai sebuah kesatuan. Tertawalah mereka jika hal itu terjadi. Proses memang menjadi bagian teramat penting dalam sebuah pencapaian sesuatu.

Kecuali bermain instrumen gamelan beberapa dari mereka juga demikian bersemangat untuk ikut bernyanyi atau nembang. Dengan pedenya mereka meminta mikrofon dan ikut bernyanyi. Sekalipun lafal mereka dalam melantunkan tembang berbahasa Jawa tersebut belepotan, hal itu tidak menjadi persoalan. Itulah yang namanya belajar. Berproses untuk menjadi.

Suasana latihan menabuh gamelan oleh mahasiswa/i dari The National University of Singapore, difoto: Selasa, 8 Juli 2014, foto: a.sartono
Suasana latihan menabuh gamelan oleh mahasiswa/i dari 
The National University of Singapore

Semangat dan kegembiraan mereka juga dapat dilihat pada bagaimana mereka ingin menguasai tidak saja satu instrumen, namun lebih dari itu. Tidak mengherankan jika beberapa dari mereka setelah merasa bisa menguasai kempul-gong kemudian mencoba bermain instrumen saron atau gender. Masing-masing memang memiliki tingkat kesulitannya sendiri-sendiri.

“Hehe, we sing together …”, difoto: Selasa, 8 Juli 2014, foto: a.sartono
“Hehe, we sing together …”

Usai bermain, ada pancaran rasa puas di wajah-wajah mereka. Mungkin mereka kemudian menjadi memiliki referensi atau pengalaman bahwa bermain gamelan ternyata tidak sulit-sulit amat. Bernyanyi atau menembang pun tidak sulit sekalipun dalam pelafalan bahasa artikulasi mereka masih belepotan. Berproses dengan kegembiraan akhirnya juga menghasilkan kegembiraan. Semua terasa mudah dan menyenangkan.

Naskah dan foto: ASartono

EDUKASI

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 19-08-16

    Hardi: Sang Presiden

    Sekitar pertengahan 2000-an, saya pernah melihat sebuah gambar yang terpampang di tangga rumah seorang sastrawan yang kebetulan saya kenal secara... more »
  • 19-08-16

    Wisuda MC Jawa Lanju

    Para wisudawan kursus Panatacara Pamedharsabda MC Basa Jawa di Tembi Rumah Budaya angkatan IX rupanya mempunyai pandangan yang hampir sama. Kesamaan... more »
  • 18-08-16

    Obituari Slamet Riya

    Mestinya, pada  Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang  digelar 18 Agustus 2016, pukul 19.30  di Tembi Rumah Budaya,  Slamet... more »
  • 18-08-16

    Peserta Badan Diklat

    Sebanyak 80 orang SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) baik provinsi, kabupaten, dan kota dari seluruh Indonesia yang berkunjung ke Tembi Rumah... more »
  • 16-08-16

    Karyawan Bir Bintang

    Menjelang maghrib hari Kamis 11 Agustus 2016, Tembi Rumah Budaya dikunjungi oleh karyawan PT Bir Bintang Jakarta sejumlah 100 orang. Mereka datang ke... more »
  • 16-08-16

    Suara Malam dan Peso

    Sastra Bulan Purnama edisi ke-59, yang akan diselenggarakan Kamis, 18 Agsutus 2016, pukul 19.30 di Tembi Rumah Budaya, Sewon, Bantul, Yogyakarta akan... more »
  • 16-08-16

    Kapak Batu di Pajang

    Senin, 25 Juli 2016 Sunardi (43) warga Dusun Manukan, Kelurahan Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, DIY menemukan sebuah benda yang... more »
  • 15-08-16

    Ketika Politik Prakt

    Haruskah kita bersikap jujur di depan sebuah karya seni? Pertanyaan itu muncul dalam diri saya ketika hadir dalam pembukaan pameran tunggal karya-... more »
  • 15-08-16

    Menikmati Semangkuk

    Judul naskahnya ‘Semangkuk Sup Makan Siang  atau Cultuurstelsel’  karya Hedi Santosa yang dimainkan oleh Whani Dproject selama dua hari 10... more »
  • 15-08-16

    Dunia Indigo dalam E

    Karya Edo Adityo sebagai penyandang disabilitas dan sekaligus indigo mungkin terkesan sangat personal, ekspresif, unik, dan sekaligus magis. Dalam... more »