Antologi Puisi Parangtritis dari 55 Penyair

Author:editorTembi / Date:29-01-2015 / Penyair yang pernah berinteraksi dengan Bantul, merupakan salah satu syarat untuk bisa ikut dalam antologi puisi ini. Berinteraksi dalam arti, bahwa penyair tersebut pernah bersentuhan dengan Bantul, misalnya pernah tinggal di Bantul, atau berkunjung sebagai wisatawan, berkunjung ke saudara dan lainnya.

Buku antologi puisi Parangtritis yang menampilkan 55 penyair dari beberapa kota tidak hanya penyair yang tinggal di Bantul, foto: dok Tembi
Buku Antologi puisi Parangtritis

Krisbudiman, seorang penyair yang tinggal di Yogya, yang sehari-hari sebagai pengajar di Program Kajian Media dan Budaya, Pasca Sarjana UGM, ikut dalan antologi puisi berjudul “Parangtritis’. Salah satunya ia menulis puisi berjudul ‘Haiku Pagi yang ditulis Malam’, yang diberi subjudul  Tembi Rumah Budaya. Berikut ini alinea pertama puisi itu:

di amphytheater 
sang penyair bergitar 
nyanyikan bulan

Sejak Sastra Bulan Purnama dimulai, Krisbudiman beberapa kali telah membaca puisi karyanya. Bahkan, pada edisi perdana Sastra Bulan Purnama, Kris, demikian panggilannya, ikut tampil membaca puisi. Selain itu, pada Sastra Bulan Purnama edisi berikutnya, Kris seringkali membantu mencarikan siapa penyair yang akan tampil.

Antologi puisi yang menyajikan 55 penyair dari berbagai daerah, tidak hanya dari Yogya, lebih-lebih penyair yang khusus tinggal di Bantul dan diberi judul “Parangtritis’ diberi tema ‘segala segi mengenai Bantul’, sehingga yang ditulis tidak hanya segi geografis, melainkan bisa memasuki sejarah, kuliner, kondisi alam dan seterusnya.

Penyair yang pernah berinteraksi dengan Bantul, merupakan salah satu syarat untuk bisa ikut dalam antologi puisi ini. Berinteraksi dalam arti, bahwa penyair tersebut pernah bersentuhan dengan Bantul, misalnya pernah tinggal di Bantul, atau berkunjung sebagai wisatawan, berkunjung ke saudara dan lainnya. Pendeknya, penyair sudah mengenal(i) Bantul.

Dari sekitar 150-an puisi, memang ada beberapa puisi yang mengambil judul “Parangtritis’ misalnya puisi karya Dharmadi, seorang penyair yang tinggal di Jakarta. Dharmadi merasa memiliki kesan tentang pantai Parangtritis dan dituangkan ke dalam puisi. Ada juga yang menulis puisi berjudul ‘Purnama Di Tembi’, ditulis Ardi Susanti, penyair dari Tulungagung. Kita petikan empat baris puisinya dari alinea terakhir:

Purnama di Tembi 
Sejuta ekspresi terangkum 
Gerak, nada, jiwa dan hati 
Adalah nafas kami

Semua penyair yang puisinya masuk dalam antologi, baik penyair yang tinggal di Bantul, Sleman, Kulonprogo, atau kota-kota lain seperti Temanggung, Purwokerto, Jakarta, Purworejo, Bekasi dan lainnya, semunya menuliskan tentang Bantul dalam berbagai macam bentuknya.

Umi Kulsum, salah seorang penyair yang ikut dalam antologi puisi Parangtritis membacakan puisi karyanya di Amphytheater Tembi Rumah Budaya, foto: dok Tembi
Umi Kulsum membaca puisi dari antologi Parangtritis

Ada penyair yang menulis tentang situs-situs peninggalan, seperti situs mantup, situs payak ditulis Dimas Indiana. Petilasan Ki Ageng Mangir ditulis Latief Noor Rochman, dan Joko Pinurbo menulis, salah satunya berjudul “Imogiri’.

Ditilik dari segi usia, ada beragam usia penyair yang masuk dalam antologi puisi “Parangtritis’ ini. Ada penyair yang lahir tahun 1945 seperti Genthong Hariono, ada penyair yang lahir tahun 1980-an seperti Dimas Indiana. Memang sebagian besar penyair pria, hanya ada beberapa penyair perempaun seperti Selsa, Umi Kulsum, Ardi Susanti, Sashmyta Wulandari, Dwi Ningsih.

Hj Sri Surya Widati, Bupati Bantul merespon baik atas terbitnya antologi puisi “Parangtritis ini dan mengatakan, bahwa dokumentasi tentang Bantul tak hanya cukup ditampilkan lewat data dan angka-angka statistik saja, namun bisa juga diungkapkan lewat bari-baris puisi.

“Banyak hal yang bisa diketahui orang tentang Bantul, yang dahulu dikenal pernah menjadi ibukota Kerajaan Mataram,” kata Hj. Sri Suryawidati.

Baca yuk ..!

Ons Untoro

Bale Dokumentasi Resensi Buku

Latest News

  • 30-01-15

    Denmas Bekel 30 Janu

    more »
  • 30-01-15

    Perang Pasifik yang

    P.K. Ojong dengan bahasa yang menarik dan terperinci menulis jalannya peperangan di setiap medan pertempuran. Bahkan pembaca seakan-akan dibawa ikut... more »
  • 30-01-15

    STAT Memulai Kelas B

    Sanggar Tari Anak Tembi (STAT) didirikan pada awal tahun 2010. Setiap kelas berlangsung selama 1 semester. Jadi sampai akhir tahun lalu, STAT sudah... more »
  • 30-01-15

    Memes Luncurkan Albu

    Konsisten meramaikan dunia musik Tanah Air selama 20 tahun, Memes merilis albumnya yang ke-9 bertajuk “Lief Java”. Dalam album ini karya-karya dari... more »
  • 29-01-15

    Kampung Dondongan ya

    Di Kampung Dondongan ini pulalah Ringin Sepuh, yakni pohon beringin yang dipercaya ditanam oleh Sunan Kalijaga, tumbuh dengan baik. Pohon Ringin... more »
  • 29-01-15

    Pembuat Warangka Ker

    Masyarakat Jawa menamakan pembuat warangka dengan sebutan mranggi. Sementara pembuat keris disebut empu. Jadi ada perbedaan antara pembuat keris... more »
  • 29-01-15

    Antologi Puisi Paran

    Penyair yang pernah berinteraksi dengan Bantul, merupakan salah satu syarat untuk bisa ikut dalam antologi puisi ini. Berinteraksi dalam arti, bahwa... more »
  • 28-01-15

    Syam Chandra, Penyai

    Dua ekor ayam dia siapkan, untuk secara bergantian dia lempar ke tengah penonton. Di saat penonton berebut ayam, dia terus membacakan puisi karyanya... more »
  • 28-01-15

    Mempelajari Tatabaha

    Tampilan buku lawas ini memang khas buku zaman dahulu, yakni menggunakan kertas merang, yang terkesan kusam. Namun, buku koleksi Perpustakaan Tembi... more »
  • 28-01-15

    Sing Unggul Dipanggu

    Pepatah ini menggambarkan tentang sifat orang yang tidak punya pendirian kecuali berpikir atau berpendirian hanya untuk mencari enak, aman, untung,... more »