Ini Tahun ke-4 Siswa SMA Kolese De Britto Belajar di Tembi
Author:editorTembi / Date:27-01-2015 / Tembi sekarang menjadi semacam saudara bagi SMA De Britto dalam pengembangan pendidikan karakter bagi anak didiknya. Mereka mempercayakan kepada Tembi untuk pengembangan seni budaya di luar kelas dalam program ekskursi, sesuai dengan salah satu misi sekolah tersebut yang ingin menyeimbangkan pengetahuan anak didik antara pengetahuan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Siswa SMA De Britto Berlatih karawitan di Pendopo Yudonegaran
Bulan Januari 2015 ini, SMA Kolese De Britto Yogyakarta kembali ke Tembi Rumah Budaya untuk ke-4 kali secara berturut-turut sejak tahun 2012. Sekolah ini mengantarkan siswa kelas X untuk belajar budaya, seperti karawitan, menatah topeng, dan menari.
Tembi sekarang menjadi semacam saudara bagi SMA De Britto dalam pengembangan pendidikan karakter bagi anak didiknya. Mereka mempercayakan kepada Tembi untuk pengembangan seni budaya di luar kelas dalam program ekskursi. Hal itu dilakukan sesuai dengan salah satu misi sekolah tersebut yang ingin menyeimbangkan (mengharmonisasikan) pengetahuan anak didik antara pengetahuan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Diharapkan anak didik tidak hanya pintar dalam ilmu pengetahuan saja tetapi juga harus diimbangi dengan kehalusan budi pekerti dan “olah rasa”. Dengan demikian, kata Sumardiyanto SPd, guru PKn yang mendampingi anak didik ke Tembi, kelak anak didik menjadi orang yang cerdas (dalam ilmu pengetahuan) dan sekaligus memiliki hati nurani dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Para siswa berlatih kendang
Kali ini, siswa kelas X SMA Kolese De Britto yang diajak belajar budaya ada 28 anak. Mereka terdiri dari campuran anak-anak jurusan IPA, IPS, dan Bahasa. Mereka dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok karawitan diikuti oleh 13 siswa, kelompok menari diikuti oleh 5 siswa, dan kelompok menatah topeng diikuti oleh 10 siswa. Mereka belajar seni budaya mulai 20 hingga 22 Januari. Selama tiga hari tersebut setiap kelompok belajar khusus mendalami satu seni budaya yang menjadi pilihannya.
Selain di Tembi, siswa SMA Kelas X juga belajar seni dan kerajinan lain yang menyebar di wilayah DIY. Setidaknya untuk tahun ini ada 10 lokasi yang dijadikan tempat belajar mereka, seperti daerah Pocung Imogiri, daerah Krebet, daerah Moyudan, dan di Sanggar Lukis Joko Pekik Bantul. Mereka memilih kegiatan sesuai dengan minatnya masing-masing. Siswa yang berminat dalam bidang jurnalistik, kameramen, dan fotografi disebar ke sepuluh daerah tujuan untuk meliput kegiatan.
Para yang belajar di Tembi beragam asal daerahnya, ada yang asli dari Yogyakarta dan sekitarnya, namun ada pula yang berada dari Kalimantan, Jakarta, dan Nusa Tenggara Timur. Mereka belajar karawitan di pendopo Yudonegaran dan didampingi oleh pendamping Tembi, seperti Ki Margiyono, Bapak Wahono, Sartono, Yuladi, Kusalamani, dan penulis. Sebagian siswa ada yang sudah pernah mengenal gamelan. Bahkan di antara mereka sudah pernah memainkannya. Namun sebagian lagi sama sekali belum pernah menyentuh gamelan. Jadi dalam latihan karawitan di Tembi, pada awalnya mereka diberi dasar-dasar tentang pengetahuan gamelan, seperti nama-nama instrumen, cara menabuh, dan jenis nada slendro pelog, dan lainnya.
Mengecat topeng hasil karya sendiri
Selama tiga hari mereka dilatih menabuh 8 gending lancaran dan ladrang, seperti gending Bindri, Manyar Sewu, Gugur Gunung, Numpak Prau Layar, Kebo Giri, Pariwisata, Jaranan, dan Menthok-Menthok. Semua instrumen dimainkan oleh siswa. Karyawan Tembi hanya bertugas mendampingi dan melatih saja.
Karena sebagian dari mereka sudah memiliki dasar, maka latihan karawitan ini bisa berjalan lancar dan cepat bisa. Apalagi memang mereka termasuk siswa-siswa yang pandai dan penuh perhatian. Setiap hari, usai latihan karawitan, mereka langsung diminta untuk mempraktikkan dan memainkan sendiri dengan pengawasan karyawan Tembi. Jika ada yang masih keliru, maka dibetulkan. Mereka begitu senang dan tampak antusias belajar karawitan selama 3 hari. Bahkan beberapa siswanya berkomentar dan mempunyai kesan, seperti yang disampaikan Sambung siswa kelas X Sosial 2. “Aku merasa senang sekali bisa belajar kendang dan dilatih oleh ahlinya kendang. Karena saya sebelumnya sama sekali tidak mengenal cara menabuh kendang.”
Hal senada disampaikan oleh siswa yang belajar saron. Bram, siswa X Bahasa yang berasal dari Jakarta, menuturkan, “Baru kali ini aku memegang saron (bermain gamelan). Rasanya cukup mengesankan dan memuaskan.” Badra, asal Solo, bilang, “Di sini aku semakin tahu cara menabuh bonang, bukan hanya gembyang (dua tabuh dipukulkan bersama), tetapi juga diajarkan cara menabuh imbal (dua tabuh dipukulkan berselang-seling).”
Berlatih tari
Selama tiga hari itu pula, siswa lain yang mengikuti minat lain, seperti menari dan menatah topeng dengan tekun mengikuti latihan sesuai dengan arahan pelatihnya. Menatah topeng bertempat di museum Tembi dan di galeri pameran. Mereka diajarkan membuat sebuah topeng, mulai dari memahat, menghaluskan hingga memberi warna. Demikian pula dengan siswa yang berlatih tari.
Suwandi
Foto: Barata
Latest News
- 30-01-15
Denmas Bekel 30 Janu
more » - 30-01-15
Perang Pasifik yang
P.K. Ojong dengan bahasa yang menarik dan terperinci menulis jalannya peperangan di setiap medan pertempuran. Bahkan pembaca seakan-akan dibawa ikut... more » - 30-01-15
STAT Memulai Kelas B
Sanggar Tari Anak Tembi (STAT) didirikan pada awal tahun 2010. Setiap kelas berlangsung selama 1 semester. Jadi sampai akhir tahun lalu, STAT sudah... more » - 30-01-15
Memes Luncurkan Albu
Konsisten meramaikan dunia musik Tanah Air selama 20 tahun, Memes merilis albumnya yang ke-9 bertajuk “Lief Java”. Dalam album ini karya-karya dari... more » - 29-01-15
Kampung Dondongan ya
Di Kampung Dondongan ini pulalah Ringin Sepuh, yakni pohon beringin yang dipercaya ditanam oleh Sunan Kalijaga, tumbuh dengan baik. Pohon Ringin... more » - 29-01-15
Pembuat Warangka Ker
Masyarakat Jawa menamakan pembuat warangka dengan sebutan mranggi. Sementara pembuat keris disebut empu. Jadi ada perbedaan antara pembuat keris... more » - 29-01-15
Antologi Puisi Paran
Penyair yang pernah berinteraksi dengan Bantul, merupakan salah satu syarat untuk bisa ikut dalam antologi puisi ini. Berinteraksi dalam arti, bahwa... more » - 28-01-15
Syam Chandra, Penyai
Dua ekor ayam dia siapkan, untuk secara bergantian dia lempar ke tengah penonton. Di saat penonton berebut ayam, dia terus membacakan puisi karyanya... more » - 28-01-15
Mempelajari Tatabaha
Tampilan buku lawas ini memang khas buku zaman dahulu, yakni menggunakan kertas merang, yang terkesan kusam. Namun, buku koleksi Perpustakaan Tembi... more » - 28-01-15
Sing Unggul Dipanggu
Pepatah ini menggambarkan tentang sifat orang yang tidak punya pendirian kecuali berpikir atau berpendirian hanya untuk mencari enak, aman, untung,... more »