BULAN SAWAL, AJANG SILATURAHMI
Bulan Ramadan atau Puasa telah usai. Tibalah saatnya memasuki bulan Sawal. Demikian orang Jawa menyebut bulan sesudah bulan Ramadan itu. Kata itu diserap dari bulan Syawwal dalam kalender tahun Hijriyah. Keduanya sama-sama berpatokan pada peredaran bulan. Bagi masyarakat Jawa, bulan Sawal berarti bulan saling memaafkan. Hampir sebulan penuh, berbagai kalangan masyarakat melakukan kegiatan atau acara Halal Bi Halal. Sebuah acara tradisi yang hanya ada di masyarakat Jawa, khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Pada bulan Sawal, semua orang saling memaafkan dan saling mengunjungi. Maka tidak afdol jika di bulan Sawal, tidak bisa mudik untuk ngabekti kepada orang tua dan kerabat dekat. Sesudah ngabekti orang tua dan kerabat di kampung dalam acara mudik, biasanya mereka kembali lagi ke tempat kerja yang berada di luar kota. Setelah itu, mereka juga melakukan Halal Bi Halal dengan rekan kerja, bisnis, paguyuban, dan sebagainya. Hampir setiap hari, bagi masyarakat Jawa di saat bulan Sawal ini kita jumpai orang menggelar acara Halal Bi Halal. Tidak terkecuali dengan anak-anak sekolah. Di hari pertama masuk sekolah selepas Ramadan kemarin, kegiatan sekolah hanya diisi dengan saling berjabat tangan antar warga sekolah, baik murid, guru, karyawan, dan warga sekolah lainnya.
Begitu pula dengan banyak instansi di Yogyakarta atau masyarakat Jawa umumnya, di bulan Sawal ini juga banyak dijumpai melakukan kegiatan Halal Bi Halal. Tidak terkecuali dengan Gubernur DIY sekaligus Raja Kraton Yogyakarta juga melakukan open house dalam acara Halal Bi Halal beberapa tempo lalu di Pagelaran Kraton. Dalam acara open house ini, semua orang, warga Yogyakarta dan luar Yogyakarta yang hendak bersalaman dengan Sultan tidak dilarang. Bahkan ada orang asing yang ikut dalam acara tersebut. Hingga ia berkomentar, sungguh raja dan permaisuri yang dekat dengan rakyatnya. Hingga 2 jam lebih melayani masyarakat hanya untuk berjabat tangan.
Tidak jarang, dalam kegiatan Sawalan tersebut, pasti diisi dengan acara inti, seperti tauziah atau ceramah rohani. Kemudian diselingi dengan acara hiburan lain, seperti acara musik, doorprize, dagelan, hiburan kesenian, dan sajian menu khas, yakni lontong opor.
Dalam tradisi Sawalan tersebut, tentu masyarakat berharap agar kesalahan mereka selama setahun terakhir bisa dimaafkan dan bisa saling memaafkan. Sehingga dalam kehidupan ke depannya mereka bisa lebih saling menghargai. Tentu hal itu diilhami dari Idul Fitri yang berarti kembali suci. Dalam keadaan kembali suci, maka harus mau memaafkan orang lain yang mempunyai kesalahan kepada kita.
Tradisi Sawalan masih hidup hingga saat ini di masyarakat Yogyakarta dan daerah lainnya di nusantara ini serta akan terus berlangsung dari masa ke masa.
Suwandi
Artikel Lainnya :
- 24 Desember 2010, Pasinaon basa Jawa - PENGETAN NATAL LAN TAHUN BARU 2011(24/12)
- Danaraja(13/07)
- Dramatic Reading Edisi Bahasa Inggris yang Diiringi Gamelan(11/06)
- 22 Juni 2010, Bothekan - MILIH-MILIH TEBU OLEH BOLENG(22/06)
- KAYA DHENGKUL IKET-IKETAN(23/08)
- ALAT MEMASAK TRADISIONAL(01/01)
- EYA, KULIHAT IBU PERTIWI DI Tembi(28/07)
- Denmas Bekel(12/12)
- LOMBA PLESETAN TERPLESET(27/06)
- ANAK-ANAK ITU MENGENDARAI BECAK(22/07)