Macapatan Malam Rabu Pon Putaran ke-119
Jaman Masih Tetap Edan
Jika tembang tersebut tidak mampu lagi menembus hati yang sudah terlanjur bebal, paling tidak pecinta macapat yang hadir dapat merasakan kedamaian, di tengah-tengah ketidakpastian.
Suasana macapatan pada 23 April lalu
Jaman edan terus berkelanjutan. Sejak terbit tulisan dalam bentuk sastra tembang macapat mengenai jaman edan - karya Ranggawarsita, pujangga besar Surakarta, yang meninggal pada 24 Desember 1873 - hingga kini keadaan jaman belumlah sembuh dari edannya.
Tidak jauh berbeda dengan jamannya Ranggawarsita, edannya jaman ini ditandai dengan banyaknya pelaku yang menerjang aturan hukum. Para pelaku menuruti kehendaknya sendiri, yang benar dikatakan salah dan yang salah dikatakan benar. Korupsi merajalela.
Situasi edan itu diungkapkan oleh Ki Wandiya, seorang budayawan tembang macapat dari Puluhan, Bantul, dalam bentuk sastra tembang macapat, yang diberi judul ‘Pepeling.’ Tembang tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan agar masyarakat selalu eling, ingat dan waspada dalam menghadapi jaman edan ini. Begini bunyi tembang dengan laguDhandhanggula karya Ki Wandiya:
Eling-eling ing jaman puniki, lamun rinasa jroning wardaya, akeh padha ngungkurake, saking ugeranipun, samya nggugu karsa pribadi, nadyan ana tatanan, kang kudu den enut, padha lali reh utama, wus angembrah sumrambah jroning nagari, korupsi ngambra-ambra.
Ki Wagiran, melantunkan karyanya tentang kepahlawan RA Kartini
(Ingat-ingatlah di jaman ini, jika dirasakan di dalam hati, banyak yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku, dan menuruti kehendaknya sendiri, walaupun ada aturan yang harus diturut, banyak yang lupa nasihat utama, korupsi sudah menjamur dan merata bahkan kian menjadi-jadi)
Jaman global kang lumaku iki, lamun nora eling lan waspada, gampang kena panggodhane, antara bener luput, apa maneh ala lan becik, bisa klakon tan mapan, ing saleresipun, mangkono bisa weh daya, padha nyimpang saka paugeran adi, nguja kanepson ala.
(Jaman global yang berjalan saat ini, jika tidak eling dan waspada, mudah tergoda, antara benar salah, apalagi buruk dan baik, bisa terjadi tidak sesuai dengan apa yang semestinya, dengan demikian dapat memberi dorongan untuk menyimpang dari hukum tertinggi, mengumbar hawa nafsu)
Prayogane awya nganti lali, kerut patrap tumindak kang ala, eling marang kang nitahke, Pangeran Maha Agung, angrungkebi agami suci, nengenken kautaman, bebuden kang luhur, tansah eling lan waspada, angugemi wewarah pralebda wasis, temah manggya raharja
Ki Wandiya menjelaskan tentang makna karyanya berjudul 'Pepeling'
(Sebaiknya jangan sampai lupa, kelakuan buruk diikat, ingat dengan yang menciptakan, Tuhan Mahabesar, menghayati agama suci, mengedepankan keutamaan, budi luhur, selalu ingat dan waspada, melaksanakan dengan sungguh-sungguh nasihat para cerdik pandai dan mumpuni, sehingga mendapatkan keselamatan)
Seni tembang macapat yang dihidupi Tembi Rumah Budaya pada acara “Macapatan Malam Rabu Pon” setiap selapan (35) hari sekali, pada 23 April 2013, memasuki putaran 119. Selain membaca karya dari Serat Centhini, acara macapat yang diselingi gendhing-gendhing Jawa tersebut, juga memberi kesempatan untuk lahirnya karya-karya baru, yang sesuai dengan keadaan terkini. Seperti karya Ki Wandiya yang merespon keadaan jaman global saat ini, dan karya Bapak Wagiran dari Trekah, Pandak, Bantul, yang merespon kepahlawan RA Kartini.
Karya Wandiya tentang ‘Pepeling,’ dan karya Wagiran bertema kepahlawanan, mengalun secara bergantian di Pendapa Yudanegaran, Tembi Rumah Budaya, malam itu. Jika paduan tembang tersebut mampu menggugah semangat kepahlawanan pada setiap hati, maka jaman pun akan berangsur-angsur sembuh dari edannya. Namun jika tembang tersebut tidak mampu lagi menembus hati yang sudah terlanjur bebal, paling tidak pecinta macapat yang hadir dapat merasakan kedamaian, di tengah-tengah ketidakpastian.
Kelompok karawitan pimpinan Ny H Pramuhartono menjadi pengiring macapatan malam itu
Herjaka
Foto:Sartono
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Siswa Highfield Jakarta Belajar Gamelan, Tari, dan Membatik di Tembi Rumah Budaya(22/04)
- Anak-anak PAUD Al-Mahalli,Bantul, Menyambangi Tembi(22/04)
- Teater Gandrik Mainkan Gundala Gawat Di Taman Budaya Yogyakarta(20/04)
- Garis-Garis Warna Dalam Karya I Made Mahendra Mangku(19/04)
- Malang Film Festival ke-9, Kompetisi Sekaligus Temu Komunitas(18/04)
- Senin malam ini Jemek Ngudoroso di Tembi Rumah Budaya(15/04)
- Pagelaran Wayang Semalam Suntuk Peringati HUT ke-67 Lembaga Sandi Negara di Museum Sandi Yogyakarta(15/04)
- Bentara Budaya Yogyakarta Gelar Perdana Cong Idol(13/04)
- Selendang Merah, Persembahan Terakhir dari Trilogi Opera Jawa Karya Garin Nugroho(13/04)
- BACAAN ALAT EFEKTIF MENGENDALIKAN PIKIRAN ORANG(12/01)