Gaya Pengantin Jawa Menjelang Abad ke-19
Berikut ini gambar, lukisan, atau sketsa yang menggambarkan tentang sepasang pengantin. Sketsa ini kemungkinan dibuat menjelang abad ke-19 atau pada kisaran pertengahan tahun 1830-an. Lukisan ini dibuat oleh A.A. Payen dan berada di Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda. Lukisan ini sebenarnya lebih menggambarkan sepasang pengantin Jawa dengan gaya busana keprabon basahan yang mula-mula lazim dikenakan di wilayah Keraton Kasunanan Surakarta. Gaya busana ini dulunya hanya boleh dikenakan oleh putra-putri raja. Akan tetapi dalam perkembangannya gaya busana ini boleh dikenakan oleh siapa saja.
Menurut beberapa sumber gaya busana ini kemudian juga mulai dikenakan di wilayah Keraton Kasultanan Yogyakarta. Salah satu versi menyebutkan bahwa setelah Perjanjian Giyanti 1755 gaya busana dari keraton di Surakarta diboyong ke Kasultanan Yogyakarta. Hal ini terjadi karena Sunan Paku Buwana II memang sengaja menghadiahkan tentang gaya dan tata cara berbusana ini kepada putranya, Sultan Hamengku Buwana I yang kemudian bertahta di Yogyakarta.
Dalam gambar atau lukisan tersebut tampak bahwa gaya ikat rambut (gelung) pria tersebut bundar dan bentuknya relatif lebih besar dari gelung-gelung rambut pria di zaman Mataram. Gaya gelung rambut pria dalam gambar ini lebih mirip gaya gelung rambut pria di zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Budha masih berjaya. Sementara gaya gelung rambut pria di zaman Mataram umumnya berbentuk relatif kecil dan terletak sedikit di atas tengkuk. Sedangkan gaya gelung rambut pria di zaman Hindu-Budha terletak di kepala bagian atas.
Keris yang dikenakan pengantin pria pun kelihatan lebih menyembul keluar dana bahkan kelihatan seperti akan terlepas dari badan/pinggangnya. Mungkin pelukis pengantin ini ingin menonjolkan tentang gaya mengenakan keris dari pengantin prianya.
Tampak juga bahwa pengantin ini tidak mengenakan alas kaki. Mungkin saat itu alas kaki bagi pengantin memang belum lazim seperti sekarang. Mungkin juga alas kaki hanya dikenakan di tempat-tempat tertentu. Sementara pada tempat-tempat lain dipantangkan untuk mengenakan alas kaki.
Detil riasan wajah dari pengantin ini tidak kelihatan karena ukuran gambar dan hasil cetakannya kemungkinan memang tidak memungkinkan untuk menampakkan hal itu. Sekalipun demikian, dari sisi gaya busananya tampak bahwa pengantin ini mengenakan gaya busana yang cukup mewah.
a.sartono
sumber: Peter Carey, 2012, Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan di Jawa, 1785-1855 (Jilid 2), Jakarta: KPG bekerja sama dengan KITLV-Jakarta, Yayasan Arsari Djojohadikusumo, Aseasuk, Fadli Zon Library, dan Gramedia Printing Group.
Artikel Lainnya :
- 13 Oktober 2010, Kabar Anyar - Macapatan Malam Rabu Pon Tahap 93 Gambaran Rumah Kuna(13/10)
- Tembung-Tembung Alus(13/07)
- Pecel Mete Tembi(17/09)
- Album Peninggalan Sejarah dan Purbakala(08/08)
- Solideo, Belajar nge-drum Sejak Umur 2 Tahun(25/06)
- Suduk Gunting Tatu Loro(25/09)
- Mengawali Membangun Rumah(11/08)
Kuntz Agus Ayo Kembali Ke Bioskop(09/03) - Pesta Emas Sastra Jawa Daerah Istimewa Yogyakarta (Geguritan, Crita Cekak, Macapat, Siteran) (11/11)
- 3 Februari 2010, Yogya-mu - DUSUN TANJUNG, SLEMAN: SENTRA TEKLEK JOGJA(03/02)