Film Dokumenter Gemerlapan di Balik Cahaya tentang Misbach Yusa Biran
Film ini mencoba membicarakan harta karun negara dari jendela tokoh sutradara dan penulis skenario H Misbach Yusa Biran. Mulai dari kondisi fisik, ideologi hingga harta karun yang kini hampir hilang.
Poster Film Dokumenter Anak Sabiran Dibalik Cahaya Gemerlapan Foto: Facebook
Masih teringat lontaran sinis dari almarhum H Misbach Yusa Biran, “tamu mesti dilebihkan, tuan rumah merendah saja”. Lontaran tersebut merupakan jawaban dia setelah Hafiz sang sutradara mencoba membandingkan makan siang dia dan kawan-kawan dengan makan siang Misbach. Sambil meneruskan suapan ketopraknya, dia lanjut bicara. “Makan nasi padang tuh, dia orang Padang soalnya. Kalau orang Padang makan nasi padang cocok,” katanya sambil memegang sendok, menunjuk ke arah Hafiz.
Adegan tersebut ada dalam sebuah film dokumenter panjang produksi Forum Lenteng arahan sutradara Hafiz Rancajale berjudul “Anak Sabiran di Balik Cahaya Gemerlapan (Sang Arsip)”.
Meskipun sudah lama dari pemutaran perdananya, pada awal bulan lalu, film tersebut masih melekat di kepala. Film ini mencoba membicarakan harta karun negara dari jendela tokoh sutradara dan penulis skenario H Misbach Yusa Biran. Mulai dari kondisi fisik, ideologi hingga harta karun yang kini hampir hilang.
Ada permainan konstruksi film yang menurut saya menarik, eksperimentasi konstruksi yang saya anggap disusun dengan sangat sadar dilakukan oleh sutradara. Bagaimana dia mempertemukan kita dengan sang tokoh utama di dalam sebuah lift dengan nafas sedikit sesak, dan tanpa memperlihatkan dia keluar dari lift atau mencapai tujuannya, gambar loncat ke dalam footage film yang disutradarai dia.
Seolah-olah dia adalah aktor dalam filem dokumenter ini. Setelah satu jam lebih enam puluh menit, kita baru diperlihatkan bahwa ternyata adegan awal lift tersebut adalah kunjungan mereka ke pusat arsip film Sinematek.
Lanjutan dari adegan perjumpaan kita dengan sang tokoh. Mungkin sutradara ingin menyimpan beberapa clue atau menyimpan jawaban dari apa yang kita anggap sudah memahaminya. Tetapi, sutradara berpendapat bahwa seorang tokoh Misbach Yusa Biran telah menyerahkan separuh akhir hidupnya kepada Sinematek, namun pada akhirnya harta karun yang bernama sinematek tersebut membuat dirinya dilema. Apakah hasil kerja kerasnya tersebut dapat melanjutkan cita-citanya atau tidak.
Perbincangan menjelang pemutaran Film Dokumenter Anak Sabiran
Dibalik Cahaya Gemerlapan ^ Foto: Facebook
Pendapat tersebut dipungut dari beberapa adegan, mulai dari perjumpaan tokoh dalam lift, perjalanan tokoh menggunakan kendaraan pribadi, tokoh keluar lift dan berbincang di ruang editing, tokoh memandu di perpustakaan, kemudian menikmati makan siang, dan di akhir film sang tokoh dengan nafas sedikit sesak berjalan diantara tumpukan seluloid menjauhi kamera lalu atas arahan sutradara dia berjalan kembali menuju kamera.
Awalan dalam gedung sinematek dan akhiran juga dalam gedung sinematek, menjadikan gambaran tentang pengaruh Misbach yang sangat besar terhadap lahirnya dan kemajuan Sinematek Indonesia. Usaha sutradara tersebut menjadikan film ini tidak seperti film dokumenter biografi ala televisi, yang menganggap penontonnya tidak mengerti apa-apa. Salah satu contohnya, dalam film ini tidak ada penggunaan keterangan nama narasumber ketika diwawancara. Nama-nama narasumber mucul di akhir film. Ini merupakan salah satu usaha dari sutradara menggeneralisasikan kapasitas penonton. Bagaimana memancing generasi muda untuk mencari tahu.
Bagasworo A.
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Anak-anak PAUD Al-Mahalli,Bantul, Menyambangi Tembi(22/04)
- Teater Gandrik Mainkan Gundala Gawat Di Taman Budaya Yogyakarta(20/04)
- Garis-Garis Warna Dalam Karya I Made Mahendra Mangku(19/04)
- Malang Film Festival ke-9, Kompetisi Sekaligus Temu Komunitas(18/04)
- Senin malam ini Jemek Ngudoroso di Tembi Rumah Budaya(15/04)
- Pagelaran Wayang Semalam Suntuk Peringati HUT ke-67 Lembaga Sandi Negara di Museum Sandi Yogyakarta(15/04)
- Bentara Budaya Yogyakarta Gelar Perdana Cong Idol(13/04)
- Selendang Merah, Persembahan Terakhir dari Trilogi Opera Jawa Karya Garin Nugroho(13/04)
- BACAAN ALAT EFEKTIF MENGENDALIKAN PIKIRAN ORANG(12/01)
- Selamat Natal 2006(22/12)