Perkemahan Pangeran Diponegoro di Magelang, 1830

Perkemahan Pangeran Diponegoro di Magelang, 1830

Berikut ini adalah sebuah sketsa atau gambaran tentang Pangeran Diponegoro dan pengikutnya yang tengah memasuki perkemahan (pesanggrahan) di Meteseh, Magelang. Hal itu terjadi menjelang perundingannya dengan Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock (panglima besar Belanda waktu Perang Jawa (1825-1830). Pesanggrahan ini dibuat tidak jauh dari tempat berdirinya Wisma Residen lama di Magelang. Keletakannya juga tidak terlalu jauh dari Sungai Progo. Pesanggrahan ini dibuat dengan dinding bambu (gedhek) dan beratapkan anyaman daun kelapa. Pesanggrahan atau pemukiman sementara yang dibuat dengan bahan-bahan demikian itu pada masa lampau merupakan sesuatu yang lazim. Bahkan mungkin juga telah termasuk sebagai bangunan yang cukup mewah.

Perundingan itu sendiri berakhir dengan penangkapan Pangeran Diponegoro pada 28 Maret 1830. Perundingan ini sebenarnya berjalan dengan alot dan de Kock sudah memperkirakan pendirian Pangeran Diponegoro beserta tuntutannya. Oleh karena itu de Kock secara diam-diam telah memberikan perintah rahasia kepada semua komandan pasukan agar siap sedia menangkap Pangeran Diponegoro pasca perundingan. Berdasarkan hal itu semua kuda di pos-pos militer Belanda telah diberi pelana (pakaian kuda) secara lengkap. Semua senjata telah disiagakan dan semua prajurit siap siap dan tinggal menunggu kode atau isyarat untuk menangkap Pangeran Diponegoro pasca perundingan.

Foto atau sketsa ini juga menunjukkan bagaimana besarnya dukungan rakyat kepada Pangeran Diponegoro. Tampak dalam sketsa itu barisan pasukan pembawa tombak yang mengiringi kedatangan Pangeran Diponegoro ke perkemahan. Sementara pendukung Pangeran Diponegoro yang lain tampak duduk di tanah menunggu dengan takzim.

Perang Diponegoro atau Perang Jawa merupakan perang yang juga dipersiapkan dengan relatif baik oleh Pangeran Diponegoro. Hal demikian ternyata membuat Belanda pusing tujuh keliling. Kas Belanda nyaris ludes atau bangkrut. Perang berjalana berkepanjangan. Perang juga melibatkan demikian banyak rakyat Jawa. Pasukan Belanda yang tidak mengenal medan di Jawa serta tidak cocoknya iklim membuat mereka banyak menderita. Penyakit malaria, demam berdarah, kolera, dan lain-lain turut melemahkan pasukan Belanda.

Perpecahan yang terjadi di tubuh pasukan Pangeran Diponegoro akhirnya juga turut melemahkan kekuatan pasukannya. Silih berganti pengikut Pangeran Diponegoro menyerahkan diri. Akhirnya disusul dengan ditangkapnya Pangeran Diponegoro pasca perundingan yang diwarnai khianat oleh de Kock. Ternyata apa yang terjadi ini tidak pernah dilupakan dalam perjalanan sejarah hingga kini. Bahkan mungkin besuk dan besuk lagi.

a.sartono

sumber : Peter Carey, 2011, Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855, Jilid 2, Jakarta: KPG Bekerja sama dengan KITLV, halaman 812-813.


Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta