Sudah Puluhan Tahun Ada, Wapres Bulungan Jakarta Selalu Aktual
Pernah ada ungkapan, kalau belum manggung di Warung Apresiasi Bulungan, ya belum jadi anak band. Menjadi ruang yang memberikan sebebas-bebasnya kreasi dalam berkarya, Wapres sudah menjadi tempat wajib musisi dari kalangan dan daerah manapun untuk tampil dan menyuguhkan karya orisinal.
Kegiatan jam sesion di Wapres
Tak terhitung sudah berapa banyak musisi datang ke Warung Apresiasi (Wapres), Bulungan, Jakarta Selatan. Mereka tak hanya datang untuk menyuguhkan karyanya, tapi juga untuk nongkrong. Wapres yang sudah berdiri sejak puluhan tahun silam sudah menjadi tempat ‘nongkrong’ musisi, penikmat musik, atau siapa saja. Tidak ada batasan, siapapun bisa datang kesini.
Di tengah geliat industri musik Tanah Air, Wapres memang menjadi salah satu ruang bagi para musisi dari berbagai genre. Mereka bebas menyuguhkan karyanya kepada khalayak tanpa ada batasan atau tergantung selera pasar.
Jika panggung musik televisi selalu menampilkan band atau musisi yang itu-itu saja, di sini kita bisa bertemu dengan musisi-musisi yang memiliki karakter dan ciri khas berbeda satu sama lain.
Tanpa bermaksud mengatakan musisi di panggung musik televisi tidak bagus, tapi kalau setiap hari itu-itu saja yang muncul bisa jadi masyarakat kita hanya mengenal genre musik itu, tanpa diberi kesempatan mendengarkan karya musik yang lain.
Melanie Subono, Tony Q Rastafara, Steven and Coconut Treez, Gribs, Gugun Blues, WS Rendra, Iwan Fals, dan bahkan almarhum Mbah Surip sering tampil atau hanya sekadar ‘kongkow’ di sini.
Kegiatan baca puisi di Wapres
“Sampai saat ini Wapres masih sama, masih menjadi ruang bagi musisi untuk menampilkan karya-karyanya, yang tentunya karya milik sendiri karena itu salah satu syarat untuk tampil disini,” papar Kak Agus salah satu pengurus Warung Apresiasi ini.
Wapres, dengan tempat duduk dan dekor sederhana, sebuah panggung berukuran kira-kira 4 m x 4 m ditengah ruangan lengkap dengan peralatan musik dan sound system. Tak hanya menyuguhkan musik, tak jarang tempat yang bisa menampung 100 orang untuk berbincang soal sastra, teater, launching buku, dan launching album.
Yang menarik lagi, suasana kekeluargaan di sini sangat kental, walaupun yang datang ke tempat ini berasal dari Sabang sampai Merauke. “Asal tidak membuat rusuh atau onar, kami selalu membuka pintu selebar-lebarnya,” tambah Agus.
Nohing to lose mungkin adalah ungkapan yang pas untuk Wapres. Kalau sampai karya seorang musisi menjadi terkenal dan disukai pasar, itu semua berkat kerja keras musisi, karena Wapres hanya memberikan ruang dan hiburan untuk masyarakat. Sesuai dengan namanya sebuah warung apresiasi sebagai tempat melihat, mendengarkan, kemudian pulang dengan penghargaan terhadap karya seni yang dilihat.
“Sesuai dengan fitrahnya, kita apresiasi apapun musiknya dan karyanya. Sehingga Wapres bisa tetap menjadi ‘tongkrongan’ musisi Tanah Air yang selalu berbagi karya dan pengalamannya,” tutup Agus.
Diskusi musik bersama para pakar
Natalia S.
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Yuuk Nonton Pemutaran Perdana Film Dokumenter Anak Sabiran di Balik Cahaya Gemerlapan (Sang Arsip)(22/03)
- Grup Karawitan Karyawan Tembi Menghibur Penonton Melalui Siaran Langsung Taman Gabusan TVRI Yogyakarta(22/03)
- Java Jazz Festival 2013, Catatan dari Tembi (3), Alunan Gitar Akustik nan Merdu dari Earl Klugh(21/03)
- Pentas Wayang Gaya Kedu-Temanggungan di Tembi Rumah Budaya, dengan Lakon Raden Nurunan Jumeneng Nata(21/03)
- Rabu Malam Ini Anton Chekhov Dihadirkan di Tembi, Yogyakarta(20/03)
- Imajinasi Keabadian Dalam Garis Stephan Spicher di Sangkring Art Space Yogyakarta(20/03)
- Pentas Ketoprak Kelompok Jampi Puyeng Plus di Tembi Rumah Budaya, Kocak nan Segar(19/03)
- Teknologi Informasi Membuat Orang Semakin Individualis(19/03)
- PELUNCURAN BUKU KI HADI SUGITO, GURU YANG TIDAK MENGGURUI(06/01)
- PASAR TIBAN MINGGUAN DI YOGYA(05/01)