Prajurit-prajurit Sepuh di Keraton Yogyakarta

Pada zamannya kesatuan-kesatuan prajurit ini memang dapat diandalkan. Bukan semata-mata untuk kepentingan seremonial, namun memenuhi fungsi sebagai prajurit tempur yang andal.

Prajurit sepuh dari Kesatuan (Bregada) Nyutra dari Keraton Kasultanan Yogyakarta, difoto: Selasa, 15 Oktober 2013, foto: a.sartono
Prajurit sepuh dari Kesatuan (Bregada)
Nyutra Keraton Kasultanan Yogyakarta

Istilah prajurit selalu diidealisasikan sebagai sosok jantan, pemberani, gagah, perkasa, kuat, terampil, trengginas, cekatan, dan lain-lain yang secara singkat dapat dikatakan kuat dan berani. Namun, di Kasultanan Yogyakartadan Kadipaten Paku Alaman ada cukup banyak prajurit yang jauh dari idealisasi atau citra prajurit secara umum itu.

Prajurit keraton atau kadipaten memang bukan untuk kepentingan menjaga keamanan dan kedaulatan. Keberadaan para prajurit tersebut lebih difungsikan untuk kepentingan-kepentingan seremonial dan segala macam kegiatan keraton demi kepentingan keindahan dan pelestarian kebudayaan.

Prajurit sepuh dari Kesatuan (Bregada) Ketanggung dari Keraton Kasultanan Yogyakarta, difoto: Selasa, 15 Oktober 2013, foto: a.sartono
Prajurit sepuh dari Kesatuan (Bregada) Ketanggung
dari Keraton Kasultanan Yogyakarta

Maka ada sejumlah personil prajurit di kerajaan-kerajaan tersebut yang sesungguhnya sudah masuk usia uzur. Mungkin berusia di atas 70 tahun. Secara fisik mereka memang tidak memungkinkan lagi dijadikan prajurit tempur. Bahkan mungkin juga tidak bisa dimasukkan dalam kategori cadangan prajurit tempur.

Keberadaan mereka atau keberadaan kesatuan-kesatuan prajurit tersebut memang dimaksudkan untuk mengingatkan orang bahwa dulu Kerajaan Yogyakartamemiliki bregada-bregada prajurit yang menjadi andalan bagi kekuatan dan kedaulatan Kasultanan Yogyakarta.

Prajurit sepuh dari Kesatuan (Bregada) Daeng dari Keraton Kasultanan Yogyakarta, difoto: Senin, 7 Oktober 2013, foto: a.sartono
Prajurit sepuh dari Kesatuan (Bregada) Daeng
dari Keraton Kasultanan Yogyakarta

Pada zamannya kesatuan-kesatuan prajurit ini memang dapat diandalkan. Bukan semata-mata untuk kepentingan seremonial, namun memenuhi fungsi sebagai prajurit tempur yang andal. Bahkan ketika terjadi perang atau Geger Spei (Spoy) tahun 1812, tentara Inggris terpaksa mengerahkan cukup banyak prajurit untuk menghadapi Yogyakarta. Tentara Inggris menggunakan tentara bayaran, Gurkha (Spoy) dan masih dibantu oleh prajurit-prajurit lokal dari kerajaan lain. Pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645), Mataram pernah menyerbu Batavia dan hampir saja menghancurkan Batavia.

Penyerbuan Inggris ke Yogyakartaini memang berhasil menaklukkan Yogyakarta, namun perlawanan yang diberikan juga menunjukkan betapa militannya prajurit Yogyakartamasa lalu. Artinya, mereka tidak gentar sedikit pun menghadapi kekuatan asing yang berperalatan modern dan bahkan dibantu orang-orang/tentara bayaran dan tentara lokal.

Prajurit sepuh dari Kesatuan (Bregada) Prawiratama dari Keraton Kasultanan Yogyakarta, difoto: Senin, 7 Oktober 2013, foto: a.sartono
Prajurit sepuh dari Kesatuan (Bregada) Prawiratama
dari Keraton Kasultanan Yogyakarta

Kekalahan-kekalahan kerajaan-kerajaan lokal menyebabkan pihak asing merasa perlu untuk mempreteli kekuatan prajurit lokal. Keraton atau kerajaan-kerajaan lokal merasa tetap diberi hidup (tidak dimusnahkan), sekalipun ditelikung dan dihabisi kekuatan utamanya. Kekuatan prajurit Kasultanan Yogyakartapun semakin dilemahkan oleh pihak asing (Inggris-Belanda-Jepang) terutama sesudah terjadi Perang Spoy dan Perang Diponegoro/Perang Jawa (1825-1830), serta pada masa pendudukan Jepang (1942-1945).

Dalam pawai kebudyaan beberapa waktu lalu, sejumlah prajruit tradisional Keraton Yogyakartayang telah lanjut usia (sepuh) pun tampil. Mereka tetap penuh semangat untuk berkiprah dalam kesatuan (bregadanya). Mereka pun masih mampu berjalan kaki berkilometer untuk mengikuti kirab atau pawai. Bahkan di tengah terik matahari sekalipun.

Prajurit sepuh dari Kesatuan (Bregada) Plangkir dari Keraton Kadipaten Paku Alaman Yogyakarta, difoto: Senin, 7 Oktober 2013, foto: a.sartono
Prajurit sepuh dari Kesatuan (Bregada) Plangkir
dari Keraton Kadipaten Paku Alaman Yogyakarta

Semangat dan kecintaan mereka pada kesatuan dan pada kerajaan tempat mereka mengabdi tidak kalah dengan prajurit yang jauh lebih muda. Kebanggaan diri mereka untuk menjadi prajurit Keraton Yogyakartatidak kalah dengan kebanggaan prajurit atau tentara lain dalam kesatuan-kesatuan mereka yang menjadi benteng utama kedaulatan negara.

Ke Yogya yuk ..!

Naskah & foto:A.Sartono



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta