Gunung Tambalan, Makam Regent I Bantul ?
(2)
Latar Belakang
Gunung Tambalan dinamakan demikian karena gunung atau bukit ini terletak di Dusun Gunung Tambalan. Nama Dusun Gunung Tambalan sendiri berasal dari nama Kyai dan Nyai Tambal yang dipercaya menjadi cikal bakal atau orang yang dianggap pertama kali membuka dan mengembangkan wilayah itu menjadi sebuah pemukiman yang ramai. Oleh karena namanya Tambal dan mereka berdua tinggal di dekat gunung, maka dusun yang dihuni oleh tokoh ini dinamakan Dusun Gunung Tambalan.
Makam Gunung Tambalan menjadi cukup penting karena di tempat itu dimakamkan banyak tokoh. Di antaranya adalah KRT. Jayaningrat I yang dipercaya pernah menjadi regent atau bupati Bantul yang pertama. Demikian salah satu versi menyatakan. Sementara versi lain menyatakan bahwa bupati I Kabupaten Bantul adalah KRT. Mangunnegara yang makamnya terletak di Dusun Pagergunung, Sitimulyo, Piyungan, Bantul.
KRT. Jayaningrat I merupakan tokoh keturunan dari Raden Tumenggung Jayadiningrat (I) merupakan putyra dari Raden Tumenggung Jayawinata Dhongkol (memiliki nama lain Jayadiningrat pula). Raden Tumenggung Jayawinata ini merupakan putra dari Raden Tumenggung Jayawinata (Gajah Telana/Mataram Balik). Sedangkan Raden Tumenggung Gajah Telana adalah keturunan kelima dari Adipati Pragola II. Jadi, Raden Tumenggung Jayadiningrat I yang dimakamkan di Gunung Tambalan ini merupakan generasi ke delapan dari Adipati Pragola II di Pati. Kelak salah satu keturunan ketujuh dar Raden Tumenggung Jayadiningrat I ini menjadi ibunda dari mendiang Sultan Hamengku Buwana IX.
Selain untuk memakamkan KRT. Jayaningrat I beserta istri dan trahnya, Gunung Tambalan juga digunakan untuk memakamkan beberapa tokoh setempat seperti Kyai dan Nyai Tambal., Citroboman (keturunan Sultan Hamengku Buwana II) dan keturunan serta familinya, makam pengikut Pangeran Diponegoro yang dikenal dengan nama makam Kepanjen atau makam trah Panji Jayawilaga, dan makam dari Kasan Tabri (sesepuh Dusun Gunung Tambalan masa lalu).
Pada kompleks makam Gunung Tambalan ini setiap tanggal 20 bulan Ruwah selalu diadakan upacara sadranan. Sadranan adalah salah satu bentuk tradisi tahunan berkaitan dengan pembersihan makam, pengiriman doa untuk arwah, dan kendurian. Ada sesuatu yang istimewa dengan upacara sadranan di tempat ini. Keistimewaan itu di antaranya bahwa dalam upacara sadranan di tempat ini selalu disertakan alat-alat kebersihan seperti sapu, kemoceng, keset, dan sarana untuk wewangian berupa ratus.
Sesajian yang berupa benda atau alat-alat demikian itu di Gunung Tambalan dikenal dengan nama Kutho Moro. Tidak ada penjelasan yang memuaskan apa yang dimaksudkan dengan nama atau istilah kutho moro itu. Hanya ada satu dugaan bahwa sesaji yang disebut kutho moro itu dimaksudkan sebagai simbol bahwa orang yang berziarah ke makam Gunung Tambalan seyogyanya membersihkan badan dan hatinya terlebih dulu.
a.sartono
Artikel Lainnya :
- Pendidikan Modern dan Relevansi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara(13/05)
- ADA JEMEK, ADA PANTOMIM(19/07)
- 15 Oktober 2010, Kabar Anyar - GELAR PAHLAWAN UNTUK IJ KASIMO(15/10)
- ABON IKAN TUNA, SATU MAKANAN KHAS LAIN DARI JOGJA(19/01)
- Poppy Sovia Serba Bisa(29/05)
- Daftar judul buku(18/07)
- Pengetahuan, Sikap, Keyakinan, dan Perilaku di Kalangan Generasi Muda Berkenaan dengan Perkawinan Tradisional di Kota Semarang Jawa Tengah(01/07)
- 5 Januari 2011, Kabar Anyar - CHAIRIL ANWAR MENGHISAP PENSIL(05/01)
- Maca Titi, Basa lan Carita. Jilid IV(20/06)
- Saat Wisatawan Kota Masuk Pasar Tradisional(20/06)